Pamekasan - Sebuah bangunan Pondok Pesantren Azzubair berukuran 3x16 meter di Dusun Sumber Anyar, Desa Larangan Tokol, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, Madura, Senin, sekitar pukul 04.30 WIB, roboh setelah hujan deras mengguyur daerah itu.
"Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut," kata Ustaz Habibullah Bahwi, salah satu keluarga yang juga pengajar dan tinggal di lingkungan pesantren itu kepada ANTARA melalui telepon.
Ia menjelaskan, bangunan pondok pesantren yang terdiri atas empat ruangan yang masing masing berukuran tiga kali empat meter itu roboh setelah sebelumnya hujan deras melanda wilayah itu. Kondisi tanah yang bergerak menyebabkan bangunan pondok retat-retak hingga akhirnya roboh.
"Peristiwa ini terjadi saat santri hendak menunaikan shalat subuh dan mereka meresakan adanya bangunan yang ditempati bergerak-gerak," katanya menuturkan.
Saat itu juga santri yang ada di ruangan pondok behamburan keluar ruangan dan sebagian membangunkan santri lain yang saat itu masih ada yang tidur di ruangan pondok.
"Kondisi bangunan memang sudah tua. Pondok itu dulu dibangun atas swadaya masyarakat dan wali santri yang mondok di tempat ini," kata Habibullah Bahwi menjelaskan.
Pondok Pesantren Azzubair di Desa Larangan Tokol, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan ini tercatat sebagai pondok pesantren tertua di Pamekasan.
Santri di pondok ini sebenarnya tidak terlalu banyak sebagaimana pesantren lain di Pamekasan semisal pondok pesantren Bata-Bata dan Pondok Pesantren Banyuanyar yang mencapai ribuan orang.
"Disini santrinya hanya ratusan saja, dan kebanyakan santri 'colokan'," kata Habibullah Bahwi menjelaskan.
Santri colokan adalah satri yang belajar di pondok itu, akan tetapi tidak menetap dipondok melainkan pulang ke rumahnya masing-masing. Mereka datang ke lembaga pesantren saat mengikuti kegaiatan belajar mengajar, seperti belajar Al Qur'an dan mengaji kitab kuning.
Pondok pesantren yang terletak sekitar 10 kilometer dari pusat kota Pamekasan ini juga dikenal masyarakat sebagai pondok pesantren kuno, karena di pondok ini ditemukan banyak literatur ilmu pengetahuan kuno. Bahkan kitab "Bahrul Lahut" (Samudera Ketuhanan) karya Syeih Abdullah Syarif, ulama asal Aceh yang sempat diklaim sebagai karya ulama Malaysia, karena menggunakan bahasa Melayu. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011