Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Surabaya dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jawa Timur menemukan sejumlah pelanggaran saat proses pemungutan suara di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Kota Surabaya.
Pasangan suami istri di TPS 3, Kelurahan Kalijudan, Kecamatan Mulyorejo saat hendak memberikan suara, menemukan surat suara yang berlubang, menyerupai bekas coblosan paku. Hal ini terjadi pada dua surat suara pertama yang diterima mereka, sebelum akhirnya mendapatkan surat suara ketiga yang tidak bermasalah.
"Surat suara ini jelas-jelas berlubang, mirip bekas coblosan. Ini bukan cacat cetak, tetapi lebih seperti bekas tusukan paku,” ujar Panwascam Mulyorejo, Surabaya, Dodik Wahyono dalam keterangannya, Selasa.
Bawaslu Surabaya memastikan temuan ini menjadi prioritas investigasi untuk menjaga integritas proses pemilu. Selain itu, Bawaslu Surabaya juga mencatat masalah distribusi logistik di beberapa TPS.
Misalnya, TPS di Wonocolo dilaporkan kekurangan hingga 300 surat suara, sementara TPS lain justru memiliki kelebihan 100 hingga 300 surat suara.
"Tantangan distribusi logistik ini harus dievaluasi agar tidak terulang pada pemilu berikutnya," ujar Koordinator Divisi SDM Bawaslu Surabaya Teguh Suasono Widodo.
Bawaslu Surabaya menegaskan terus mendalami semua temuan ini. Langkah-langkah evaluasi dan investigasi menyeluruh akan dilakukan untuk memastikan setiap dugaan pelanggaran ditindak sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Kami tidak akan membiarkan integritas proses pemilu ini ternodai. Temuan-temuan ini akan menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan ke depan,” kata Teguh.
Sementara itu, Ketua KIPP Jatim, Herdian menambahkan bahwa Surabaya menjadi salah satu kota dengan temuan kasus politik uang tertinggi, bersama Gresik dan Jember.
Herdian menyebutkan bahwa dari 25 temuan politik uang, sebagian besar masih menunggu pemenuhan syarat formil dan materiil untuk dilaporkan ke Bawaslu.
“Kendala utama adalah keberanian masyarakat melapor. Misalnya, di Surabaya ada ibu-ibu yang diberi uang untuk mencoblos kotak kosong, tetapi keberatan menjadi saksi,” kata Herdian.
Menanggapi temuan ini, Koordinator Hukum dan Advokasi TPP Khofifah-Emil Edward Dewaruci mengapresiasi sebesar-besarnya kepada KIPP yang sudah dengan berani membuka dugaan kasus pelanggaran pilkada yang terjadi di Jatim, termasuk yang ada di di Surabaya.
"Ini merupakan bukti bahwa masyarakat turut andil dalam mengawasi pelaksanaan pesta demokrasi secara Luber Jurdil demi menegakkan nilai-nilai demokrasi," ujarnya.
Lebih lanjut, Edward menekankan pentingnya perhatian dari penyelenggara pemilu dan aparat penegak hukum.
“Kami meminta kepada penyelenggara pemilu untuk memberikan atensi terhadap dugaan pelanggaran pilkada dan menindaklanjutinya atas nama nilai-nilai demokrasi," katanya.
Pihaknya juga mendesak aparat penegak hukum untuk menjamin keamanan masyarakat yang mengawal pelaksanaan pemilu, termasuk dari intimidasi maupun pembungkaman pelaporan kepada Bawaslu.
Atas temuan KIPP di Surabaya, pihaknya menilai terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, maka bukan tidak mungkin pola kecurangan tersebut dilakukan juga di daerah lain.
"Hal ini kami buktikan dengan laporan yang telah masuk ke hotline TPP bidang Hukum & Advokasi; per hari ini tidak hanya dari Kota Surabaya, tapi juga beberapa kota dan kabupaten di Jawa Timur juga melaporkan dugaan pelanggaran pemilu yang tentunya akan kami tindaklanjuti sebagai bentuk pertanggungjawaban kami untuk melaksanakan pemilu yang Luber Jurdil,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024