Gresik (Antara Jatim) - Jasa angkut pupuk PT Petrokimia Gresik, Jawa Timur terganggu adanya kelangkaan bahan bakar minyak jenis solar bersubsidi, sehingga mengakibatkan aktivitas pengiriman dan kedatangan truk ke lokasi pabrik tidak lancar.
"Iya... memang terganggu dengan adanya kelangkaan solar bersubsidi, dan akibatnya aktivitas pengiriman dan kedatangan truk ke lokasi pabrik tidak lancar," kata Kepala Bagian Informasi dan Komunikasi PT Petrokimia Gresik, Widodo Heru, Kamis.
Ia mengaku, belum bisa menjelaskan secara rinci berapa total kerugian PT Petrokimia Gresik akibat tidak lancarnya pengiriman dan kedatangan truk ke lokasi parbrik, sebab belum melakukan komunikasi ke bagian yang menangani masalah itu.
"Untuk total kerugian, saya belum bisa menjelaskan secara rinci, karena saya harus melihat datanya dulu. Namun yang pasti terganggu akibat kelangkaan solar, sebab truk yang kita gunakan bukan dari bagian perusahaan, melainkan menggunakan jasa pihak lain," katanya.
Meski demikian, Widodo memastikan untuk aktivitas mesin di dalam pabrik PT Petrokimia Gresik yang menggunakan bahan bakar solar tidak terganggu, sebab tidak menggunakan bahan bakar solar bersubsidi.
"Untuk aktivitas mesin pengolahan pupuk di dalam pabrik kita pastikan tidak terganggu, sebab penggunaan bahan bakar solar kita mengacu pada instruksi menteri, yakni tidak menggunakan bahan bakar solar bersubsidi," katanya.
Sebelumnya, akibat kelangkaan solar bersubsidi yang terjadi di wilayah Gresik, membuat antrian panjang truk dan kendaraan lain di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) wilayah itu.
Salah satunya di SPBU Jalan Duduk Sampeyan, yang memaksa ratusan sopir truk menunggu berjam-jam untuk mengantri pengisian solar.
Somad (34), salah satu sopir dump truk mengatakan, antrian yang terjadi mencapai 2 km, yakni dari Terminal Bunder hingga lokasi SPBU Jalan Duduk Sampeyan.
"Panjanganya dan lamanya menunggu antrian ini tidak sebanding dengan solar yang didapat, sebab sudah mengantri satu jam tapi dibatasi hanya bisa membeli 22 liter solar bersubsidi atau dengan harga 100 ribu rupiah," katanya.
Ia mengatakan, pembatasan pembelian solar membuat pihaknya tidak bisa melakukan aktivitas secara penuh, sebab dengan solar 22 liter hanya mampu menempuh jarak 3 km, padahal kebutuhannya mencapai 66 liter atau senilai Rp900 ribu.
"Tidak ada pilihan lain kecuali pasrah dan menunggu antrian, dan kita tidak melakukan aktivitas secara penuh, karena solar yang didapat tidak cukup," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013