Madiun - Kerugian akibat pencurian kayu atau "illegal logging" di wilayah Perum Perhutani Unit II Jawa Timur selama tahun 2012 tercatat mencapai Rp29 miliar atau sekitar 37.000 pohon.
Sekretaris Unit dan Kepatuhan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, Yahya Amin, saat dihubungi, Kamis, mengatakan, jumlah kerugian tersebut meningkat jika dibandingkan pada tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp16 miliar atau sekitar 29.000 pohon.
"Pencurian kayu atau ilegal logging terbanyak terjadi di wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro," ujar Yahya Amin kepada wartawan.
Menurut dia, kenaikan pencurian kayu tersebut dipengaruhi oleh faktor ekonomi masyarakat tepian hutan yang menjadi penyebab utamanya.
"Selain itu, juga dipengaruhi oleh minimnya jumlah personel polisi hutan jika dibandingkan dengan luasan lahan hutan yang harus diamankan," kata dia.
Guna menekan aksi pencurian kayu tersebut, lanjut dia, pihak Perhutani terus melakukan pengelolaan hutan secara sosial yang melibatkan masyarakat tepian hutan.
Perhutani juga mengajak semua pihak, baik pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, maupun badan usaha milik negara untuk melakukan pembangunan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Tujuannya agar warga sekitar hutan bisa merasakan manfaat dari hutan dan menghindari pencurian kayu.
"Selain dari pencurian kayu, kerugian selama tahun 2012 juga disebabkan dari bencana kebakaran hutan sebesar Rp7 miliar dan bencana alam sebesar Rp54 miliar," tambah Yahya.
Sementara itu, dari empat Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yang ada di Rayon II Perhutani Jawa Timur, KPH Ngawi tercatat menduduki peringkat tertinggi angka kerugian akibat ilegal logging. Jumlahnya mencapai 1.800 pohon atau senilai Rp1,04 miliar.
Di urutan kedua ada KPH Saradan dengan 1.460 pohon atau senilai Rp734 juta. Lalu KPH Madiun dengan 711 pohon senilai Rp740 juta, dan terakhir KPH Lawu Ds dengan 257 pohon senilai Rp194 juta. KPH Lawu paling sedikit karena wilayahnya kebanyakan merupakan pohon pinus yang harga kayunya jauh lebih murah dibanding jati.
Administratur KPH Ngawi, Joko Suwantoro, mengatakan, untuk mengantisipasi pencurian kayu dan kebakaran hutan, pihaknya sudah menempatkan petugas di setiap Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) maupun Resor Pemangkuan Hutan (RPH).
"Di setiap KPH juga sudah dibentuk Satuan Petugas Pengendalian Kebakaran) Hutan, juga petugas di tiap BKPH dan RPH. Namun, jumlah personel sangat terbatas dibandingkan luasan hutan. Meski demikian kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga hutan dan tentunya juga melibatkan masyarakat dan polisi," kata Joko. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013