Jakarta - Pemerintah Indonesia meminta pengakuan terhadap keterampilan buruh migran dalam rangka meningkatkan aspek perlindungan para pekerja migran maupun memberikan keuntungan bagi negara pengirim maupun negara penerima. "Keterampilan kerja yang dimiliki pekerja migran, baik yang bekerja di sektor formal maupun yang bekerja di sektor 'domestic worker' harus diakui semua negara, sehingga menguntungkan semua pihak. Pengakuan ini akan mengarahkan dan menetapkan keterampilan kerja berbasis pada jabatan kerja tertentu," kata Sekjen Menakertrans Muchtar Luthfie. Muchtar Luthfie mengatakan hal itu mewakili Menakertrans pada Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi (Senior Official Meeting/SOM) dan Pertemuan Tingkat Menteri "Abu Dhabi Dialog" ke-2 di Manila, Filipina, 17-19 April, dalam pernyataannya di Jakarta, Minggu. Saat ini, baru Malaysia yang menyepakati kebijakan penetapan spesifikasi pekerjaan untuk sektor domestik dimana penempatan TKI ke Malaysia akan berdasarkan kepada empat spesifikasi pekerjaan yaitu "house keeper" (pengurus rumah tangga), tukang masak, "baby sitter" (pengasuh bayi/anak) dan "caretaker" (perawat jompo). Muchtar menyebut dengan adanya pengakuan keterampilan pekerja migran itu diharapkan dapat meningkatkan perlindungan terhadap pekerja migran tersebut. Dan untuk memaksimalkan perlindungan tersebut, Muchtar mengatakan akan dibutuhkan keseimbangan peran dan tanggung-jawab antara negara pengirim dan negara penerima sejak masa pre-employment hingga kembali ke negara asal. "Pengakuan terhadap keterampilan pekerja migran ini dapat meningkatkan aspek perlindungan dan memberikan benefit/keuntungan ekonomi tidak saja kepada pengirim, tetapi juga kepada pengguna jasa maupun negara penerima pekerja migran," ujar Muchtar. Kerja sama internasional dalam tingkat multilateral, regional maupun bilateral juga dinilai penting untuk meningkatkan perlindungan tenaga kerja migran tersebut. Muchtar mengatakan, pengetatan proses rekruitmen tenaga kerja migran, khususnya dari aspek kontrak kerja harus disepakati antara pekerja dan pemberi kerja serta diverifikasi oleh pihak berwenang terkait dari kedua negara sehingga benar-benar dapat menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Pertemuan Abu Dhabi Dialog ke-2 itu mengangkat tema "Sustaining Regional Cooperation Toward Enhanced Management of Temporary Contract Employment Cycle" in Asia, yang merupakan tindak lanjut dari Pertemuan Persiapan SOM yang telah dilaksanakan di Dubai tanggal 25 January 2012. Forum Abu Dhabi Dialogue ke-2 itu diadakan untuk membahas dan mengadopsi Kerangka Kerjasama Regional di antara Negara Pengirim dan Penerima Buruh Migran, yang merupakan pertemuan kedua setelah pertemuan pertama dilakukan pada tahun 2008 di Abu Dhabi. Dalam Abu Dhabi Dialog ke-1 disepakati bahwa dibutuhkan sebuah bentuk kerjasama diantara negara pengirim dan penerima buruh migran dalam meningkatkan pengelolaan pekerja migran yang bertujuan untuk memberikan dampak positif kepada semua pihak. Pertemuan Abu Dhabi Dialog ke-2 itu dihadiri 11 negara asal buruh migran yang tergabung dalam kelompok Colombo Process yaitu Afghanistan, Bangladesh, China, India, Indonesia, Nepal, Pakistan, Filipina, Thailand dan Vietnam serta tujuh negara tujuan/penempatan yang tergabung dalam kelompok Negara Gulf Cooperation Council (GCC) yaitu Negara Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Persatuan Emirat Arab (PEA) dan dua negara observer yaitu Malaysia dan Singapura.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012