Oleh Sukemi *) Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini media menjadi salah satu cara ampuh untuk meningkatkan citra diri. Bukan hanya citra secara individu, tetapi juga kelompok, bahkan institusi. Namun, perkembangan media telah memunculkan "paradox of plenty" (keberadaan informasi yang begitu banyak dan beragam) mulai dari informasi yang berguna hingga yang isinya "buruk". Padahal, hakekat informasi adalah untuk mengurangi ketidakpastian, menghasilkan pengetahuan, mempengaruhi sikap, dan perilaku. Sebaliknya, "paradox of plenty" justru sering menyebabkan banyak orang bingung, karena memunculkan ketidakpastian akibat terlalu banyaknya informasi yang beragam. Oleh karena itu, pemanfaatan media untuk "informasi yang baik" itu penting. Contohnya, media untuk memberitakan pendidikan atau institusi pendidikan seperti ITS. Proses pemanfaatan itu dapat dikatakan berhasil diukur dengan jumlah informasi mengenai ITS yang tampil di media nasional seperti koran. Guna mencapainya, narasumber perlu memahami kualitas informasi yang disampaikan. Berita yang disampaikan harus menjual, menciptakan stimulus, serta mudah diingat publik. Itu tidak terlepas dari dua dari nilai berita, yakni: 1. kepentingan (kebesaran/dampak, kebaruan, kedekatan, ketermukaan/ketokohan), 2. human interest (sentuhan manusiawi). Dalam upaya peningkatan citra, pelayanan publik juga harus diperhatikan. Intinya, bagian humas harus senantiasa memberikan apa yang dibutuhkan publik. Contohnya, update informasi. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk rilis, majalah, running text, twitter, bahkan facebook. Selain update informasi, dalam memanfaatkan media, asas kecepatan adalah hal penting. Contohnya, kemenangan ITS dalam Shell Eco Marathon, maka jam berapa pun, harus bisa langsung tampil, minimal running text di televisi. Tentu, informasi yang dibutuhkan media adalah informasi berkelas, seperti: 1. prestasi (mahasiswa, dosen, karyawan) 2. penelitian/temuan (mahasiswa dan dosen) 3. fenomena (sikap institusi atas berbagai peristiwa). Tidak hanya itu, jejaring yang kuat (dengan media) dan pemberdayaan sumber daya manusia (pengelola atau Humas) juga diperlukan. Tanpa kedekatan hubungan dengan kalangan media, maka bisa jadi citra yang baik akan justru berbalik menjadi kejelekan dan kejelekan. Sesuatu yang baik akan dilihat sebelah mata, tapi berita kejelekan akan di-blow up. Kedekatan hubungan dengan media adalah tidak melihat hubungan dengan media sekadar kebutuhan, tapi betul-betul penghargaan dan penghormatan. (*) -------------------------------------- *) Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Bidang Komunikasi Media yang juga alumni ITS. **) Disampaikan dalam sarasehan bertajuk "Kiat Membangun Pencitraan Positif Institusi" (Badan Koordinasi, Pengendalian dan Komunikasi Program/BKPKP ITS Surabaya, 20 Juli 2012).

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012