Surabaya (Antara Jatim) - Gubernur Jawa Timur Soekarwo mendukung upaya PT Petrokimia Gresik untuk mendapatkan jatah pasokan gas dari ladang MDA dan MBH yang dikelola Husky-CNOOC Madura Ltd (HCML) guna memenuhi kebutuhan pabrik baru. Ditemui wartawan usai menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Bank Jatim Tbk di Surabaya, Rabu, Soekarwo mengatakan pihaknya telah mengirimkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik terkait masalah pasokan gas tersebut. Soekarwo berharap produksi gas yang dihasilkan dari ladang migas di wilayah Jatim bisa diprioritaskan untuk kepentingan industri yang beroperasi di provinsi setempat, karena hal itu akan berdampak pada meningkatnya daya saing industri. "Prinsipnya skema 'domestic market obligation' itu harus kita prioritaskan dan kedepankan," katanya. Pernyataan Gubernur Jatim itu menanggapi langkah PT Petrokimia Gresik (PKG) untuk memperoleh pasokan gas dari HCML dalam memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik baru amoniak dan urea II (PKG-2) yang mulai dibangun tahun ini dan dijadwalkan beroperasi 2016. Sementara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi mengungkapkan bahwa pasokan gas ke PT Petrokimia Gresik telah disepakati berasal dari Lapangan Jambaran-Tiung Biru (Blok Cepu). Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana di Jakarta, Senin (18/3), mengatakan kesepakatan tersebut dicapai dalam rapat di Ditjen Migas Kementerian ESDM pada Januari 2013. Secara terpisah, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jatim Dewi J Prijatni mengemukakan pemenuhan pasokan gas untuk pabrik baru PKG-2 dalam kerangka ketahanan pangan. "Pada intinya, Pemprov Jatim menginginkan pasokan pupuk di Jatim tetap terjamin dengan pendirian pabrik baru Petrogres, karena Jatim punya potensi mendukung 50 persen kebutuhan pangan nasional," katanya. Namun, lanjut Dewi, hingga kini Kementerian ESDM belum menanggapi surat permohonan yang dikirim Gubernur Jatim Soekarwo. Bayar Gas Mahal Sebelumnya, Dirut PT Petrokimia Gresik Hidayat Nyakman mengatakan negara berpotensi membayar lebih mahal apabila pasokan gas untuk pabrik baru amoniak dan urea milik BUMN tersebut harus berasal dari Blok Cepu, Jawa Timur. "Selisihnya bisa mencapai 60,81 juta dolar AS atau sekitar Rp565,5 miliar per tahun dibandingkan pabrik PKG-2 mendapat pasokan gas dari ladang MDA dan MBH yang dikelola Husky CNOOC Madura Ltd (HCML)," katanya di Jakarta, Minggu (24/3). Hal itu, kata dia, berdasarkan perhitungan selisih harga keekonomian gas dari titik serah Tiung Biru (Blok Cepu) sebesar 8,8 dolar AS per MMBTU dengan gas Husky yang hanya 6,5 dolar AS per mmbtu, ditambah "toll fee". kemudian dikalikan dengan kebutuhan gas PKG-2 sebanyak 85 MMSCFD. Pihaknya menghitung dengan asumsi "toll fee" Cepu-Gresik di kisaran 0,5 dolar AS per MMBTU, sementara "toll fee" gas dari Husky dengan menggunakan jaringan yang sudah ada dari East Java Gas Pipeline (EJGP) sebesar 0,84 dolar AS per MMBTU. Dengan asumsi itu, harga gas dari Blok Cepu yang diterima PKG-2 di Gresik setidaknya mencapai 9,3 dolar AS per MMBTU. "Harga gas Cepu itu akan menjadi sangat mahal dibandingkan bila gas tersebut dipasok dari Husky yang harganya mencapai 6,5 dolar AS per MMBTU, ditambah 'toll fee' 0,84 dolar AS per MMBTU, sehingga harga gas di PKG-2 hanya 7,34 dolar AS per MMBTU," katanya. Hidayat menegaskan bahwa harga gas Husky sebesar 6,5 dolar AS dengan eskalasi sebesar tiga persen per tahun untuk PKG-2 sudah ada dalam rencana pengembangan (PoD) lapangan gas MDA dan MBH, tertanggal 12 Desember 2012. "Bila dipaksakan menggunakan gas dari Cepu, berarti negara akan membayar lebih mahal karena pupuk merupakan barang bersubsidi," kata Hidayat. Dari sisi lain, tambah Hidayat, jadwal "on stream" gas dari Husky lebih sejalan dengan pembangunan pabrik PKG-2 yang ditargetkan berproduksi pada triwulan II tahun 2016, sementara "on stream" Tiung Biru (Blok Cepu) paling cepat semester II tahun 2017. Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah melalui Kementerian ESDM lebih memprioritaskan gas dari Husky untuk PKG-2. "Kami akan selalu tunduk dan patuh pada penetapan pemerintah sepanjang memang sudah tidak ada alternatif pasokan gas lain yang lebih ekonomis," kata Hidayat. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013