Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda kehadiran Bendahara Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) sekaligus Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ahmad Sahroni di sidang Menteri Pertanian (Mentan) periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Rabu.
Jaksa KPK Meyer Simanjuntak menyebutkan penundaan dilakukan lantaran Majelis Hakim meminta pemeriksaan saksi terlebih dahulu dilakukan terhadap saksi yang berada di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), sedangkan Sahroni merupakan saksi tambahan di luar berkas.
"Hakim meminta pemanggilan saksi yang ada di dalam berkas terlebih dahulu, yang di luar berkas terakhir," ujar Meyer saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Maka dari itu, dirinya menjadwalkan pemanggilan Sahroni pada sidang pekan depan, antara hari Senin (3/6) atau Rabu (4/6). Namun, kata dia, hal tersebut kembali bergantung pada penyelesaian sidang pemeriksaan saksi yang ada dalam BAP.
Dia menjelaskan pemeriksaan Sahroni di persidangan bertujuan untuk mengonfirmasi pengembalian dana dari Partai NasDem sekitar Rp800 juta terkait kasus SYL.
Baca juga: KPK supervisi ke DPRD Kabupaten Probolinggo untuk pencegahan korupsi
Tak hanya Sahroni, Meyer menyampaikan pihaknya juga akan memanggil anak SYL, Indira Chunda Thita, pada pekan depan. Thita, dalam persidangan, disebut sebagai salah satu keluarga SYL yang juga menikmati aliran uang korupsi SYL.
Selain karena permintaan Majelis Hakim, ia mengungkapkan penundaan kehadiran Sahroni juga dikarenakan yang bersangkutan harus menghadiri kegiatan di Komisi III DPR RI.
"Yang Mulia menyampaikan untuk saksi di berkas dulu, sedangkan Pak Sahroni juga menyampaikan sudah ada kegiatan di Komisi III. Jadi ini seperti gayung bersambut," ucap dia.
Dalam kasus tersebut, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Jaksa KPK Meyer Simanjuntak menyebutkan penundaan dilakukan lantaran Majelis Hakim meminta pemeriksaan saksi terlebih dahulu dilakukan terhadap saksi yang berada di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), sedangkan Sahroni merupakan saksi tambahan di luar berkas.
"Hakim meminta pemanggilan saksi yang ada di dalam berkas terlebih dahulu, yang di luar berkas terakhir," ujar Meyer saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Maka dari itu, dirinya menjadwalkan pemanggilan Sahroni pada sidang pekan depan, antara hari Senin (3/6) atau Rabu (4/6). Namun, kata dia, hal tersebut kembali bergantung pada penyelesaian sidang pemeriksaan saksi yang ada dalam BAP.
Dia menjelaskan pemeriksaan Sahroni di persidangan bertujuan untuk mengonfirmasi pengembalian dana dari Partai NasDem sekitar Rp800 juta terkait kasus SYL.
Baca juga: KPK supervisi ke DPRD Kabupaten Probolinggo untuk pencegahan korupsi
Tak hanya Sahroni, Meyer menyampaikan pihaknya juga akan memanggil anak SYL, Indira Chunda Thita, pada pekan depan. Thita, dalam persidangan, disebut sebagai salah satu keluarga SYL yang juga menikmati aliran uang korupsi SYL.
Selain karena permintaan Majelis Hakim, ia mengungkapkan penundaan kehadiran Sahroni juga dikarenakan yang bersangkutan harus menghadiri kegiatan di Komisi III DPR RI.
"Yang Mulia menyampaikan untuk saksi di berkas dulu, sedangkan Pak Sahroni juga menyampaikan sudah ada kegiatan di Komisi III. Jadi ini seperti gayung bersambut," ucap dia.
Dalam kasus tersebut, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024