Pakar gempa Universitas Gadjah Mada (UGM) Gayatri Indah Marliyani meminta masyarakat tidak khawatir berlebihan soal potensi gempa Megathrust yang diprediksi bakal mengguncang Indonesia.
Gayatri Indah Marliyani dalam keterangannya di Yogyakarta, Minggu, mengemukakan terkait ancaman gempa Megathrust itu, terpenting masyarakat dapat membangun kesiapan diri.
"Usaha untuk menyiapkan diri perlu dilakukan dengan segera. Paham posisi masing-masing terhadap kemungkinan bencana. Jangan menunggu bencana terjadi baru reaktif, tetapi siapkan diri selalu," kata dia.
Soal kemungkinan lokasi yang menjadi pusat gempa besar itu, menurut Gayatri, biasanya ada di sekitar batas zona subduksi yang ada di antara dua lempeng, yakni lempeng benua dan lempeng samudera.
Lempeng yang tidak dapat bergerak, katanya, menimbun energi yang kian besar dilepaskan menjadi gempa yang besar pula sehingga berpotensi menjadi tsunami.
Gayatri yang juga dosen Teknik Geologi UGM menyebutkan gempa Megathrust yang paling besar pernah terjadi di zona subduksi di Valdivia, Chile Selatan, sebesar 9,5 magnitudo.
Sementara, zona subduksi yang aktif di Indonesia meliputi area selatan Pulau Jawa yang memanjang dari barat Sumatera ke Selat Sunda, area timur Pulau Jawa, dan selatan Pulau Lombok.
"Potensi Megathrust di daerah ini besar karena nilai historisnya, yakni gempa Aceh tahun 2004 dan gempa Pangandaran tahun 2006. Untuk mengetahui di daerah sana ada kemungkinan gempa lagi atau tidak, perlu diukur dari instrumentasi data geologi," ujar dia.
Peneliti Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM Galih Aries Swastanto mengatakan pemerintah perlu memperhatikan penanggulangan bencana Megathrust ini sesuai Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana yang menyatakan bahwa penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang pemerintah.
Aries juga menekankan penting bagi pemerintah untuk melakukan penanganan baik sebelum, saat kejadian bencana, dan sesudah bencana.
Oleh karena itu, edukasi ke masyarakat mengenai pengetahuan kebencanaan dan cara-cara penanggulangannya juga perlu digalakkan.
"Layanan kebencanaan adalah layanan dasar yang harus diutamakan disamping sektor-sektor lain. Ada dan tidak ada anggaran, harus tetap diutamakan dan diusahakan," ujar Aries.
Menurutnya, sistem peringatan dini di Indonesia sudah berjalan dengan baik yang mampu mengintegrasikan segala macam bencana sehingga dapat terdeteksi.
Ia pun berpesan agar masyarakat dapat lebih siap dan lebih tenang dalam menghadapi ancaman bencana yang bisa datang sewaktu-waktu.
Sebelumnya, gempa bumi Megathrust menjadi perbincangan di media sosial karena diprediksi akan mengguncang Indonesia dan berpotensi menyebabkan tsunami.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati meminta pemerintah daerah agar menyiapkan tata ruang yang aman dan mampu menampung masyarakat sebagai upaya mitigasi bila gempa Megathrust terjadi di Indonesia.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Gayatri Indah Marliyani dalam keterangannya di Yogyakarta, Minggu, mengemukakan terkait ancaman gempa Megathrust itu, terpenting masyarakat dapat membangun kesiapan diri.
"Usaha untuk menyiapkan diri perlu dilakukan dengan segera. Paham posisi masing-masing terhadap kemungkinan bencana. Jangan menunggu bencana terjadi baru reaktif, tetapi siapkan diri selalu," kata dia.
Soal kemungkinan lokasi yang menjadi pusat gempa besar itu, menurut Gayatri, biasanya ada di sekitar batas zona subduksi yang ada di antara dua lempeng, yakni lempeng benua dan lempeng samudera.
Lempeng yang tidak dapat bergerak, katanya, menimbun energi yang kian besar dilepaskan menjadi gempa yang besar pula sehingga berpotensi menjadi tsunami.
Gayatri yang juga dosen Teknik Geologi UGM menyebutkan gempa Megathrust yang paling besar pernah terjadi di zona subduksi di Valdivia, Chile Selatan, sebesar 9,5 magnitudo.
Sementara, zona subduksi yang aktif di Indonesia meliputi area selatan Pulau Jawa yang memanjang dari barat Sumatera ke Selat Sunda, area timur Pulau Jawa, dan selatan Pulau Lombok.
"Potensi Megathrust di daerah ini besar karena nilai historisnya, yakni gempa Aceh tahun 2004 dan gempa Pangandaran tahun 2006. Untuk mengetahui di daerah sana ada kemungkinan gempa lagi atau tidak, perlu diukur dari instrumentasi data geologi," ujar dia.
Peneliti Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM Galih Aries Swastanto mengatakan pemerintah perlu memperhatikan penanggulangan bencana Megathrust ini sesuai Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana yang menyatakan bahwa penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang pemerintah.
Aries juga menekankan penting bagi pemerintah untuk melakukan penanganan baik sebelum, saat kejadian bencana, dan sesudah bencana.
Oleh karena itu, edukasi ke masyarakat mengenai pengetahuan kebencanaan dan cara-cara penanggulangannya juga perlu digalakkan.
"Layanan kebencanaan adalah layanan dasar yang harus diutamakan disamping sektor-sektor lain. Ada dan tidak ada anggaran, harus tetap diutamakan dan diusahakan," ujar Aries.
Menurutnya, sistem peringatan dini di Indonesia sudah berjalan dengan baik yang mampu mengintegrasikan segala macam bencana sehingga dapat terdeteksi.
Ia pun berpesan agar masyarakat dapat lebih siap dan lebih tenang dalam menghadapi ancaman bencana yang bisa datang sewaktu-waktu.
Sebelumnya, gempa bumi Megathrust menjadi perbincangan di media sosial karena diprediksi akan mengguncang Indonesia dan berpotensi menyebabkan tsunami.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati meminta pemerintah daerah agar menyiapkan tata ruang yang aman dan mampu menampung masyarakat sebagai upaya mitigasi bila gempa Megathrust terjadi di Indonesia.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024