Menjadi kelompok minoritas di Indonesia semacam homoseksual baik lesbian (untuk perempuan pecinta sesama jenis) dan gay (untuk pria), bukanlah perkara mudah. Banyak stigma yang kemudian melekat pada kelompok ini, yang dianggap menyimpang. Kelompok ini cenderung dijauhi keluarga, dicemooh, dianggap tidak bermoral, sampai dalam urusan agama dijanjikan neraka jahanam. Kasus Mujianto (24), seorang gay asal Desa Desa Jatikapur, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, mengingatkan kembali pada kasus Very Idham Henyansyah, atau dikenal dengan panggilan Ryan asal Jombang. Kasus itu mencuat pada 2008. Berawal ditemukannya jenazah Heri Santoso (40), seorang manajer penjualan sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Ia dibunuh dan tubuhnya dimutilasi oleh Ryan di sebuah apartemen di Jalan Margonda Raya, Depok. Berdasarkan pengakuan Ryan, dia membunuh Heri karena tersinggung setelah Heri menawarkan sejumlah uang untuk berhubungan dengan pacarnya, Noval (seorang laki-laki). Hampir serupa dengan kasus yang melibatkan Ryan, Mujianto juga demikian. Melakukan pembunuhan pada pria-pria yang dituding adalah "teman dekat" kekasih yang diakuinya, Joko Suprianto, seorang pegawai negeri asal Kabupaten Nganjuk. Mujianto menghilangkan nyawa lima orang, dan hampir membunuh 18 orang lainnya menggunakan racun tikus. Motif utama, lantaran Mujianto mengaku cemburu. Kekasihnya berpaling pada pria lain, hingga sudah tidak perhatian lagi. Bedanya, kasus Ryan selain cemburu, juga ada unsur memiliki harta orang lain, sementara Mujianto karena cemburu. Menapaki kasus Mujianto, tentunya perlu perhatian serius. Sejumlah psikiater yang sempat memeriksa Mujianto mengatakan fenomena perubahan karakter ini tidak selalu dari lahir, melainkan dibentuk oleh sosial. Hal ini dikemukakan oleh Psikiater Polda Jatim, dr Roni Subagia Sp.KJ, yang sempat memeriksa Mujianto di RS Bhayangkara, Madiun. Ia menyebut, perubahan orientasi seksual Mujianto terjadi setelah ia bekerja pada Majikannya, Joko Suprianto, dua tahun lalu (2009). "Ia sebelumnya normal, pernah mempunyai kekasih," katanya setelah pemeriksaan saat itu. Bukan perkara mudah, orangtua Mujianto menerima hal ini. Terlebih lagi, tindak kriminal yang dilakukan Mujianto berlatar belakang cemburu pada pasangan sesama jenisnya. Malu, kaget, tentunya yang itu dirasakan oleh keluarga. Bahkan, saking kagetnya, ibunda angkat Mujianto sampai kumat sakit jantung lemahnya. Masyarakat di Indonesia belum bisa bisa menerima sepenuhnya kelompok yang dianggap menyimpang dari fitrah manusia itu. Walaupun sejak akhir abad ke-19, telah ada gerakan menuju hak pengakuan keberadaan dan hak-hak legal bagi orang-orang homoseksual, yang mencakup hak untuk pernikahan dan kesatuan sipil, hak adopsi dan pengasuhan, hak kerja, hak untuk memberikan pelayanan militer, dan hak untuk mendapatkan jaminan sosial kesehatan. Beberapa negara bagian di Amerika Serikat saat ini sudah mengesahkan pernikahan gay secara hukum. Terakhir, Maryland adalah negara bagian ke delapan yang mengizinkan pernikahan sesama jenis setelah New York, Massachusetts, Connecticut, Vermont, New Hampshire, Iowa, dan Washington DC. Namun, perlu diingat tentang budaya. Negara-negara barat mengusung kebebasan, sementara Indonesia, masih teguh memegang adat ketimuran, yang cenderung lebih santun dan mempunyai tata krama. Sejumlah kalangan juga menilai, kelompok minoritas membuat mereka cenderung posesif. Mereka cemburu, jikalau pasangan mereka pindah ke lain hati. Bahkan, mereka tidak segan-segan melukai orang lain, yang mengambil pasangannya. Namun, hal ini ditampik Ketua Pembina Gay Nusantara Dede Utomo yang menolak tuduhan bahwa kaum gay cenderung posesif. Ia menilai, apa yang dilakukan Mujianto merupakan gangguan kejiwaan. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012