Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa Indonesia menjadi negara pertama atau inisiator yang membahas masalah perubahan iklim (climate change) dari sisi ekonomi dan finansial.
Sri Mulyani dalam Indonesia Net-Zero Summit (INZS) di Jakarta, Sabtu, mengungkapkan bahwa pada tahun 2007, tidak ada satu pun menteri keuangan dari berbagai negara yang bicara perubahan iklim, apalagi di tahun 2008, 2009, dunia dihadapkan pada krisis finansial global.
"Jadi seolah-olah climate change itu tambahan beban. Sehingga buat kita Indonesia untuk menjadi the first initiator untuk mulai mengundang para menteri-menteri keuangan dan menteri pembangunan bicara climate change," kata Sri Mulyani.
Dia menjelaskan, hal itu bermula pada tahun 2007 saat Indonesia menjadi tuan rumah dari Conference of the Parties (COP) Ke-13 di Bali.
Sri Mulyani yang saat itu sudah menjadi menteri keuangan kemudian diminta oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) United Nations Special Envoy agar menteri keuangan mulai hosting para menkeu dan menteri pembangunan untuk bicara climate change di dalam CPO meeting.
Padahal, CPO meeting yang biasanya selalu dihadiri dan menjadi agenda utama dari menteri-menteri lingkungan hidup.
Ia menuturkan waktu itu yang banyak berbicara masalah perubahan iklim hanya dari menteri lingkungan hidup, namun setiap komitmen untuk reduksi CO2, implikasi dari sisi ekonomi finansialnya sangat besar.
"Dan kalau para pembuat kebijakan di bidang ekonomi dan finansial tidak memahami, ya mereka hanya sebagai penonton. Di situlah muncul suatu tanggung jawab sebagai seorang menteri keuangan memenstreamkan climate change di dalam pembahasan menteri-menteri keuangan," jelas Sri Mulyani.
Kemudian semenjak tahun 2008, Presiden Bank Dunia saat itu Robert B. Zoellick mulai membangun tradisi apa yang disebut Bali breakfast' di setiap pertemuan tahunan Bank Dunia. Di situlah, perubahan iklim mulai menjadi agenda utama dalam menteri keuangan.
Namun, Sri Mulyani mengaku bahwa pentingnya kepedulian tentang perubahan iklim sudah ada sejak tahun 2004 saat Aceh dilanda tsunami. Kala itu, Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.
"Waktu itu begitu menyadarkan saya sebagai policy maker, bahwa alam kalau sudah bersabda, kita semuanya hanya bisa tunduk padanya. Itulah yang menyadarkan saya sebagai pembuat kebijakan untuk terus memiliki awareness atau kesadaran," ucapnya.
Sri Mulyani mengaku saat itu hingga kini ingin membangun dan menciptakan kesejahteraan, hingga kemajuan serta keadilan bagi seluruh masyarakat di seluruh pelosok Indonesia dengan tetap mendengar atau pun memelihara alam sebagai penopang dari kehidupan umut manusia.
"Dia mungkin diam, tapi dia tidak berdiam diri, dia akan bersabda pada saat kita sudah melewati batas," tutur Sri Mulyani.
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani mendapat "Climate Hero Award" atas komitmen terkait masalah perubahan iklim dalam agenda ekonomi dan finansial.
"Saya anggap Climate Hero Award ini saya kembalikan kepada semuanya (peserta Indonesia Net-Zero Summit/INZS) yang terus setiap hari punya semangat untuk memerangi climate change," imbuh Sri Mulyani.
Menurutnya, penghargaan itu sebagai sebuah penanda untuk terus merapatkan barisan khususnya generasi muda untuk melawan potensi bencana perubahan iklim.
"Saya akan senang kalau generasi muda dengan semangatnya menekuni bidang apapun untuk menyelesaikan masalah climate change melalui teknologi," kata Sri Mulyani.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024