Ahli hukum Administrasi Publik Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Dr Jamil SH MH, menilai ada delegitimasi putusan pengadilan atas pernyataan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Delta Tirta terkait reklasifikasi hutang yang diklaim sesuai standar akuntansi dan ketentuan hukum.

"Sikap tersebut dapat melemahkan kewibawaan lembaga peradilan dan merusak kredibilitas tata kelola BUMD (Badan Usaha Milik Daerah)," kata Jamil saat dihubungi dari Surabaya, Kamis.

Sebelumnya, Perumda Delta Tirta kalah dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 994/PDT/2025/PT DKI dan Putusan tersebut mewajibkan perusahaan membayar lebih dari Rp1,2 miliar kepada vendor.

Dr. Jamil, menjelaskan bahwa setiap putusan pengadilan harus dianggap benar dan wajib dilaksanakan, sesuai dengan prinsip res judicata pro veritate habetur atau putusan hakim harus dianggap benar.

Ia menegaskan bahwa pihak yang menjadi adresat putusan tidak boleh berupaya mengimbangi atau meng-counter putusan hakim melalui ruang publik, terlebih melalui media massa.

“Bila ada subjek hukum yang menjadi adresat putusan justru melakukan upaya-upaya untuk meng-counter putusan peradilan dan tidak menempuh mekanisme hukum seperti banding, kasasi atau PK, maka tindakannya dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang mengganggu atau menghambat jalannya proses peradilan (contempt of court). Hal tersebut tentu tidak baik, apalagi dilakukan oleh seseorang yang menakhodai badan usaha milik daerah.” ujarnya menegaskan.

Dr. Jamil menekankan bahwa meskipun BUMD beroperasi dalam lingkup bisnis dan lebih banyak berkaitan dengan ranah hukum perdata, statusnya sebagai badan publik tidak dapat dipisahkan dari aspek hukum publik.

Ia merujuk pada Pasal 1 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2008, yang menegaskan bahwa badan publik bukan hanya instansi pemerintahan, tetapi juga badan usaha yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara atau pemerintah daerah.

“Pejabat BUMD tidak dapat dilepaskan dari status sebagai pejabat publik. Oleh karena itu, pejabat yang berkaitan dengan pelayanan publik seharusnya tidak menunjukkan sikap membangkang atau mengingkari putusan peradilan,” paparnya.

Banyak pihak menilai pemerintah daerah perlu mengambil langkah tegas agar tidak muncul kesan bahwa pembangkangan terhadap putusan pengadilan dibiarkan terjadi dalam lingkungan BUMD.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo pun sebelumnya telah menyoroti hal ini sebagai persoalan akuntabilitas dan etika publik.

Pewarta: Faizal Falakki

Editor : A Malik Ibrahim


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2025