Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL) tidak mampu melaksanakan mandatnya, dan Dewan Keamanan PBB harus menarik kesimpulan yang sesuai, kata Perwakilan Tetap Lebanon untuk PBB di Jenewa, Salim Baddourah, dalam sebuah wawancara dengan RIA Novosti.
Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 1701 setelah Perang Israel-Lebanon 2006. Menurut dokumen tersebut, keberadaan formasi paramiliter mana pun, kecuali yang berasal dari angkatan bersenjata Lebanon atau pasukan PBB, dilarang di selatan Sungai Litani.
Namun, selama 18 tahun terakhir, Hizbullah telah membangun kembali infrastrukturnya di selatan Lebanon, sementara angkatan bersenjata Israel melakukan serangan udara dan laut hampir setiap hari ke negara tetangga, melanggar kedaulatannya, sambil mempertahankan kendali atas sebagian wilayah Lebanon.
Baca juga: DK PBB gelar sidang darurat bahas serangan Israel terhadap Iran
"Kami mengutuk serangan Israel terhadap UNIFIL dan tentaranya. UNIFIL telah gagal melaksanakan mandatnya karena Israel terus-menerus melanggar Resolusi 1701 dan kedaulatan Lebanon," katanya.
"Dewan Keamanan harus bertindak secara bertanggung jawab dalam hal ini, karena merekalah yang memberikan mandat kepada UNIFIL. Mereka harus menyatakan ancaman yang mengintai, dan Dewan Keamanan harus menarik kesimpulan yang sesuai," ujar Baddourah.
Baddourah menambahkan bahwa hubungan antara otoritas Lebanon, serta Angkatan Bersenjata Lebanon dan UNIFIL selalu sangat baik, "berdasarkan kepercayaan dan kerja sama."
"Masalah sebenarnya bukan pada mandat itu sendiri. Ini adalah ketidakpatuhan Israel terhadap kedaulatan Lebanon, permusuhannya, ancaman konstan, dan niat ekspansionis terhadap sebagian wilayah kami."
"Resolusi 1701 dalam bentuknya saat ini adalah alat yang baik, tetapi harus dilaksanakan sepenuhnya. Dan itu hanya dapat memastikan berakhirnya permusuhan jika Israel berkomitmen untuk mematuhinya dan jika ada jaminan internasional yang sejalan," ungkap diplomat tersebut.
Menurut Baddourah, Lebanon menggunakan semua saluran yang dimilikinya untuk meningkatkan kesadaran di kalangan badan-badan PBB, masing-masing sesuai dengan kompetensinya, tentang pelanggaran yang dilakukan oleh Israel.
"Kami berusaha untuk memaksa mereka (badan PBB) untuk mengutuk pelanggaran ini dan meminta kepatuhan terhadap hukum kemanusiaan internasional, gencatan senjata, dan pelaksanaan Resolusi Dewan Keamanan 1701."
"Secara bersamaan, kami bekerja untuk memastikan bahwa organisasi internasional dapat memobilisasi dana dan bantuan yang diperlukan untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya," tegas diplomat itu.
Pada 13 Oktober, pasukan penjaga perdamaian UNIFIL melaporkan bahwa dua tank Merkava Israel telah menghancurkan gerbang utama yang mengarah ke kompleks PBB di pagi hari dan telah memasuki kompleks tersebut.
Tank-tank tersebut mundur setelah 45 menit, tetapi pasukan penjaga perdamaian di kompleks yang sama kemudian melaporkan adanya tembakan sekitar 100 meter di utara lokasi mereka, diikuti oleh asap tebal yang menyebabkan iritasi kulit dan masalah perut bagi 15 penjaga perdamaian meskipun mereka mengenakan masker pelindung. Mereka saat ini sedang menjalani perawatan.
Sejak 1 Oktober, Israel telah melakukan operasi darat melawan pasukan Hizbullah di selatan Lebanon dan terus melakukan pemboman udara terhadap negara tetangga, di mana lebih dari 2.600 orang telah tewas, termasuk pemimpin Hizbullah, dan lebih dari satu juta orang telah menjadi pengungsi.
Meskipun mengalami kerugian, termasuk di kalangan staf komando, Hizbullah tetap melakukan pertempuran darat dan tidak berhenti meluncurkan roket ke wilayah Israel.
Tujuan utama kampanye militer Israel dikatakan untuk menciptakan kondisi kembalinya 60.000 penduduk utara yang dievakuasi akibat tembakan Hizbullah setahun lalu yang mendukung gerakan Palestina, Hamas.
Sumber: Sputnik-OANA
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024