Selain Pulau Sentosa di Singapura yang selama ini keindahannya cukup dikenal di belahan dunia, ternyata keunikan dan keindahan pulau Gulangyu di Kota Xiamen, China juga tidak kalah menariknya. Karena keindahannya itu, pulau yang terletak di bagian selatan China ini hampir setiap hari selalu ramai dipadati oleh wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Di pulau ini terdapat bukit-bukit dan pepohonan tua yang rindang, dengan bangunan rumah gedung dan vila yang cantik berlindung di baliknya, menyuguhkan suatu pemandangan yang indah dan nuansa yang damai. Bahkan, jika dilihat dari kota Xiamen, pulau yang luasnya sekitar 2 kmĀ² ini tampak tenang. Apalagi pada malam hari, kerlap-kerlip lampu di pulau ini laksana hamparan kristal di tengah beludru hitam yang cantik nanmemesona. Para wisatawan dapat mengunjungi pulau itu dengan menggunakan kapal feri dari Pulau Xiamen dengan jangka waktu kurang lebih 5 menit. Sebetulnya jarak yang cukup dekat itu bisa dibuat jembatan atau kanal, hanya saja pemerintah tidak melakukan karena untuk menjaga keasliannya. Selain keindahan pantainya, pulau yang masuk dalam wilayah Kota Xiamen, Provinsi Fujian itu dikenal dengan sebutan kota tua karena banyaknya arsitektur bangunan-bangunan tua yang bervariasi. Puluhan bangunan tua itu merupakan bekas bangunan kolonial berupa gedung perkantoran, pemukiman, sekolah, pertokoan, rumah sakit, dan gereja masih yang kini masih tegak berdiri. Dulunya, berbagai konsulat dari 13 negara di antaranya Inggris, Prancis dan Jepang, didirikan di sini. ANTARA bersama rombongan dari Pemkot Surabaya berkesempatan menengok keindahan Pulau Gulangyu beberapa hari lalu. Kedatangan rombongan Pemkot Surabaya kali ini selain program "sister city" dengan Pemkot Xiamen juga ingin mengetahui pengelolaan bangunan cagar budaya di Pulau Gulangyu. "Hampir seluruh gedung-gedung tersebut masih difungsikan," kata pemandu wisata Wu Wei Min atau yang biasa dipanggil Aming. Hanya saja, lanjut dia, peruntukannya telah dialihkan untuk kepentingan wisata seperti museum, teater boneka atau sekolah dan sebagian juga dipergunakan penduduk untuk tempat tinggal. Total penduduk yang ada di pulau ini mencapai 20 ribu jiwa. Hingga kini, hampir semua gedung masih tertata dengan rapi seperti halnya jalan, gang dan detail arsitekturnya yang bergaya Victorian. Pemkot Xiamen terus melakukan pemelihara dengan mengecat ulang secara berkala dan menjauhkan dari coretan tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Maka tidak heran Gulangyu juga dapat sebutan sebagai Museum Bangunan Mancanegara karena bangunan-bangunan rumahnya yang aneka gaya, ada yang bergaya Eropa dengan genteng merah dan atap landai, ada gereja Katolik yang beratap runcing, rumah gaya Jepang yang kecil mungil, serta vila-vila perpaduan gaya Timur dan Barat dalam aneka bentuk. Diketahui lebih satu abad yang lalu, tepatnya setelah perang candu antara Tiongkok dan Inggris pada tahun 1840, pemerintah Tiongkok pada masa itu yang kalah perang dipaksa membuka Kota Xiamen sebagai pelabuhan dagang. Sedikitnya 13 negara antara lain Inggris, Jerman, Amerika, Prancis, Jepang, Belanda dan Spanyol berturut-turut membuka konsulat di pulau ini. Kemudian, para pengusaha dan pendeta asing juga datang ke sini mebangun vila, sekolah, perusahaan dagang, gereja dan sebagainya. "Indah sekali. Baru pertama kali ini, saya melihat bangunan tua dikelola dengan baik sehingga tampak indah," kata salah seorang wisatawan asal Surabaya, Wahyu, saat ikut bersama rombongan Pemkot Surabaya mengunjungi Pulau Gulangyu. Menurut dia, sebenarnya di Surabaya memiliki banyak bangunan cagar budaya atau bersejarah yang bisa dioptimalkan menjadi tempat wisata. Sayangnya banyak bangunan yang tidak bisa dikelola dengan baik. Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berharap dengan adanya kerja sama "sister city" antara Pemkot Surabaya dengan Pemkot Xiamen bisa belajar banyak bagaimana cara pengelolaan bangunan cagar budaya. Salah satu mahasiswa asal Indonesia yang belajar di Xiamen, Haryono mengatakan bahwa di pulau ini juga biasa menjadi tempat "pre wedding" bagi muda-mudi yang akan melangsungkan acara pernikahan. "Pulau ini juga unik karena pengunjungnya tidak boleh menaiki kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat," ucapnya. Bahkan semua bahan bangunan yang digunakan dalam tempat pembangunan di sini diangkut dengan gerobak yang ditarik dengan tenaga manusia. Sepeda yang jumlahnya hanya 10 di pulau ini masing-masing milik kantor perusahaan listrik, kantor perusahaan gas dan kantor pos. Maka di pulau ini tidak ada kebisingan kendaraan bermotor maupun hiruk pikuk manusia, sehingga wisatawan dapat dengan tenang menikmati keindahan panorama Pulau Gulangyu. Taman Piano Selain keindahan alamnya, pulau ini juga memiliki sekitar 5.000 piano. Sehingga tidak heran jika pulau Gulangyu juga dinamakan Pulau Piano. Bahkan ketika wisatawan berkeliling di Pulau Gulangyu, suara piano pasti akan mengalun di mana-mana. "Rata-rata hampir setiap rumah terdapat satu piano," tutur Aming, pemandu wisata, menambahkan. Banyaknya penduduk Gulangyu yang memiliki piano, ternyata mempengaruhi apresiasi dan ketertarikan mereka pada musik. Alhasil, cukup banyak musisi dan pianis China terkenal berasal dari pulau ini. Sebut saja misalnya Yin Chengzong, Xu Feiping, Wu Tianqiu, Xu Xing, dan Chen Zuohuang. Pulau ini juga memiliki sebuah museum piano yang menampilkan lebih dari 70 piano antik dari seluruh dunia, Museum ini dibangun seorang warga Gulangyu yang kini bermukim di Australia, Hu Youyi pada 2000. Di museum ini, ada beberapa piano otomatis buatan satu abad lebih yang lalu. Piano tersebut bisa memainkan musik secara otomatis dengan membaca lembaran musik yang dibuat secara khusus. Museum satu-satunya di China ini juga memamerkan piano-piano terkenal dari berbagai belahan dunia seperti Jerman, Prancis, Austria, dan Amerika Serikat. Dari sekitar 100 piano yang dipamerkan, beberapa di antaranya berusia lebih dari seabad. Aming menjelaskan Gulangyu menjadi terkenal dengan piano berawal lebih dari seabad silam ketika para misionaris Kristen berdatangan ke pulau ini pada tahun 1840-an. Ketika itu, selain membawa Injil, mereka juga membawa piano. Dalam setiap pelayanan atau aktivitas keagamaan yang mereka lakukan, alunan musik dari piano selalu hadir memeriahkan suasana. Kabag Humas Pemkot Surabaya Nanis Chairani saat berkunjung ke Pulau Gulangyu mengakui keunikan yang ada di pulau itu. Bahkan di hadapan pejabat Pemkot Xiamen, Nanis mengatakan Pemkot Surabaya perlu banyak belajar mengelola bangunan cagar budaya. Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berharap dengan adanya kunjungan ke Xiamen China ini, diharapkan bisa menjadi masukan bagi pemkot untuk mengelola bangunan cagar budaya di Surabaya agar lebih baik. "Sebetulnya bangunan cagar budaya di Surabaya menarik hanya saja tidak terawat dengan baik," ujarnya. Menurut dia, Surabaya memiliki ratusan bangunan cagar budaya. Hanya saja banyak yang milik perorangan. Sehingga bangunan yang kini terawat dengan baik, hanya bangunan yang menjadi milik pemkot. "Upaya pemerintah saat ini adalah memberikan diskon pajak bumi bangunan (PBB) kepada pemilik cagar budaya. Diharapkan mereka mampu menjaga dan memeliharanya," paparnya. Adapun yang perlu di contoh dari China, kata dia, banyak warga yang ikut menjaga kelestarian bangunan cagar budaya. Selain itu, pengelolaan semua cagar budaya diserahkan ke pemerintah. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012