Memang kalah 1-2, tetapi Indonesia tampil sebagai tim yang tampil lebih menekan, lebih menguasai bola, dan lebih banyak menciptakan peluang ketimbang China dalam pertandingan keempat babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia di Qingdao, Selasa malam.
Di luar hasil pertandingan ini yang mungkin disambut gembira oleh para hatter timnas, pemandangan langka tersaji di depan mata jutaan penduduk Indonesia yang menyaksikan pertandingan itu.
Melawan Tim Naga yang berselisih 38 peringkat di atas Indonesia, Nathan Tjoe-A-On cs tampil spartan untuk menyajikan pemandangan langka tentang tim Indonesia yang tampil lebih mendikte dalam pertandingan tandang internasional.
Jika sebuah pertandingan tidak dinilai dari skor akhir dalam laga itu, maka di Qingdao Youth Football Stadium di China itu Indonesia adalah tim yang lebih baik.
Tetapi tim yang lebih baik kadang bukan tim yang memenangkan pertandingan. Ini sudah lumrah terjadi dalam pertandingan-pertandingan kompetitif, termasuk di level Piala Dunia dan Piala Eropa.
Meskipun begitu tak ada alasan untuk tidak mengangkat topi kepada China yang tampil lebih efisien dan sabar menunggu celah lawan.
Dragon Team jeli memanfaatkan kepercayaan diri skuad Shin Tae-yong yang sempat terlalu tinggi pada babak pertama, sampai mereka menciptakan gol pertama yang disarangkan pemain muda asal Xinjiang, Behram Abduweli, setelah Shayne Pattynama dan Ivar Jenner lengah dari gangguan lawan.
Gol kedua China yang dibuat Zhang Yuning juga terjadi karena hampir semua pemain Garuda maju menyerang, sampai terlambat mencegah China melancarkan serangan balik nan cepat berbuah gol yang hanya dibangun oleh dua pemain.
Shin Tae-yong lalu mengubah pola bermain tim dengan tak lagi memasang tiga bek tengah.
Dia memasang formasi standar dua bek tengah yang diapit dua bek sayap, serta menempatkan dua ujung tombak. Tim pun menjadi lebih seimbang baik dalam menyerang maupun bertahan.
Pergantian pola bermain itu sendiri tak mengubah Indonesia sebagai tim yang lebih menguasai lapangan. Sayang, lini serang Garuda kesulitan menembus lawan karena Tim Naga lebih sering menumpuk pemain di garis pertahanan dan mengandalkan serangan balik.
Lebih dominan
Shin Tae-yong lalu mencoba peruntungan timnya dengan memasukkan Pratama Arhan yang spesialis lemparan ke dalam, guna merusak tembok berlapis pertahanan China.
Terbukti kemudian pemain Suwon FC inilah yang merusak konsentrasi barisan belakang China ketika lemparan ke dalamnya menjadi awal bagi terciptanya gol Thom Haye empat menit menjelang waktu normal 90 menit habis.
Arhan hampir mengulanginya pada menit-menit kemudian, tapi kali ini pemain-pemain China lebih siap menangkal kemungkinan kemelut akibat lemparan ke dalam gelandang Indonesia itu.
Ini memang kekalahan yang menyesakkan dada, terutama karena kedua gol lawan tercipta akibat komunikasi bermain yang sempat buruk pada babak pertama.
Namun jika melihat statistik pertandingan ini secara umum, Garuda adalah tim yang lebih dominan.
Melepaskan 602 umpan dengan akurasi 83 persen, Ivar Jenner cs adalah pihak yang mendikte lawan walau tampil jauh di kandang lawan, yang juga laga tandang ketiganya dalam putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026.
Catatan Garuda yang kembali berseragam putih-putih itu jauh lebih baik dibandingkan China yang melepaskan 194 umpan dengan akurasi 52 persen.
Itu artinya, kemampuan pemain-pemain Indonesia dalam mengalirkan bola dari kaki ke kaki tiga kali lebih baik dibandingkan China.
Wajar jika kemudian lalu lintas bola dalam pertandingan ini lebih diatur oleh Merah Putih yang menguasai 76 persen distribusi bola.
Akibatnya pula, pemain-pemain asuhan Shin Tae-yong menjadi kumpulan pemain yang lebih banyak menciptakan peluang ketimbang pemain-pemain asuhan Branko Ivankovic.
Jika China hanya menciptakan 5 peluang yang 3 di antaranya tepat sasaran, maka Indonesia melakukan tiga kali lebih banyak dengan 14 peluang yang 6 di antaranya tepat sasaran.
Setelan awal
Itu statistik yang tak boleh diremahkan, apalagi bagi tim berperingkat paling rendah bukan saja di Grup C tapi juga di seluruh grup putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Terlebih Indonesia harus menjalani dua laga tandang dalam waktu lima hari sembari menempuh perjalanan sejauh total 14 ribu kilometer. Meski perjalanan yang ditempuh China lebih jauh lagi, 16 ribu km, setidaknya dua laga yang dijalani China tak semuanya laga tandang.
Ini kekalahan perdana Garuda dalam putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, tapi ini juga pertama kalinya Garuda menjadi tim yang lebih menekan lawan.
Lebih istimewa lagi, pencapaian itu dilakukan di kandang lawan, yang berselisih peringkat 38 level. China berperingkat 91, sedangkan Indonesia 129.
Masih ada enam pertandingan lagi. Empat dari enam pertandingan ini adalah laga kandang, sedangkan dua lainnya pertandingan tandang.
Jika tampil dominan seperti Selasa malam tadi itu, sembari menajamkan lagi tim serangan dan meminimalkan komunikasi yang sempat buruk pada babak pertama melawan China tadi itu, maka statistik melawan China tetap modal berharga dalam menjalani enam laga tersisa.
Itu terutama untuk empat laga kandang, termasuk melawan Jepang yang hari ini gagal melanjutkan tren kemenangan setelah ditahan seri 1-1 oleh Australia di kandang sendiri di Saitama.
Hasil seri yang diperoleh Jepang dari laga melawan tim yang pernah diimbangi 0-0 oleh Indonesia itu menunjukkan Samurai Biru tidaklah tidak bisa dihentikan lawan.
Oleh karena itu, mencuri poin dari Jepang di kandang seri pada 15 November 2024 bukan lagi impian yang terlalu tinggi, jika Shin Tae-yong berhasil menambal kelemahan tim saat dikalahkan China dan tetap mengalirkan bola sebaik dalam laga melawan China itu.
Jika itu bisa dilakukan, maka mendapatkan poin penuh dari Arab Saudi, Bahrain dan China di Stadion GBK dalam tiga laga kandang lainnya bukan hal mustahil. Apalagi dalam laga dua laga tandang yang lain, Garuda menahan seri 1-1 Saudi dan hampir mengalahkan Bahrain.
Yang juga diperlukan pasukan Shin Tae-yong adalah kembali ke setelan awal, sebagai underdog yang menikmati pertandingan sehingga tampil lebih lepas tapi tetap menggigit.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Di luar hasil pertandingan ini yang mungkin disambut gembira oleh para hatter timnas, pemandangan langka tersaji di depan mata jutaan penduduk Indonesia yang menyaksikan pertandingan itu.
Melawan Tim Naga yang berselisih 38 peringkat di atas Indonesia, Nathan Tjoe-A-On cs tampil spartan untuk menyajikan pemandangan langka tentang tim Indonesia yang tampil lebih mendikte dalam pertandingan tandang internasional.
Jika sebuah pertandingan tidak dinilai dari skor akhir dalam laga itu, maka di Qingdao Youth Football Stadium di China itu Indonesia adalah tim yang lebih baik.
Tetapi tim yang lebih baik kadang bukan tim yang memenangkan pertandingan. Ini sudah lumrah terjadi dalam pertandingan-pertandingan kompetitif, termasuk di level Piala Dunia dan Piala Eropa.
Meskipun begitu tak ada alasan untuk tidak mengangkat topi kepada China yang tampil lebih efisien dan sabar menunggu celah lawan.
Dragon Team jeli memanfaatkan kepercayaan diri skuad Shin Tae-yong yang sempat terlalu tinggi pada babak pertama, sampai mereka menciptakan gol pertama yang disarangkan pemain muda asal Xinjiang, Behram Abduweli, setelah Shayne Pattynama dan Ivar Jenner lengah dari gangguan lawan.
Gol kedua China yang dibuat Zhang Yuning juga terjadi karena hampir semua pemain Garuda maju menyerang, sampai terlambat mencegah China melancarkan serangan balik nan cepat berbuah gol yang hanya dibangun oleh dua pemain.
Shin Tae-yong lalu mengubah pola bermain tim dengan tak lagi memasang tiga bek tengah.
Dia memasang formasi standar dua bek tengah yang diapit dua bek sayap, serta menempatkan dua ujung tombak. Tim pun menjadi lebih seimbang baik dalam menyerang maupun bertahan.
Pergantian pola bermain itu sendiri tak mengubah Indonesia sebagai tim yang lebih menguasai lapangan. Sayang, lini serang Garuda kesulitan menembus lawan karena Tim Naga lebih sering menumpuk pemain di garis pertahanan dan mengandalkan serangan balik.
Lebih dominan
Shin Tae-yong lalu mencoba peruntungan timnya dengan memasukkan Pratama Arhan yang spesialis lemparan ke dalam, guna merusak tembok berlapis pertahanan China.
Terbukti kemudian pemain Suwon FC inilah yang merusak konsentrasi barisan belakang China ketika lemparan ke dalamnya menjadi awal bagi terciptanya gol Thom Haye empat menit menjelang waktu normal 90 menit habis.
Arhan hampir mengulanginya pada menit-menit kemudian, tapi kali ini pemain-pemain China lebih siap menangkal kemungkinan kemelut akibat lemparan ke dalam gelandang Indonesia itu.
Ini memang kekalahan yang menyesakkan dada, terutama karena kedua gol lawan tercipta akibat komunikasi bermain yang sempat buruk pada babak pertama.
Namun jika melihat statistik pertandingan ini secara umum, Garuda adalah tim yang lebih dominan.
Melepaskan 602 umpan dengan akurasi 83 persen, Ivar Jenner cs adalah pihak yang mendikte lawan walau tampil jauh di kandang lawan, yang juga laga tandang ketiganya dalam putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026.
Catatan Garuda yang kembali berseragam putih-putih itu jauh lebih baik dibandingkan China yang melepaskan 194 umpan dengan akurasi 52 persen.
Itu artinya, kemampuan pemain-pemain Indonesia dalam mengalirkan bola dari kaki ke kaki tiga kali lebih baik dibandingkan China.
Wajar jika kemudian lalu lintas bola dalam pertandingan ini lebih diatur oleh Merah Putih yang menguasai 76 persen distribusi bola.
Akibatnya pula, pemain-pemain asuhan Shin Tae-yong menjadi kumpulan pemain yang lebih banyak menciptakan peluang ketimbang pemain-pemain asuhan Branko Ivankovic.
Jika China hanya menciptakan 5 peluang yang 3 di antaranya tepat sasaran, maka Indonesia melakukan tiga kali lebih banyak dengan 14 peluang yang 6 di antaranya tepat sasaran.
Setelan awal
Itu statistik yang tak boleh diremahkan, apalagi bagi tim berperingkat paling rendah bukan saja di Grup C tapi juga di seluruh grup putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Terlebih Indonesia harus menjalani dua laga tandang dalam waktu lima hari sembari menempuh perjalanan sejauh total 14 ribu kilometer. Meski perjalanan yang ditempuh China lebih jauh lagi, 16 ribu km, setidaknya dua laga yang dijalani China tak semuanya laga tandang.
Ini kekalahan perdana Garuda dalam putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, tapi ini juga pertama kalinya Garuda menjadi tim yang lebih menekan lawan.
Lebih istimewa lagi, pencapaian itu dilakukan di kandang lawan, yang berselisih peringkat 38 level. China berperingkat 91, sedangkan Indonesia 129.
Masih ada enam pertandingan lagi. Empat dari enam pertandingan ini adalah laga kandang, sedangkan dua lainnya pertandingan tandang.
Jika tampil dominan seperti Selasa malam tadi itu, sembari menajamkan lagi tim serangan dan meminimalkan komunikasi yang sempat buruk pada babak pertama melawan China tadi itu, maka statistik melawan China tetap modal berharga dalam menjalani enam laga tersisa.
Itu terutama untuk empat laga kandang, termasuk melawan Jepang yang hari ini gagal melanjutkan tren kemenangan setelah ditahan seri 1-1 oleh Australia di kandang sendiri di Saitama.
Hasil seri yang diperoleh Jepang dari laga melawan tim yang pernah diimbangi 0-0 oleh Indonesia itu menunjukkan Samurai Biru tidaklah tidak bisa dihentikan lawan.
Oleh karena itu, mencuri poin dari Jepang di kandang seri pada 15 November 2024 bukan lagi impian yang terlalu tinggi, jika Shin Tae-yong berhasil menambal kelemahan tim saat dikalahkan China dan tetap mengalirkan bola sebaik dalam laga melawan China itu.
Jika itu bisa dilakukan, maka mendapatkan poin penuh dari Arab Saudi, Bahrain dan China di Stadion GBK dalam tiga laga kandang lainnya bukan hal mustahil. Apalagi dalam laga dua laga tandang yang lain, Garuda menahan seri 1-1 Saudi dan hampir mengalahkan Bahrain.
Yang juga diperlukan pasukan Shin Tae-yong adalah kembali ke setelan awal, sebagai underdog yang menikmati pertandingan sehingga tampil lebih lepas tapi tetap menggigit.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024