Sidoarjo (Antara Jatim) - Luki Amariyani dari Divisi Advokasi Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur meminta orang tua selalu mewaspadai kemungkinan terjadinya tindak kekerasan dan pelecehan seksual menyusul banyaknya kasus tersebut akhir-akhir ini. "Gaya hidup atau 'life style' yang kurang bagus merupakan salah satu faktor dominan terjadinya kekerasan dan juga pelecehan terhadap anak," katanya saat melakukan dialog interaktif "Mencegah Kejahatan Trafficking dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga" di Rumah Sakit Siti Hajar, Sidoarjo, Sabtu. Ia mengemukakan, saat ini kebebasan informasi sudah semakin tinggi di mana anak-anak bisa dengan mudah mengakses segala informasi melalui jaringan internet. "Bahkan tidak jarang, kasus kekerasan dan pelecehan seksual tersebut bermula dari perkenalan melalui media jejaring sosial seperti 'facebook' yang akhir-akhir ini semakin banyak diakses anak-anak," katanya. Ia mengatakan, peranan orang tua dalam pendidikan anak yang baik dan benar merupakan salah satu kunci dari pergaulan anak itu sendiri. "Biasanya ada kecenderungan kalau orang tua yang sudah bercerai maka kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak tersebut cenderung lebih besar," katanya. Ia mengatakan, kalau beberapa tahun yang lalu kekerasan pada anak masih dalam batas intimidasi verbal (membentak), memegang-megang atau mencium, sekarang telah banyak kasus kekerasan dalam bentuk pemukulan, pencabulan bahkan perkosaan. "Oleh karena itu, orang tua harus waspada terhadap orang-orang di sekitar yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan dan pelecehan seksual pada anak," katanya. Ia mengatakan, ada kecenderungan pelaku kekerasan dan pelecehan terhadap anak itu tak lain adalah orang dekat korban mulai dari saudara tinggal serumah, orang tua tiri, keponakan, tetangga dan juga pembantu rumah tangga yang tinggal serumah. "Jika memang anak tersebut sudah mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga, sebaiknya korban dijauhkan dahulu dari pelaku sambil diberikan pendampingan supaya mental anak kembali pulih," katanya. Ia mengatakan, mengembalikan psikis anak untuk kembali seperti semula memang tidak mudah, karena selama hidup anak tersebut akan terus mengingat kejadian yang pernah menimpanya. "Jangan sampai anak yang sudah terkena kekerasan dan pelecehan seksual tersebut akan antipati terhadap laki-laki jika dia sudah dewasa," katanya. Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Joris M Lato dari Yayasan Embun Surabaya mengatakan, dari kasus-kasus yang ada, kebanyakan korban kekerasan, pencabulan dan perkosaan, tidak jauh dari lingkaran "kemiskinan". "Oleh karena itu, orang tua harus rajin-rajin mencari informasi, melakukan pencerdasan diri agar kemiskinan ini bisa diatasi, sehingga kekerasan terhadap anak tidak terjadi," katanya. Ia mengatakan, perempuan pelajar yang pernah merasakan aktivitas seksual rentan terjerumus pada praktek prostitusi terlebih bagi mereka yang telah mendapatkan uang dari aktivitas jual diri itu. "Masalah ini tanggung jawab semua pihak, baik orang tua, sekolah maupun lingkungan. Namun, sebagai regulator yang memiliki kewenangan lebih, pemerintah harus menegakkan hukum," katanya.(*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013