Kesadaran kaum perempuan untuk melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan munculnya kanker payudara perlu ditingkatkan mengingat selama ini seringkali penyakit itu sudah dalam kondisi stadium lanjut ketika seseorang melakukan pemeriksaan, kata pakar bedah onkologi Dr. dr. Desak Gede Agung Suprabawati, Sp.B(K) Onk.

"Yang terjadi selama ini memang seperti itu. Banyak pasien kanker payudara datang ke rumah sakit kondisinya sudah lanjut atau stadiumnya sudah tinggi," kata Dokter Desak usai menjadi pembicara pada seminar "Sadari dan Kenali Kanker Payudara" di RS Ciputra Surabaya (Cihos), Jawa Timur, Sabtu.

Dokter spesialis bedah onkologi RSUD dr. Soetomo Surabaya itu mengatakan, setiap perempuan memiliki potensi terkena kanker payudara sehingga deteksi dini menjadi salah satu cara untuk memastikan ada tidaknya penyakit tersebut.

"Perempuan yang paling mengenal organ tubuhnya sendiri. Kalau merasa ada sesuatu yang mencurigakan di sekitar payudara, seperti benjolan, segera lakukan pemeriksaan ke dokter. Tidak usah takut," ujarnya.

Menurut dia, bibit kanker yang terdeteksi sejak dini akan memudahkan dokter dalam melakukan pengobatan dibanding ketika penyakit itu diketahui sudah dalam kondisi stadium lanjut.

Dokter Desak menambahkan kanker payudara bukan penyakit degeneratif atau turunan karena penyebab faktor genetik hanya 5-10 persen, selebihnya dari faktor hormonal, riwayat tumor jinak, lingkungan (makanan, merokok, dan pola hidup), dan sejumlah faktor lainnya.

Mengutip data Global Cancer Statistics (Globocan) tahun 2020, Dokter Desak menjelaskan kasus kanker payudara menempati urutan teratas di Indonesia dengan jumlah 65.858 kasus (30,8 persen), disusul kanker serviks 36.633 kasus (17,2 persen) dan kanker ovarium 14.896 kasus (7 persen).

"Sampai sekarang penyebab atau faktor utamanya belum diketahui. Hanya kalau di lingkungan keluarga ada yang punya riwayat pengidap kanker payudara, sebaiknya saudara atau anak perempuannya melakukan pemeriksaan dini untuk jaga-jaga," ujarnya.

Selain pemeriksaan manual yang bisa dilakukan sendiri dengan meraba bagian payudara, Dokter Desak menambahkan saat ini sudah ada peralatan medis canggih untuk mendeteksi kanker payudara. Salah satunya peralatan pemeriksaan payudara dengan ultrasonografi dan teknologi 3D yang 30 persen lebih hasilnya lebih valid (Automated Breast Ultrasound System/ABUS).

Direktur RS Ciputra Surabaya dr. Sisca Sindhuatmadja mengatakan rumah sakit yang dipimpinnya kini sudah dilengkapi peralatan baru Invenia ABUS 2.0 yang siap memberikan pelayanan bagi masyarakat Surabaya dan sekitarnya.

"Teknologi ABUS berbeda dengan mamografi yang selama ini sudah dipakai. Sistem kerjanya seperti peralatan USG, membuat pasien lebih nyaman dan hasilnya 30 persen lebih valid karena dilengkapi teknologi tiga dimensi (3D)," katanya pada kesempatan seminar itu.

Menurut Sisca, RS Ciputra merupakan salah satu rumah sakit swasta di Kota Surabaya yang memiliki layanan pemeriksaan kanker payudara dengan teknologi ABUS terbaru.

Sementara itu, penyintas kanker payudara dari Komunitas Lovepink Surabaya Asih Suprapti mengajak seluruh masyarakat, terutama kaum perempuan, untuk peduli dengan kanker payudara karena penyakit ini bisa muncul pada perempuan segala usia.

"Edukasi itu yang kami galakkan terus-menerus, terutama fokus kami pada para generasi Z (kelahiran 1997 hingga 2012). Meskipun data terbanyak pengidap kanker payudara usia di atas 40 tahun, tetapi ada juga mereka yang usia 17 dan 20 tahun sudah kena," ujarnya.

Asih juga mengingatkan mereka yang mengidap kanker payudara tidak memilih pengobatan alternatif untuk penyembuhan karena hal itu justru membuat penyakitnya semakin parah. "Lakukan pengobatan medis, jangan ke (pengobatan) alternatif," tambahnya.

Pewarta: Didik Kusbiantoro

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024