Pemerintah Kota Batu melakukan kampanye stop perundungan atau bullying pada anak agar tidak ada lagi kasus kekerasan di kalangan anak atau pelajar khususnya di wilayah setempat.

Penjabat (Pj) Wali Kota Batu Aries Agung Paewai di Kota Batu, Minggu, mengatakan bahwa deklarasi dan menetapkan pada 31 Mei sebagai Hari Anti Bullying Kota Batu setelah salah satu siswa SMP di wilayah tersebut meninggal dunia akibat aksi kekerasan.

"Kasus kekerasan pada 31 Mei, adalah yang terakhir di Kota Batu," kata Aries.

Ia menjelaskan dalam upaya untuk menghentikan aksi perundungan dan kekerasan kepada anak dibutuhkan kerja sama dan kolaborasi serta peningkatan komunikasi antara sekolah dengan orang tua.

Upaya tersebut, lanjutnya, dibutuhkan agar baik pihak sekolah maupun orang tua bersama-sama mendidik anak-anak mereka dalam pergaulan yang sehat dan jauh dari aksi perundungan. Upaya itu dinilai bisa menekan adanya aksi perundungan, bahkan kekerasan terhadap anak.

"Dibutuhkan kerja bersama, kolaborasi, dan meningkatkan komunikasi antara sekolah dan orang tua untuk bersama mendidik anak-anaknya ke pergaulan yang sehat. Sehingga hal-hal yang negatif dan belum saatnya mereka ketahui bisa ditekan seminimal mungkin," katanya.

Dalam deklarasi Gerakan Batu Anti Bullying tersebut, dilakukan aksi teatrikal dan diikuti dengan penandatanganan banner berwarna putih sebagai bentuk komitmen penghapusan aksi perundungan terhadap anak di wilayah tersebut.

Deklarasi yang dilaksanakan di sela-sela hari bebas kendaraan bermotor di kawasan Jalan Sultan Agung tersebut juga diikuti oleh Kantor Kementerian Agama Kota Batu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, anak-anak, dan masyarakat setempat.

Pada 31 Mei 2024, seorang siswa SMP berinisial RKW (12) meninggal dunia akibat mengalami kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah siswa lainnya. Ada lima anak yang berhadapan dengan hukum dalam kasus tersebut, yakni AS (13), MI (15), KA (13), MA (13), dan KB (13).

Aksi pengeroyokan terhadap anak tersebut, dilakukan sejumlah anak lainnya akibat salah satu anak yang berhadapan dengan hukum merasa tersinggung dengan korban akibat diminta mencetak tugas sekolah saat malam hari.

Berdasarkan hasil visum, RKW meninggal dunia akibat mengalami retak pada batok kepala bagian kiri. Akibat retaknya tulang batok kepala itu, korban mengalami pendarahan dan penggumpalan darah pada otak.

Sementara lima anak yang berhadapan dengan hukum disangkakan dengan Pasal 80 ayat 3 Jo Pasal 76 huruf C, UU Nomor 17/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1/2016, tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun.

Pewarta: Vicki Febrianto

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024