Pamekasan - Sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat dan mahasiswa Selasa pagi mendatangi Mapolres Pamekasan, mempertanyakan tindak lanjut proses hukum Kepala Kemenag Normamaludin dalam kasus ancaman pembunuhan wartawan. Massa yang mengatas namakan diri Asosiasi Gerakan Menuju Sosialisme (Signal), datang ke Mapolres Pamekasan guna mempertanyakan keseriusan tim penyidik dalam kasus ancaman pembunuhan yang dilakukan pejabat itu. "Kami terpaksa datang kembali ke Mapolres Pamekasan karena kami menilai, polisi terkesan kurang serius dalam berupaya mengusut kasus ini," kata juru bicara Signal, Zainal Abidin. Zainal menjelaskan, polisi berupaya mengarahkan penyidikan kasus ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh Normaludin ini kepada perbuatan tidak menyenangkan. Padahal, kata Zainal, ancaman pembunuhan yang dilakukan Normaludin merupakan delik pers, sebab wartawan yang diancam hendak dibunuh itu dalam rangka menjalankan tugas jurnalistik. Seharusnya, kata Zainal, polisi menggunakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, karena kasus itu jelas merupakan delik pers. "Ada apa dengan polisi ini, kenapa justru terkesan membela pejabat brutal yang melakukan ancaman pembunuhan seperti ini. Perlu diingat, Kabupaten Pamekasan ini pernah dikenal dengan kasus pembunuhan carok massal dulu," kata Zainal Abidin menjelaskan. Jika, sambung Zainal pelaku ancaman pembunuhan wartawan itu hanya dijerat dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan maka yang jelas yang bersangkutan hanya diancam dengan hukuman penjara 9 bulan. Kedatangan "Signal" ke Mapolres Pamekasan ini merupakan kali kedua. Sebelumnya, kelompok ini juga berunjuk rasa ke Mapolres Pamekasan mendesak petugas agar segera menyelesaikan kasus yang menyeret Kepala Kemenag Normaludin tersebut. Sebelumnya wartawan Harian Radar Madura, Sukma Umbara Tirta Firdaus melaporkan Kepala Kemenag Pamekasan Normaludin atas ancaman hendak melakukan pembunuhan terhadap dirinya. Sukma diancam hendak dibunuh oleh Normaludin karena menulis kebijakannya memotong gaji semua pegawai di lingkungan Kemenag sebesar Rp100 ribu dengan alasan untuk kepentingan memperingati Hari Amal Bakti (HAB) Kemenag Pamekasan. Saat itu, Normaludin bersama stafnya Juhairiyah mendatangi kantor Harian Radar Madura di Jalan Kabupaten Pamekasan. Di kantor itu, Normaludin memaksa Sukma agar membeberkan siapa saja pegawai Kemenag yang telah membocorkan kebijakannya itu dengan alasan untuk memberikan pembinaan. Awalnya Sukma berupaya menggunakan hak tolaknya dan tidak bersedia memberitahukan kepada Normaludin. Akan tetapi, karena diancam hendak dibunuh, apalagi ketika itu ia menggebrak meja dengan suara lantang dan nama sangat marah, Sukma terpaksa memberitahukan. Saat datang ke kantor Radar Madura itu, Kepala Kemenag Normaludin mengaku dirinya juga seorang bajingan, serta banyak memiliki anak buah dan mereka rata-rata pernah membunuh orang. Sementara, Kapolres AKBP Nanang Chadarusman menyatakan, polisi akan tetap bersikap profesional dalam menangani kasus yang melibatkan Kepala Kemenag Pamekasan tersebut. Ia juga membantah polisi terlibat main mata dengan calon tersangka, sebagaimana ramai diperbincangkan sebagian masyarakat Pamekasan bahwa polisi telah menerima suap dalam kasus itu. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013