Surabaya - Pelaku perbankan HSBC optimistis Indonesia menjadi negara favorit investasi karena perekonomian nasional memiliki potensi mengalami pertumbuhan sangat baik pada tahun 2012. "Apalagi, didukung oleh kenaikan pendapatan per kapita dan peningkatan konsumsi masyarakat," kata "SVP & Head Branch Sales & Distribution Outregion-Retail Banking Wealth Management" HSBC, Hartini Saputra, ditemui dalam jumpa pers Seminar "Economic Outlook 2012", di Surabaya, Rabu. Selain itu, ungkap dia, saat ini dengan adanya predikat "Investment Grade" yang disandang Indonesia kian memberikan ketertarikan sangat besar bagi investor untuk menanamkan modal di Tanah Air. "Hal tersebut membuktikan bahwa potensi kesehatan investasi di Indonesia tinggi," ujarnya. Dengan kondisi itu, jelas dia, Indonesia akan mengalami kenaikan dari jumlah investasi baik investasi langsung ke sektor riil maupun sektor permodalan. "Dari sisi tren investasi ritel, Indonesia juga menunjukkan terus tumbuhnya kalangan menengah atas yang memberikan dorongan utama terhadap perekonomian nasional," katanya. Menyikapi hal tersebut, "SVP and Head Wealth Management RBWM" HSBC, Steven Suryana, menambahkan, sesuai studi HSBC dalam "HSBC Affluent Tracker" maka kalangan menengah atas di Indonesia semakin muda dan sadar tentang pentingnya berinvestasi. "Dari delapan negara Asia seperti Australia, Hong Kong, China, Malaysia, Singapura, Taiwan, India, maka 'affluent segment' di Indonesia rata-rata berusia 38 tahun atau termuda kedua setelah China sekitar 36 tahun," katanya. Akan tetapi, kata dia, dalam studi tersebut mencatat bahwa profil investasi mereka masih bergerak di instrumen konvensional seperti deposito dan tabungan. Mereka juga belum memanfaatkan instrumen investasi misalnya pasar uang dan saham. "Di Indonesia 84 persen masyarakatnya mayoritas masih mengalokasikan dananya di deposito dan tabungan sedangkan 16 persen yang masuk di produk investasi," katanya. Sementara, lanjut dia, di China lebih dari 50 persen masyarakatnya sudah berinvestasi menyusul suku bunga di sana lebih rendah dibandingkan di negara lain. "Kalau di Indonesia, kendala minimnya animo masyarakat berinvestasi karena suku bunga masih tinggi atau dua digit," katanya.(*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012