Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir batal melaporkan dua Dana Pensiun (Dapen) BUMN ke Kejaksaan Agung pada Desember 2023 karena proses audit yang belum selesai.
"Ada dua (Dapen) cuma auditnya belum selesai, kan kasihan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), minta tolong terus sama Satgas Sawit BPKP. Jadi masih menunggu," ujar Erick saat temu media di Jakarta, Selasa.
Erick mengatakan, pihaknya akan terus menindak Dapen BUMN yang melakukan pelanggaran. Ia mengaku tidak memiliki target khususnya, namun bila hasil audit menunjukkan adanya penyelewengan pada BUMN maka Erick segera melaporkannya.
"Sebanyak-banyaknya, semua tergantung audit. Kemarin saja, saya ngomong maunya tujuh, ternyata dua tapi dua ternyata belum selesai juga," kata Erick.
Kementerian BUMN berupaya memperbaiki pengelolaan Dapen melalui pooling fund atau dana gabungan di bawah Indonesia Financial Group (IFG), yang mengelola asuransi, penjaminan dan investasi.
Baca juga: Erick rencanakan sinergi Bank Muamalat dan BTN Syariah
Erick menyampaikan Dapen yang bermasalah membutuhkan tambahan modal sebesar Rp12 triliun. Dana tersebut didapatkan dari BUMN yang menangani Dapen bermasalah.
Menurut Erick, penambahan modal ini bisa memakan waktu 2 hingga 3 tahun. Sebab hal ini dipengaruhi oleh masalah keuangan yang harus diselesaikan.
"Tergantung dari BUMN, kalau BUMN-nya misalnya ada problem cash flow total, itu masalah lain yang harus diselesaikan. Jadi enggak semudah itu, makanya ini kembali kalau masih mau punya pensiunan-pensiunan, mestinya ada konsolidasi," ujar Erick.
Diketahui, pada Oktober 2023, Kementerian BUMN bersama BPKP melaporkan empat Dapen BUMN ke Kejaksaan Agung.
Adapun keempat perusahaan plat merah tersebut adalah Dapen Inhutani, PT Perkebunan Nusantara (PTPN), PT Angkasa Pura I dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) atau ID Food.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Ada dua (Dapen) cuma auditnya belum selesai, kan kasihan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), minta tolong terus sama Satgas Sawit BPKP. Jadi masih menunggu," ujar Erick saat temu media di Jakarta, Selasa.
Erick mengatakan, pihaknya akan terus menindak Dapen BUMN yang melakukan pelanggaran. Ia mengaku tidak memiliki target khususnya, namun bila hasil audit menunjukkan adanya penyelewengan pada BUMN maka Erick segera melaporkannya.
"Sebanyak-banyaknya, semua tergantung audit. Kemarin saja, saya ngomong maunya tujuh, ternyata dua tapi dua ternyata belum selesai juga," kata Erick.
Kementerian BUMN berupaya memperbaiki pengelolaan Dapen melalui pooling fund atau dana gabungan di bawah Indonesia Financial Group (IFG), yang mengelola asuransi, penjaminan dan investasi.
Baca juga: Erick rencanakan sinergi Bank Muamalat dan BTN Syariah
Erick menyampaikan Dapen yang bermasalah membutuhkan tambahan modal sebesar Rp12 triliun. Dana tersebut didapatkan dari BUMN yang menangani Dapen bermasalah.
Menurut Erick, penambahan modal ini bisa memakan waktu 2 hingga 3 tahun. Sebab hal ini dipengaruhi oleh masalah keuangan yang harus diselesaikan.
"Tergantung dari BUMN, kalau BUMN-nya misalnya ada problem cash flow total, itu masalah lain yang harus diselesaikan. Jadi enggak semudah itu, makanya ini kembali kalau masih mau punya pensiunan-pensiunan, mestinya ada konsolidasi," ujar Erick.
Diketahui, pada Oktober 2023, Kementerian BUMN bersama BPKP melaporkan empat Dapen BUMN ke Kejaksaan Agung.
Adapun keempat perusahaan plat merah tersebut adalah Dapen Inhutani, PT Perkebunan Nusantara (PTPN), PT Angkasa Pura I dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) atau ID Food.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023