Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi akan menelaah jika ada laporan mengenai gratifikasi dalam bentuk pelayanan seks yang masuk ke lembaga tersebut. "Ada sinyalemen itu terjadi, tapi belum ada data empiris yang menyebutkan itu terjadi," kata juru bicara KPK Johan Budi SP di Jakarta, Rabu. Dia menegaskan hingga saat ini belum ada laporan mengenai gratifikasi itu yang masuk ke KPK. Masalah tersebut belum dikaji KPK karena belum ada kejadian yang melaporkan ke lembaga itu. Menurut dia, pemberian hadiah kepada pejabat negara untuk melakukan atau tidak tugas negara merupakan jenis gratifikasi. Dia mengatakan jika gratifikasi itu tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari kerja bisa menjad delik pidana suap. Sebelumnya, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Oce Madril mengatakan KPK harus memaksimalkan kewenangan penyadapan yang dimilikinya untuk mengungkap kasus gratifikasi pelayanan seks. Dia juga menilai gratifikasi tersebut merupakan pendamping dari gratifikasi utama dalam bentuk uang dan properti. Direktur Gratifikasi KPK Giri Supradiono mengatakan, berdasarkan undang-undang, sejatinya gratifikasi tidak mesti berbentuk uang tunai namun bisa juga berupa kesenangan. Untuk itu, katanya, sudah saatnya Indonesia belajar dari Singapura yang telah menerapkan hukuman terhadap gratifikasi dalam bentuk pelayanan seks. "Memang pembuktiannya tidak mudah, jadi ini jatuhnya ke 'case building' (pembangunan kerangka kasus) karena itu harus dibuktikan," katanya. Namun, Giri menerangkan, sejauh ini KPK belum menerima laporan penerimaan gratifikasi seks ke lembaganya. Dalam Pasal 12B ayat 1 undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, dan pengobatan cuma-cuma. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013