Sidoarjo (Antara Jatim) - Pengamat pendidikan Darmaningtyas yang merupakan salah satu anggota tim perumus Kurikulum 2013 yang ditunjuk Mendikbud itu meminta pemerintah untuk menunda pemberlakuan Kurikulum 2013 hingga setahun atau baru diberlakukan pada tahun 2014. "Kurikulum 2013 itu sendiri bukan sesuatu yang baru, karena merupakan kombinasi dari cara belajar siswa aktif (CBSA) dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)," katanya dalam forum kajian ilmiah 'Arah Pendidikan Nasional di Era Global' di Sidoarjo, Selasa. Dalam forum kajian yang diselenggarakan Dewan Pendidikan Jawa Timur itu, ia menjelaskan CBSA dulu gagal, karena masyarakat belum siap. CBSA itu mengajarkan murid bersikap kritis, tapi orang tua belum siap. "Ketika murid bersikap kritis, seringkali justru memicu benturan dengan orang tua yang masih bersikap konservatif," katanya. Namun, ia menilai kehebohan yang melingkupi penerapan wacana Kurikulum 2013 sebenarnya lebih disebabkan oleh ketidaksiapan guru, karena mayoritas guru baru memahami KTSP, tapi tiba-tiba ada rencana perubahan menjadi Kurikulum 2013. "Karena itu, perlu waktu agar semuanya siap, saya kira hal itu lebih baik daripada nanti ada masalah baru," kata pria yang akrab dipanggil Tyas itu. Kendati mendukung kurikulum baru itu, ia meminta sistem evaluasinya tidak melalui ujian nasional (UN). "Saya setuju UN, sepanjang tidak dimaksudkan untuk penentu kelulusan, tapi hanya sebagai alat pemetaan kualitas dan hanya menjadi milik pemerintah. Kalau kurikulum baru diterapkan, tapi evaluasinya menggunakan UN berarti ada inkonsistensi," katanya. Sebagai alat pemetaan, pelaksanaan UN tidak mesti di ujung (kelas akhir), tapi bisa di tahun kedua. Pelaksanaannya juga tidak harus tiap tahun, tapi bisa dua tahun sekali. Hasilnya, sekolah yang nilai hasil UN-nya rendah, justru harus didukung dengan dukungan anggaran dan program. "Pada tingkat tertentu, akan terjadi pemerataan kualitas pendidikan. Kalau seperti sekarang, hasil UN justru memicu kesenjangan antara sekolah maju dan sekolah pinggiran. Yang menjadi korban adalah sekolah pinggiran, katanya. Dengan cara itu, pendidikan akan berkontribusi dalam terciptanya ketahanan nasional dan ketahanan sosial. Kalau pendidikan hanya memicu keenjangan, akan muncul kecemburuan dan hilangnya solidaritas antara si kaya dan si miskin. "Karena alasan itu pula, saya dan teman-teman menolak RSBI, sebab RSBI justru menciptakan kesenjangan dan kastanisasi di masyarakat," tuturnya. Ketika dikonfirmasi tentang perubahan UN dalam Kurikulum 2013, staf khusus Mendikbud, Sukemi, menegaskan bahwa UN pasti akan berubah, karena unsur penilaian dalam Kurikulum 2013 juga berubah. "Tapi, tentu tidak serta merta, karena Kurikulum 2013 diterapkan bertahap dan siswa yang menerima Kurikulum 2013 untuk pertama kalinya baru kelas satu SD, SMP, dan SMA. Jadi, kurikulum baru itu akan benar-benar berlaku untuk semuanya dalam kurun tiga tahun," katanya. Terkait bentuk perubahan UN itu, ia menambahkan Kemdikbud berencana menggelar Konvensi Nasional tentang sistem pendidikan. "Nanti, semuanya akan dibicarakan, termasuk UN itu," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013