Komisi Yudisial (KY) mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan pejabat di Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar sebagai tersangka karena menjadi perantara dalam dugaan suap di PN Surabaya.

"KY mengapresiasi Kejagung yang terus mengungkap praktik suap di lembaga peradilan. Apalagi, dalam pengembangannya melibatkan mantan pejabat di Mahkamah Agung sebagai tersangka," kata Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam siaran pers yang diterima ANTARA, di Jakarta, Sabtu.

Menurut Mukti, kasus ini membuat publik menyoroti lemahnya integritas hakim dan aparat pengadilan lain dalam menegakkan hukum. Hal, lanjut dia, tentu jadi perhatian KY yang bertugas mengawasi kinerja peradilan.

Karenanya, KY mendukung adanya sinergitas dengan Mahkamah Agung (MA) untuk menelusuri kasus suap ini hingga tuntas.

Tidak hanya itu, Mukti juga berharap kolaborasi ini dapat membantu ke dua belah pihak membongkar adanya kasus suap lain di tubuh peradilan.

Kejaksaan Agung menetapkan mantan Kabadiklat Kumdil MA berinisial Zarof Ricar (ZR) sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam putusan tingkat kasasi terhadap Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti.

"Yang bersangkutan diduga keras telah melakukan tindak pidana korupsi, yaitu melakukan pemufakatan jahat suap dan gratifikasi bersama dengan LR, pengacara Ronald Tannur," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (25/10).

Ia mengatakan pemufakatan jahat yang dilakukan ZR adalah melakukan suap bersama dengan LR untuk memuluskan putusan kasasi pada tingkat Mahkamah Agung.

Mahkamah Agung menangani kasasi terhadap Ronald Tannur dan telah mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum dengan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama lima tahun kepada Ronald.

Ia menjelaskan pengungkapan kasus ini berawal dari keterangan LR. Pengacara Ronald Tannur itu mengaku meminta ZR agar mengupayakan hakim agung pada MA untuk menyatakan bahwa Ronald Tannur tidak bersalah pada putusan kasasinya.

"LR menyampaikan kepada ZR akan menyiapkan uang atau dana sebesar Rp5 miliar untuk hakim agung dan untuk ZR diberikan fee (upah) sejumlah Rp1 miliar atas jasanya," kata Qohar.

Kemudian, pada Oktober 2024, LR memberikan uang Rp5 miliar kepada ZR dengan catatan bahwa uang tersebut diperuntukkan Hakim Agung berinisial S, A, dan S yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur.

Lalu, pada Kamis (24/10), ZR ditangkap di sebuah hotel di Bali. Setelah dilakukan pemeriksaan dan menyita sejumlah barang bukti, penyidik Jampidsus Kejagung lalu menetapkan ZR sebagai tersangka pemufakatan jahat suap dan gratifikasi.

Selain itu, LR selaku pengacara Ronald Tannur juga menjadi tersangka pemufakatan jahat untuk melakukan suap.

Tersangka ZR disangkakan dengan Pasal 5 Ayat 1 juncto Pasal 15 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Untuk tersangka LR disangkakan dengan Pasal 5 Ayat 1 jo. Pasal 15 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Guna kepentingan penyidikan, ZR ditahan di Rutan Kejagung selama 20 hari ke depan, sementara LR tidak ditahan karena sudah menjalani penahanan berdasarkan kasus dugaan suap pada tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas Ronald Tannur.

Pengungkapan kasus ini merupakan kali kedua Kejagung mengungkap tersangka dugaan suap di balik dakwaan yang menjerat Ronald Tannur.

Pewarta: Walda Marison

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024