Kementerian Hukum (Kemenkum) mencatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari dua direktorat jenderal (ditjen) di bawahnya mencapai Rp2,01 triliun per 8 Desember 2025.

Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengungkapkan penerimaan tersebut meliputi Rp1,12 triliun dari layanan administrasi hukum umum (AHU) pada Ditjen AHU serta Rp893,35 miliar dari layanan kekayaan intelektual (KI) pada Ditjen KI.

"PNBP AHU naik 2,58 persen dari tahun 2024 dan PNBP KI naik 4,16 persen," ujar Supratman dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2025 di Jakarta, Kamis.

Di bidang AHU, Supratman menyebutkan Kemenkum telah menyelesaikan 12,28 juta permohonan dari total 12,35 juta permohonan yang masuk atau sebanyak 99,48 persen.

Dia menuturkan layanan AHU sudah 100 persen digital, sehingga masyarakat lebih mudah mengaksesnya karena semuanya transparan dan lebih cepat.

Selain itu, Kemenkum juga telah berhasil menyukseskan pendaftaran Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebanyak 83.020, yang menjadi salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto.

Sementara di bidang KI, Kemenkum telah berhasil menyelesaikan permohonan sebanyak 385.675 yang terdaftar dan tercatat dari total penerimaan permohonan sebesar 372.760.

Ia mengatakan capaian tersebut meningkat dibanding tahun 2024 sekitar 15,12 persen, di mana tahun 2024 pada periode yang sama penyelesaian permohonan kekayaan intelektual yang diselesaikan sebesar 330.521.

Menurut Menkum, adanya angka penyelesaian permohonan KI yang juga lebih tinggi dibanding penerimaan permohonan pada tahun berjalan menunjukkan adanya tren peningkatan penyelesaian pemeriksaan substantif.

Pasalnya, kata dia, permohonan yang diselesaikan pada tahun ini juga termasuk penyelesaian permohonan KI yang masuk pada periode triwulan III atau triwulan IV pada tahun sebelumnya, misal pada proses penyelesaian permohonan merek dan paten sederhana, yang dalam aturannya membutuhkan waktu penyelesaian sekitar 6 bulan.

“Kami berupaya mewujudkan Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi berbasis kekayaan intelektual. Kami melakukan berbagai upaya, mulai dari edukasi, kemudahan pendaftaran, hingga penegakan hukumnya,” kata dia.

Di sisi lain, dia membeberkan kalau pemerintah Indonesia sedang membenahi sistem royalti musik tidak hanya di Tanah Air, tetapi juga pada level global melalui Proposal Indonesia tentang manajemen royalti, khususnya pada platform digital.

Pemerintah Indonesia telah memaparkan inisiasi itu pada berbagai pertemuan internasional, termasuk Komite Tetap Hak Cipta dan Hak Terkait (SCCR) Ke-47 di Swiss, yang mendapatkan dukungan dari negara-negara lainnya.

Proposal Indonesia, kata dia, merupakan langkah untuk meretas hambatan struktural yang menjadi akar ketimpangan dalam rezim kekayaan intelektual level global.

Proposal tersebut berisi tiga pilar utama, yakni tata kelola royalti dalam kerangka kerja global Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO), sistem distribusi royalti berbasis pengguna, serta penguatan lembaga manajemen kolektif lintas batas negara.

Guna menggaungkan kekayaan intelektual sebagai pendorong ekonomi nasional dalam ekosistem KI, termasuk dalam mendukung pengembangan ekonomi bagi masyarakat di wilayah, ia menyampaikan terdapat pula optimalisasi peningkatan pendaftaran Indikasi Geografis (IndiGeo).

Sebagai langkah dalam mewujudkan komitmen tersebut, Kemenkum melalui Ditjen KI telah berhasil mencatatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah produk IndiGeo terdaftar paling banyak di Kawasan Asia Tenggara, yaitu sebanyak 261 aplikasi atau 27,6 persen dari total keseluruhan data IndiGeo di negara ASEAN.

Kedepannya, dirinya berharap peningkatan produk IndiGeo terdaftar itu tidak hanya sekedar mencatatkan Indonesia dapat menjadi pemimpin di Kawasan ASEAN atau Asia bahkan dunia dalam memberikan pelindungan.

"Tetapi juga dapat meningkatkan pemanfaatan atas produk IndiGeo terdaftar agar dapat menumbuhkan ekonomi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia," ungkap Menkum menambahkan.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2025