Cendekiawan Muslim Prof. Komarudin Hidayat menekankan pentingnya upaya mobilitas vertikal yang kuat di Indonesia dimana partai-partai politik menjalankan proses rekrutmen sehat dan kaderisasi dalam internal mereka sehingga terlahir demokrasi yang kuat dan kepemimpinan nasional berkualitas.

Menurut Guru Besar Filsafat Agama UIN Jakarta, itu bangsa Indonesia telah lama meninggalkan praktik politik dinasti, yang ditandai oleh pengorbanan kesultanan-kesultanan di berbagai wilayah Nusantara demi bertransformasi menjadi sebuah negara kesatuan, dimana kedaulatan terletak di tangan rakyat.

"Oleh karena itu, praktik dinasti politik menjadi anomali jika diterapkan di era Indonesia modern saat ini," kata Komaruddin saat berbicara dalam dalam webinar yang diselenggarakan oleh Moya Institute dengan tema "Demokrasi Indonesia: Terjerembab ke Dalam Dinasti Politik?" belum lama ini, dalam rilis diterima di Surabaya, Minggu.

Maka menurut dia, Indonesia harus mampu mewujudkan dan membangun demokrasi yang kuat dan melahirkan kepemimpinan nasional berkualitas.

Untuk itu diperlukan mobilitas vertikal yang kompetitif, di antaranya melalui kaderisasi di partai-partai politik.

Ia mendorong agar partai politik di Tanah Air saat ini benar-benar mewakili aspirasi rakyat dan sungguh-sungguh menjalankan aspirasi tersebut untuk mewujudkan dan merawat negara demokratis.

Komaruddin menekankan agar partai politik mampu menjalankan fungsinya sebagai instrumen sosialisasi politik, sarana rekrutmen politik, sarana pengatur konflik, dan sarana komunikasi politik. Dan bukan berperan seperti perusahaan dengan pendiri-nya dianggap sebagai pemegang saham, ditambah investor dari kalangan oligarki.

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti, menyatakan bahwa praktik dinasti politik jangan sampai merajalela di Indonesia.

Pihaknya mencatat sampai tahun 2020, tercatat setidaknya ada praktik tersebut di 117 daerah di Indonesia, di mana kepala daerahnya merupakan produk dari dinasti politik.

"Ini hampir setara dengan 20 persen dari total daerah di Indonesia. Jika tidak ada upaya atau kampanye melawan yang serius, maka pada Pilkada serentak 2024 ini, angkanya bisa mencapai 25 persen," ucapnya.

Pemerhati isu-isu strategis dan global, Prof. Imron Cotan mengatakan proses rekrutmen politik di Indonesia tidak boleh kembali ke pola lama yang berdasarkan garis keturunan.

Situasi tersebut rawan memunculkan kekhawatiran besar dari berbagai kalangan, baik dari dalam dan luar negeri.

Keprihatinan tersebut sudah diutarakan oleh para tokoh bangsa dipimpin oleh Ibu Sinta Abdurrahman Wahid dan Quraish Shihab, bahkan juga dari kalangan internasional.

"Banyak artikel tulisan seperti yang dimuat The West Australian, The Guardian, The New York Times, Lowy Institute, dan The Economist, mereka mengutarakan ada keguasaran melihat salah satu negara demokrasi terbesar di dunia sedang mengalami proses rekrutmen politik yang bermasalah," tutur Imron.

Imron juga mendorong kelompok-kelompok masyarakat sipil untuk memberikan sumbang pikir, agar tidak terjadi regresi demokrasi di Indonesia.

Pewarta: Ananto Pradana

Editor : Chandra Hamdani Noor


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024