Pada suatu pagi musim panas bulan Juli, sebuah lokomotif kecil melintas di sepanjang Zmaja od Bosne, salah satu jalan utama di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina.
Kehadiran trem berwarna hijau tua dengan ornamen kayu itu menjadi daya tarik baru, bukan hanya bagi wisatawan, tetapi juga masyarakat setempat.
Ketika tiba di Halte Marijin Dvor, tampak beberapa orang berniat naik trem tersebut, tetapi kemudian urung setelah kondektur memberi tahu mereka harga tiketnya.
Benar saja, saat ANTARA hendak naik, pria paruh baya yang adalah kondektur menginformasikan harga tiket 10 KM (sekitar Rp97 ribu) untuk sekali jalan. Harga tersebut terbilang sangat mahal dibandingkan harga tiket untuk trem biasa, yakni 2,20 KM (sekitar Rp21 ribu).
Setelah membayar dengan mata uang setempat, ANTARA dipersilakan naik ke trem tua yang hanya terdiri dari satu lokomotif.
Di dalamnya, kesan vintage langsung terasa dari atap, lantai, dan bangku panjang untuk penumpang yang semuanya terbuat dari kayu.
Lokomotif berbentuk persegi panjang itu memiliki satu pintu di depan, dan satu di belakang. Pintu belakang dijaga oleh kondektur yang bertugas melayani penjualan tiket dan naik turunnya penumpang, sementara di depan terdapat masinis yang mengoperasikan trem, serta seorang asistennya. Ketiganya adalah laki-laki yang kompak memakai kaos putih berkerah.
Kepada ANTARA, si kondektur menjelaskan bahwa lokomotif yang mulai beroperasi pada 1895 itu merupakan trem listrik tertua di Eropa, bahkan lebih tua daripada yang ada di Wina, Austria.
Selama musim panas tahun ini —yang merupakan masa liburan bagi sebagian besar warga Eropa— trem tua itu kembali beroperasi untuk menarik perhatian masyarakat setempat juga wisatawan.
Ke masa lalu
Menjajal trem tua yang disebut “Nostalgia” itu membangkitkan rasa penasaran tentang bagaimana sejarah perkembangan transportasi publik di Ibu Kota Bosnia dan Herzegovina.
Mengutip berbagai sumber, trem pertama kali diperkenalkan kepada publik Sarajevo pada 1 Januari 1885. Kala itu, Kekaisaran Austria-Hongaria yang menguasai Eropa Tengah, termasuk Sarajevo, memulai proyek trem untuk memodernisasi infrastruktur kota.
Trem pertama di Sarajevo masih ditarik kuda. Infrastruktur trem yang dibangun selama empat bulan ini merupakan pencapaian besar bagi warga Sarajevo, dengan waktu tempuh sekitar 13 menit dari stasiun kereta api ke stasiun di pusat kota.
Trem itu bisa menampung 28 penumpang. Legenda menyebut ketika itu diterapkan aturan berpakaian, terutama bagi masinis dan kondektur, yaitu berpakaian sopan dan “tidak berbau bawang putih”.
Legenda lain menyebut bahwa stasiun pertama di kota itu penuh dengan sepatu, karena orang-orang mengira mereka harus melepasnya saat menaiki trem.
Panjang rel trem pertama adalah 3,1 km, dan menurut aturan, seekor kuda hanya boleh berputar dua kali bolak-balik, setelah itu diganti dan dibiarkan istirahat.
Tiket trem pertama berwarna merah dan dicetak dalam tiga bahasa: Bosnia, Jerman, dan Turki.
Seiring pesatnya modernisasi di Sarajevo, kota ini mengubah sistem trem dari semula menggunakan tenaga kuda menjadi tenaga listrik.
Pada 1895, Sarajevo mencatat sejarah sebagai kota keempat di seluruh Kekaisaran Austria-Hongaria yang memiliki trem listrik, lebih dahulu dibandingkan Wina, Budapest (Hongaria), Praha (Republik Ceko), dan Zagreb (Kroasia).
Trem listrik pertama yang beroperasi di Sarajevo diproduksi oleh perusahaan Jerman, Siemens-Schuckertwerke.
Selanjutnya pada 1960, jaringan jalur trem diubah dari ukuran sempit (760 mm) menjadi ukuran normal (1435 mm), dan Sarajevo mendapatkan trem Washington pertamanya yang terkenal.
Armada yang digunakan dalam jaringan ini adalah trem gandeng Tatra K2 dari Republik Ceko, yang dikirim pada 1970-an dan awal 1980-an. Kemudian, trem-trem ini diintegrasikan dengan kendaraan yang lebih modern.
Selama abad ke-20, trem menjadi lebih dari sekadar alat transportasi bagi warga Sarajevo. Beberapa halte menjadi tempat pertemuan dan tempat berkumpul favorit bagi kaum muda, seperti halte di Bank Sentral di pusat kota, yang dikenal sebagai eka (tunggu) bagi warga Sarajevo.
Trem bahkan berfungsi sebagai tempat pembacaan puisi, pertunjukan pendek, dan drama.
Namun, perang yang dikenal sebagai “Pengepungan Sarajevo” sempat menghentikan masa keemasan tersebut. Meskipun tidak ada trem yang beroperasi dari 1992 hingga 1994, trem tetap melayani warga Sarajevo sebisa mungkin dalam situasi tertentu.
Gerbong-gerbongnya, yang biasanya terbakar, berfungsi sebagai perlindungan dari tembakan penembak jitu. Trem bahkan mulai beroperasi kembali saat gencatan senjata singkat pada 1994, memberikan harapan bahwa perang akan segera berakhir, meskipun konflik tersebut baru benar-benar berakhir pada 1996.
Sejak perang, rel trem telah mengalami banyak rekonstruksi. Banyak negara sahabat menyumbangkan gerbong trem, memastikan “kisah” trem di Sarajevo tetap berlanjut hingga kini.
Nostalgia
Saat ini, rel trem menyusuri tepi kanan Sungai Miljacka, membentang dari Bašaršija ke Ilida, dengan tujuh jalur berbeda dan enam jenis gerbong trem yang beroperasi di rel sepanjang 22,9 km itu.
Kisah Sarajevo tak akan pernah sama tanpa sejarah tremnya. Kini, trem merupakan moda transportasi publik yang paling diminati dan menyokong mobilitas warga setempat dari pagi hingga malam hari.
Mereka yang ingin mengenang masa lalu bisa menaiki Trem “Nostalgia” selama liburan musim panas, yang berlangsung Juni hingga akhir Agustus. Lokomotif trem yang dibuat berdasarkan model trem listrik pertama 1895 itu beroperasi antara eljeznika dan Bašaršija.
Penumpang “Nostalgia” akan berkesempatan melihat beberapa foto lama Sarajevo, Praha, dan Wina, yang dipajang di dalam trem.
Dengan menaiki trem tua tersebut, para penumpang seakan diajak melintasi waktu dengan melewati jalur di antara bangunan-bangunan arsitektur Austria-Hongaria, Ottoman, serta bangunan modern dari abad 20.
“Nostalgia” juga melintasi landmarks penting di Sarajevo, di antaranya Sebilj, Jembatan Latin, Api Abadi, Museum Nasional, dan Balai Kota.
Editor : Abdullah Rifai
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2025