Pernah makan buah delima? Sebuah buah yang terkenal cantik, indah, berisi biji dan cairan manis. Berbagai khasiat buah delima antara lain untuk kecantikan karena membersihkan kulit dan mengobati peradangan. Selain itu, penyakit diabetes, kurang darah dan rematik juga bisa diatasi dengan buah ini.
Namun, kali ini kita tidak membahas definisi sebuah buah berbentuk bulat tersebut. Delima yang ini merupakan alat program dari sebuah organisasi bidan di Indonesia dengan harapan mampu menjadi profesi yang benar-benar bermanfaat untuk orang banyak, seperti halnya buah delima.
Sedangkan, bidan sendiri merupakan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan berkualitas, ramah-tamah, aman-nyaman, terjangkau dalam bidang kesehatan reproduksi, keluarga berencana dan kesehatan umum dasar selama 24 jam.
Ya, Bidan Delima. Suatu program dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI) untuk meningkatkan kualitas pelayanan bidan dalam memberikan yang terbaik dan memenuhi keinginan masyarakat. Selain itu, juga sebagai terobosan strategis untuk pembinaan peningkatan kualitas pelayanan bidan dalam lingkup Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi.
Tidak sedikit para bidan "bermimpi" menyandang status bidan delima. Selain dikenal mempunyai standar kualitas, bidan delima juga dijamin memiliki keunggulan, khusus, bernilai tambah, lengkap, dan memiliki hak paten. Dengan berbagai manfaat tersebut maka status sebagai bidan profesional otomatis melekat. "Mimpi" itu penting sebagai renungan pada Hari Bidan Nasional pada 24 Juni atau Hari Bidan Internasional pada 5 Mei lalu.
Untuk mendapat status bidan delima, wajib ditetapkan dengan kriteria, sistem, dan proses baku yang harus dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Selain itu, harus menganut prinsip pengembangan diri dan semangat tumbuh bersama melalui dorongan dari diri sendiri, mempertahankan dan meningkatkan kualitas, serta dapat memuaskan klien maupun keluarganya.
Berbagai manfaat bidan delima ini juga tersirat dalam lambang dan pengertiannya, yakni delima dikenal buah cantik, indah, berisi biji dan cairan manis yang melambangkan kesuburan (reproduksi). Kemudian, warna merah melambangkan keberanian dalam menghadapi tantangan dan pengambilan keputusan yang cepat, tepat dalam membantu masyarakat.
Dalam lambang juga ada warna hitam yang berarti ketegasan dan kesetiaan dalam melayani kaum perempuan (ibu dan anak) tanpa membedakan. Serta gambar hati yang melambangkan pelayanan bidan manusiawi, penuh kasih sayang (sayang ibu dan bayi) dalam semua tindakan atau intervensi pelayanan.
Alhasil, dengan status bidan delima, harapan paling utama yakni percepatan penurunan angka kesakitan dan kematian ibu, bayi dan anak. Upaya ini sebagai bagian dari pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) 2015.
Dalam sebuah Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) Regional Tengah di Surabaya awal April lalu, Menteri Kesehatan dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, mengingatkan kepada semua pemerintah provinsi agar lebih serius memperhatikan sembilan indikator pembangunan kesehatan sebagai upaya pencapaian target MDGs 2015.
Menurut dia, ada sembilan indikator yang memerlukan perhatian serius karena masih sulit tercapai. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi tahap menengah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2012, salah satunya yakni penurunan angka kematian ibu (AKI) dan penurunan angka kematian bayi (AKB).
Ia menjelaskan secara rinci untuk target 2014, masing-masing penurunan AKI dari 100 ribu kelahiran hidup diprediksi meninggal 118 orang, target penurunan AKB dari 1.000 kelahiran hidup diprediksi meninggal 24 bayi.
"Tidak hanya itu saja, kami juga merinci empat indikator lainnya yang statusnya berwarna kuning yakni peningkatan umur harapan hidup pada 2014 targetnya 72 tahun, peningkatan cakupan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terlatih pada tahun sama targetnya 90 persen," kata Nafsiah.
Jadi teringat curahan seorang teman, namanya Dita Yonawati. Dia dulu selama dua bulan pernah belajar dan magang menjadi bidan. Tapi, kini sudah menjadi seorang perawat di salah satu rumah sakit swasta di Sidorjo.
"Menjadi bidan itu berat, bahkan bisa stres tingkat tinggi. Mengapa? Karena bidan langsung berhadapan dengan dua nyawa, yakni ibu dan bayi. Jika melihat bayi dan ibu selamat, rasanya senang campur haru bercampur lega gitu deh. Apalagi bisa bantu bayi lahir di dunia," katanya.
Berdasarkan data dari IBI, tahun ini tercatat hanya sekitar 11 ribu orang berstatus bidan delima dari sekitar 200 ribu bidan di Tanah Air. Karena itulah, pada 2014 ditargetkan jumlahnya bertambah 2.000 bidan lagi, sehingga ada 13 ribu bidan yang sudah mengantongi sertifikat bidan delima.
Pengurus Pusat IBI memberi syarat, untuk menjadi bidan delima harus memenuhi berbagai persyaratan, mulai aspek sarana dan pra sarana, peralatan, hingga manajemen dengan standar tertentu yang kemudian dinilai oleh tim asesor.
Sementara itu, menjadi seorang bidan saat ini sedang diburu. Hal itu terbukti dari menjamurnya kampus-kampus yang memiliki jurusan kebidanan. Bahkan, diperkirakan pada 2015, Indonesia akan mengalami surplus bidan dan sebagian harus dikirim ke luar negeri.
Kebutuhan bidan yang ideal adalah 1 bidan untuk 1.000 warga. Dengan perkiraan populasi Indonesia sebanyak 250 juta jiwa maka kebutuhannya sebanyak 250 ribu orang tenaga bidan untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia.
Sebagai bentuk memberdayakan bidan-bidan, IBI dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) bekerja sama untuk mengirim sebagian bidan ke luar negeri. Salah satu negara yang menjadi tujuan pengiriman adalah Timor Leste. Namun, tidak menutup kemungkinan ke negara lain, seperti Kanada, Australia, Amerika Serikat, Dubai dan lainnya.
Bidan delima akan memasang lambang delima di tempat praktiknya yang menunjukkan telah tersertifikasi, sehingga masyarakat bisa akan mengetahui mana yang sudah bidan delima dan belum.
Dengan semangat dan kerja keras, diharapkan upaya pencapaian MDG's 2015 dapat tercapai, sehingga program ibu selamat dan bayi sehat benar-benar terwujud. Angka kematian ibu dan bayi juga benar-benar menurun. Namun, tanpa ada dukungan dan peran serta dari warga, cita-cita itu tidak mungkin terwujud. Sehingga dibutuhkan program berkesinambungan. Selamat Hari Bidan Nasional 2013. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013