Surabaya - Pansus Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) DPRD Kota Surabaya menilai Pemkot Surabaya diduga sempat ditelikung pada saat pembahasan rencana pembangunan tol jurusan Waru-Perak yang digelar di Bandung pada 27-28 Juni 2011. Sekretaris Pansus RTRW DPRD Surabaya Saiful Bahri, Jumat, mengatakan, semula undangan dari Dirjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum tersebut adalah seputar pendampingan teknis percepatan penyelesaian RTRW Surabaya, namun ternyata lebih fokus membahas rencana pembangunan tol Waru-Perak. "Makanya dalam kesempatan tersebut, pihak pemkot tidak bersedia menandatangani berita acara karena yang ditugaskan hanya staf biasa dari Bappeko yang tidak bisa mengeluarkan kebijakan," katanya. Utusan dari Pemkot Surabaya tersebut adalah Farhan Sanjaya yang bertugas sebagai Staf Subid LHTR Bidang Fisik dan Prasarana Bappeko Surabaya. Sedangkan peserta yang hadir dalam kesempatan itu adalah Direktur perkotaan Dirjen Penataan Ruang Kementerian PU Joessair Lubis, Kasubdit Pembinaan Kota Kementerian PU Firman Mulia Hutapea, Kabid Tata Ruang DPU Cipta Karya dan Tata Ruang Pemprov Jatim Endah Angreni, Kasubid Perencanaan Tata Ruang Bidang Pengembangan Regional Bappeda Pemprov Jatim Tiat Surtiati, Konsultan Managemen Regional Abubakar Sanusi dan Tim Pendamping Daerah M. Nurhadi. Hasil kesepatakan dari pertemuan di Bandung tersebut meliputi substansi RTRW Surabaya perlu disesuaikan dengan arah kebijakan dari RTRW Nasional, RTRW Provinsi Jatim dan peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku meliputi UU No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang pasal 6 ayat 5 yang mengamanatkan bahwa pengelolaan ruang laut dan ruang udara diatur dengan undang-undang sendiri. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 tentang RTRWN telah tercantum dalam lampiran III tentang jalan bebas hambatan dalam kota di Provinsi Jatim salah satunya adalah ruang Waru (Aloha)-Wonokromo-Tanjung Perak. Dalam RTRW Surabaya belum mencantumkan rencana ruas jalan yang dimaksud. Mengingat peraturan perundang-undangan yang belum dipenuhi, maka Pemerintah Kota Surabaya belum dapat memperoleh rekomendasi Gubernur tentang persetujuan substansi RTRW yang menjadi dasar untuk proses pembahasan di Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) dalam rangka penerbitan persetujuan dari Menteri PU. Dalam berita acara tersebut, Pemkot Surabaya diminta melakukan penyempurnaan substansi teknis sebagaimana peraturan perundang-undangan. Adapun target waktu masksimal pembahasn di BKPRN adalah pada 26 Oktober 2011. Konsekwensinya dari keterlambatan RTRW Surabaya akan berdampak pada tidak adanya acuan formal yang memiliki ketetapan hukum sebagai dasar penerbitan perizinan pemanfaatan ruang yang akan menghambat kegiatan pembangunan di Kota Surabaya. "Ini yang akan dibahas di Pansus. Paling tidak harus ada kepastian dari Pemerintah Provinsi khususnya dari Gubernur Jatim terkait hal ini. Jika tidak ada kepastian, maka pembahasan RTRW tidak ada manfaatnya dan ujung-ujunganya dikembalikan lagi ke pemkot," katanya. Ketua Pansus RTRW DPRD Surabaya Herlina mengatakan dalam pembahasan RTRW Surabaya sebaiknya Pemkot Surabaya dan pemprov Jatim harus sama-sama legowo. "Bukan saling ngotot, tapi memikirkan kondisi terbaik bagi Kota Surabaya," ujarnya. Menurut Herlina, semua harus fokus bahwa apapun keputusan RTRW itu adalah terbaik bagi Surabaya. Tentunya alasan tersebut harus dilandasi dengan rasionalitas yang tinggi. "Tentunya alasan-alasan tersebut sebaiknya dijabarkan supaya masyarakat juga bisa menilai," katanya. Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Hendro Gunawan belum bisa dikonfirmasi. Bahkan ditelepon melalui ponselnya tidak aktif. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012