Wajah puluhan anak usia sekolah taman kanak-kanak dan sekolah dasar di Desa Walidono, Kecamatan Prajekan, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, itu tidak lagi murung. Mereka bisa tersenyum dan tertawa lepas bersama teman-temannya.
Anak-anak yang berkumpul di satu ruangan kelas di SDN 1 Walidono, Sabtu pagi terlibat dalam program "trauma healing" yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemerintah Kabupaten Bondowoso.
Seorang anggota polisi wanita dari Polres Bondowoso mengajak anak-anak itu bernyanyi bersama sambil menggerakkan tangan dan tubuhnya. Sesekali anak-anak itu melompat dan meliuk-liukkan tubuhnya untuk menggambarkan angka-angka tertentu. Setelah itu seorang anggota Tagana melanjutkan dengan mengajak beberapa anak kelas 5 dan 6 untuk berdiri dan melafalkan sila-sila Pancasila.
Tiba waktunya anak-anak yang rumahnya hancur akibat puting beliung itu mendengarkan dongeng. Kak Pita, anggota komunitas mendongeng di Kabupaten Bondowoso, membawakan cerita tentang seekor beruang yang punya kebiasaan suka membuang-buang makanan.
Saat itu, Kak Pita membawa buku cerita berukuran besar yang menjadi dasar dari cerita dongengnya dan dipertontonkan kepada para siswa TK dan SD yang duduk lesehan. Sesekali ia memeragakan beruang sedang makan yang disambut celetukan serta tawa anak-anak.
Dongeng kemudian dilanjutkan oleh Kak Evy Yulistiowati Pramono, yang menjelaskan mengenai nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita beruang serakah itu.
Akibat keserakahannya itu, sisa makanan yang dibuang oleh beruang mengundang gerombolan semut dan tikus untuk datang. Hewan tersebut, terutama tikus, tentu datang dengan menyisakan kotoran serta kencing yang membuat bau.
Evy, yang sehari-hari menjadi guru Bimbingan Konseling SMK di Bondowoso memberikan pesan agar kita memanfaatkan makanan hingga habis, dan tidak membuangnya sia-sia.
Di akhir sesi, anak-anak diberi hadiah berupa makanan ringan. Selain itu, sebagian dari mereka bisa menikmati buku yang dibawa tim perpustakaan keliling milik Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemkab Bondowoso.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemkab Bondowoso Taufan Restuanto menjelaskan bahwa pihaknya menemukan fakta anak-anak yang rumahnya rusak akibat puting beliung itu mengalami trauma, ketakutan, dan kepanikan.
Karena itu pemkab menunjuk dinas perpustakaan dan kearsipan untuk melakukan pendampingan terhadap anak-anak itu agar mereka tidak mengalami trauma berkepanjangan.
Kemudian dipilihlah program "trauma healing" lewat mendongeng. Untuk menyukseskan program ini dinas perpustakaan dan kearsipan kemudian menggandeng komunitas pendongeng yang ada di Kota Tapay dan penghasil kopi tersebut.
Kegiatan yang digelar di sejumlah sekolah dasar negeri di Desa Walidono, Kecamatan Prajekan, tersebut juga melibatkan dinas pendidikan, dinas sosial, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bondowoso, dan Polres Bondowoso.
Kerja sama berbagai pihak untuk menunjukkan kepedulian terhadap para korban, khususnya anak-anak itu, sangat terasa memberi dampak untuk menghadirkan kembali keceriaan pada anak.
Sejumlah guru mengungkapkan beberapa gejala anak didiknya yang mengalami trauma, seperti selalu murung, bahkan ada yang terlihat parah dengan sering berteriak-teriak, setelah peristiwa angin puting beliung yang menerjang Desa Walidono dan Desa Cangkring pada Kamis, 18 Januari 2024 itu.
Pada Sabtu siang, setelah mengikuti acara mendongeng, anak-anak itu mulai terlihat ceria kembali. Seorang siswa yang sebelumnya diduga kuat mengalami trauma, mulai terlihat tersenyum dan mengaku senang mengikuti acara trauma healing itu.
"Senang mendengarkan dongeng, dan sekarang saya sudah tidak takut lagi," kata Fila, siswa Kelas 1 SDN 1 Walidono, ketika diajak bincang ANTARA dan sejumlah guru.
Angin puting beliung tersebut, sesuai data BPBD Kabupaten Bondowoso, mengakibatkan 202 rumah rusak dan menyisakan trauma bagi anak-anak. Bukan sekadar tiupan angin kencang yang merusak atap dan dinding rumah mereka, tapi anak-anak juga mengalami trauma ketika para orang tua berteriak histeris mendapati atap rumahnya hancur tersapu angin.
Karena itu, pejabat Pemkab Bondowoso menyadari bahwa untuk mengatasi trauma bagi anak-anak tidak cukup dengan hanya menggelar acara mendongeng dalam satu pertemuan. Pendampingan berkelanjutan masih diperlukan, dengan melibatkan guru-guru dan sejumlah pihak di sekitar wilayah terdampak untuk ikut peduli pada kondisi kejiwaan anak.
Bagi anak yang tidak datang ke sekolah saat kegiatan "trauma healing", dinas perpustakaan dan kearsipan bersama sejumlah guru akan mendatangi anak ke rumahnya untuk didampingi, hingga trauma jiwa yang mereka alami menjadi berkurang dan bahkan hilang.
Pada akhirnya, diharapkan anak-anak itu kembali ceria dan semangat kembali melanjutkan sekolah di masa-masa mendatang.
Bagi Evy Yulistiowati yang juga mengelola pendidikan anak usia dini (PAUD), kehadiran kelompok masyarakat yang peduli kepada para korban akan memiliki makna penting bagi anak-anak korban bencana untuk lebih bersikap optimistis menghadapi masa depan yang lebih baik.
Hanya saja, pendampingan itu tidak cukup dalam satu kali pertemuan, sehingga diperlukan pendampingan lanjutan untuk menguatkan jiwa anak dalam menghadapi kenyataan dan tantangan hidup di masa-masa mendatang.
Pemerintah daerah sudah menunjukkan kepeduliannya dengan menyediakan bantuan untuk memenuhi kebutuhan darurat para korban, termasuk program perbaikan rumah dan kegiatan "trauma healing".
Kepedulian pihak lain di sekitar lokasi bencana sangat diperlukan untuk ikut menguatkan jiwa anak-anak itu, termasuk dari kalangan pemuka agama dan warga yang memiliki pemahaman mengenai jiwa setiap anak.
Dukungan komunitas mendongeng mungkin terlihat sederhana, namun dampak dari aktivitas itu sangat berarti bagi anak yang sempat mengalami guncangan jiwa akibat bencana. Komunitas itu hadir bersama kelompok masyarakat lainnya yang ikut menunjukkan kepedulian dengan memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan para korban.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Anak-anak yang berkumpul di satu ruangan kelas di SDN 1 Walidono, Sabtu pagi terlibat dalam program "trauma healing" yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemerintah Kabupaten Bondowoso.
Seorang anggota polisi wanita dari Polres Bondowoso mengajak anak-anak itu bernyanyi bersama sambil menggerakkan tangan dan tubuhnya. Sesekali anak-anak itu melompat dan meliuk-liukkan tubuhnya untuk menggambarkan angka-angka tertentu. Setelah itu seorang anggota Tagana melanjutkan dengan mengajak beberapa anak kelas 5 dan 6 untuk berdiri dan melafalkan sila-sila Pancasila.
Tiba waktunya anak-anak yang rumahnya hancur akibat puting beliung itu mendengarkan dongeng. Kak Pita, anggota komunitas mendongeng di Kabupaten Bondowoso, membawakan cerita tentang seekor beruang yang punya kebiasaan suka membuang-buang makanan.
Saat itu, Kak Pita membawa buku cerita berukuran besar yang menjadi dasar dari cerita dongengnya dan dipertontonkan kepada para siswa TK dan SD yang duduk lesehan. Sesekali ia memeragakan beruang sedang makan yang disambut celetukan serta tawa anak-anak.
Dongeng kemudian dilanjutkan oleh Kak Evy Yulistiowati Pramono, yang menjelaskan mengenai nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita beruang serakah itu.
Akibat keserakahannya itu, sisa makanan yang dibuang oleh beruang mengundang gerombolan semut dan tikus untuk datang. Hewan tersebut, terutama tikus, tentu datang dengan menyisakan kotoran serta kencing yang membuat bau.
Evy, yang sehari-hari menjadi guru Bimbingan Konseling SMK di Bondowoso memberikan pesan agar kita memanfaatkan makanan hingga habis, dan tidak membuangnya sia-sia.
Di akhir sesi, anak-anak diberi hadiah berupa makanan ringan. Selain itu, sebagian dari mereka bisa menikmati buku yang dibawa tim perpustakaan keliling milik Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemkab Bondowoso.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemkab Bondowoso Taufan Restuanto menjelaskan bahwa pihaknya menemukan fakta anak-anak yang rumahnya rusak akibat puting beliung itu mengalami trauma, ketakutan, dan kepanikan.
Karena itu pemkab menunjuk dinas perpustakaan dan kearsipan untuk melakukan pendampingan terhadap anak-anak itu agar mereka tidak mengalami trauma berkepanjangan.
Kemudian dipilihlah program "trauma healing" lewat mendongeng. Untuk menyukseskan program ini dinas perpustakaan dan kearsipan kemudian menggandeng komunitas pendongeng yang ada di Kota Tapay dan penghasil kopi tersebut.
Kegiatan yang digelar di sejumlah sekolah dasar negeri di Desa Walidono, Kecamatan Prajekan, tersebut juga melibatkan dinas pendidikan, dinas sosial, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bondowoso, dan Polres Bondowoso.
Kerja sama berbagai pihak untuk menunjukkan kepedulian terhadap para korban, khususnya anak-anak itu, sangat terasa memberi dampak untuk menghadirkan kembali keceriaan pada anak.
Sejumlah guru mengungkapkan beberapa gejala anak didiknya yang mengalami trauma, seperti selalu murung, bahkan ada yang terlihat parah dengan sering berteriak-teriak, setelah peristiwa angin puting beliung yang menerjang Desa Walidono dan Desa Cangkring pada Kamis, 18 Januari 2024 itu.
Pada Sabtu siang, setelah mengikuti acara mendongeng, anak-anak itu mulai terlihat ceria kembali. Seorang siswa yang sebelumnya diduga kuat mengalami trauma, mulai terlihat tersenyum dan mengaku senang mengikuti acara trauma healing itu.
"Senang mendengarkan dongeng, dan sekarang saya sudah tidak takut lagi," kata Fila, siswa Kelas 1 SDN 1 Walidono, ketika diajak bincang ANTARA dan sejumlah guru.
Angin puting beliung tersebut, sesuai data BPBD Kabupaten Bondowoso, mengakibatkan 202 rumah rusak dan menyisakan trauma bagi anak-anak. Bukan sekadar tiupan angin kencang yang merusak atap dan dinding rumah mereka, tapi anak-anak juga mengalami trauma ketika para orang tua berteriak histeris mendapati atap rumahnya hancur tersapu angin.
Karena itu, pejabat Pemkab Bondowoso menyadari bahwa untuk mengatasi trauma bagi anak-anak tidak cukup dengan hanya menggelar acara mendongeng dalam satu pertemuan. Pendampingan berkelanjutan masih diperlukan, dengan melibatkan guru-guru dan sejumlah pihak di sekitar wilayah terdampak untuk ikut peduli pada kondisi kejiwaan anak.
Bagi anak yang tidak datang ke sekolah saat kegiatan "trauma healing", dinas perpustakaan dan kearsipan bersama sejumlah guru akan mendatangi anak ke rumahnya untuk didampingi, hingga trauma jiwa yang mereka alami menjadi berkurang dan bahkan hilang.
Pada akhirnya, diharapkan anak-anak itu kembali ceria dan semangat kembali melanjutkan sekolah di masa-masa mendatang.
Bagi Evy Yulistiowati yang juga mengelola pendidikan anak usia dini (PAUD), kehadiran kelompok masyarakat yang peduli kepada para korban akan memiliki makna penting bagi anak-anak korban bencana untuk lebih bersikap optimistis menghadapi masa depan yang lebih baik.
Hanya saja, pendampingan itu tidak cukup dalam satu kali pertemuan, sehingga diperlukan pendampingan lanjutan untuk menguatkan jiwa anak dalam menghadapi kenyataan dan tantangan hidup di masa-masa mendatang.
Pemerintah daerah sudah menunjukkan kepeduliannya dengan menyediakan bantuan untuk memenuhi kebutuhan darurat para korban, termasuk program perbaikan rumah dan kegiatan "trauma healing".
Kepedulian pihak lain di sekitar lokasi bencana sangat diperlukan untuk ikut menguatkan jiwa anak-anak itu, termasuk dari kalangan pemuka agama dan warga yang memiliki pemahaman mengenai jiwa setiap anak.
Dukungan komunitas mendongeng mungkin terlihat sederhana, namun dampak dari aktivitas itu sangat berarti bagi anak yang sempat mengalami guncangan jiwa akibat bencana. Komunitas itu hadir bersama kelompok masyarakat lainnya yang ikut menunjukkan kepedulian dengan memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan para korban.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024