Syariat puasa adalah tidak makan dan tidak minum pada siang hari, termasuk di dalamnya tidak melakukan hubungan suami istri. Tetapi Nabi Muhammad SAW yang diserahi tugas oleh Allah SWT untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya telah mengingatkan umat Muslim yang berpuasa agar tidak hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Apa yang diingatkan oleh Nabi junjungan umat itu menunjukkan bahwa menahan haus dan lapar dan hasrat biologis hanya sarana untuk mencapai sesuatu yang lebih dalam dari ibadah puasa, yakni menahan diri. Menahan diri untuk semua hal yang akan mengotori kesucian jiwa. Pada puasa kali ini kita dihadapkan pada ujian untuk lebih bersabar dan menahan diri. Hal itu diawali oleh perbedaan awal Ramadhan, antara Muhammadiyah dengan keputusan yang diambil pemerintah. Perbedaan itu menghadapkan kita pada sikap untuk tidak merasa paling benar sendiri. Apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah dan ormas lain yang mengikuti keputusan pemerintah sama-sama memiliki landasan hukum. Puasa mengajarkan kita untuk tidak saling menyalahkan satu sama lain. Untuk di Jawa Timur dan barangkali di sejumlah tempat lain, puasa dihadapkan pada hiruk pikuk menghadapi pemilihan kepala daerah. Ini juga menjadi tantangan besar bagi umat Muslim yang sedang berpuasa. Dalam konteks Pilkada Jatim yang akan dilaksanakan 29 Agustus 2013, KPU Jatim telah memutuskan bahwa kandidat yang memenuhi syarat untuk bertarung hanya tiga pasangan. Mereka adalah Eggi Sudjana - M Sihat (jalur perseorangan), Bambang DH - Said Abdullah (PDIP) dan Soekarwo - Saifullah Yusuf (didukung sejumlah parpol). KPU Jawa Timur seusai rapat pleno di Surabaya, Senin (15/7) dini hari mengumumkan bahwa bakal pasangan Khofifah Indar Parawansa - Herman Sumawiredja tidak lolos untuk mengikuti pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Fakta ini juga merupakan ujian bagi kita yang berpuasa, khususnya para pendukung Khofifah dengan Herman. Meskipun pencoblosan akan dilaksanakan seusai Lebaran 2013, namun proses-prosesnya tentu akan dilalui selama Bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Melihat perjuangan Khofifah dan timnya yang dari awal sudah merasa yakin akan diloloskan, rasanya tidak mungkin mereka akan menerima begitu saja dengan keputusan KPU Jatim tersebut. Kita bisa menduga, Khofifah dan timnya pasti akan melakukan "perlawanan" sebagai bagian dari memperjuangkan hak-hak politiknya. Kita semua berharap bahwa jalur-jalur perjuangan yang akan dilakukan oleh Khofifah dan timnya tetap dalam koridor hukum dan nilai-nilai demokrasi. Kita tentu berharap ketidakpuasan terhadap keputusan KPU tidak menimbulkan masalah akibat kekecewaan yang lepas dari bingkai puasa ini. Ada dua tantangan dari Khofifah dan timnya menghadapi kenyataan ini. Pertama, adalah berjuang agar dirinya bersama Herman bisa bertarung dalam ajang ini atau bagaimana bisa mengubah keputusan KPU Jatim. Kedua, bagaimana mengelola emosi para pendukungnya untuk selalu menahan diri sebagaimana semangat dari puasa. Suatu ketika seorang teman yang aktif di partai politik berbasis agama merasa kaget ketika banyak pengurus partai itu merasa "benar" berbuat apa saja, meskipun itu salah. Ketika teman itu berusaha mengingatkan, betapa kagetnya dengan jawaban, "Ini politik". Seolah-olah dengan politik kita bisa berbuat apa saja. Semoga puasa betul-betul mendidik kita untuk bisa menahan diri. Kita yang di partai politik mampu menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu yang menyimpang. Kita yang berada di kalangan bawah atau pendukung fanatik partai atau kandidat dalam pilkada juga harus mampu "berpuasa" terhadap hal-hal yang membawa kemudaratan. Semoga!!! (*).

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013