Surabaya - Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) meminta Pemerintah Kabupaten Malang memediasi para pihak yang bersengketa dalam konflik agraria di Desa Harjokuncaran, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.
"Untuk menelusuri konflik tersebut, pemerintah daerah harus proaktif memfasilitasi dua kelompok yang bersengketa agar semua persoalan bisa terang benderang. Kalau dibiarkan akan menjadi 'bom waktu'," ujar Ketua Bidang Penggalangan Tani DPN Repdem, Sidik Suhada, di Surabaya, Jumat.
Sidik Suhada mengemukakan hal itu menyikapi konflik agraria antara petani dengan TNI di Kabupaten Malang yang kembali memanas dengan adanya ratusan petani penggarap dari dua dusun di Desa Harjokuncaran yang mematok tanah yang selama ini dikuasai Pusat Koperasi Angkatan Darat (Puskopad).
Dalam sengketa tanah yang sudah terjadi cukup lama itu, Puskopad mendaku (klaim) tanah Perkebunan Tlogorejo seluas 662 hektare sebagai miliknya, sedangkan warga mengaku memiliki bukti letter E dan letter C yang dipegang 900 kepala keluarga (KK) dari Dusun Mulyosari dan Krajan Harjokuncaran.
Menurut Sidik Suhada, Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus mengkaji ulang bila ternyata ada penyalahgunaan terhadap izin HGU.
Bahkan, jika benar-benar ada penyalahgunaan izin HGU, termasuk HGU yang tidak dikelola sesuai dengan perizinannya, maka BPN mempunyai kewenangan untuk mencabut izin HGU tersebut.
"Jika tidak segera diselesaikan, maka konflik agraria itu sangat berpotensi makin memanas. Sebelum ada korban jika, maka pemerintah daerah harus segera tanggap dalam mengatasi konflik agraria," katanya.
Ia berpendapat jika tanah seluas 662 hektare yang selama ini didaku (klaim) milik Puskopad itu adalah bagian dari bisnis militer, maka hal itu sudah tidak diperbolehkan lagi.
"Itu karena UU Nomor 34 Tahun 2004 sudah melarang TNI berbisnis dan semua bisnis militer harus diserahkan kembali pada pemerintah," katanya.
Selain itu, jika tanah yang saat ini dikelola pihak Puskopad itu merupakan praktik usaha koperasi yang dimiliki Puskopad melalui izin pengusahaan tanah HGU, maka Puskopad harus mengelola dan mengusahakan sendiri tanah HGU tersebut.
"Karena tanah HGU itu tidak diperbolehkan disewakan ke pihak ketiga sebagaimana yang dilakukan Puskopad di Desa Harjokuncaran," katanya.
Namun, jika Puskopad memiliki izin HGU, tentu perlu dipertanyakan ke BPN, karena sengketa tanah tersebut sudah berlangsung lama dan BPN tidak diperbolehkan mengeluarkan izin HGU di atas tanah yang masih bersengketa.
"Apalagi jika benar ada warga yang memiliki bukti letter E dan Letter C dan warga tidak pernah melepaskan atau menjual tanah tersebut kepada Puskopad," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012