Adalah KH. Zaini Mun’im, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Nurul Jadid, tak hanya alim. Ia adalah seorang pejuang yang gigih di dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia. 

Kesaksian KH Muhyiddin Abdusshomad yang juga Pengasuh Pesantren Nurul Islam, Jember, menyebutkan ada tiga ulama di zaman sebelum Indonesia merdeka yang terus menerus membicarakan perjuangan untuk kemerdekaan bangsa ini, yaitu KH. Zaini Mun’im, KH. As’ad Syamsul Arifin, dan KH. Thoha. 

Ketiganya memiliki semangat juang yang sangat besar melawan penjajah di Bumi Nusantara, kala itu. Dalam perjalannnya, Kiai Zaini merupakan salah satu target Belanda untuk dilenyapkan agar tidak menjadi penghalang misi mereka untuk menguasai tanah Nusantara yang kaya raya.

Mengetahui dirinya sebagai target utama Belanda, saat itu, Kiai Zaini melakukan petualangan menuju tanah Jawa untuk menyelamatkan diri dari kejaran Belanda. Hijrahnya seorang Kiai Zaini, kala itu, tidak bermaksud untuk mendirikan pesantren, akan tetapi menghindar dari keganasan Belanda yang mengincarnya. 

Kiai Zaini sangat alim yang tawadu dan seorang yang mendedikasikan hidupnya untuk perjuangan dan pengabdian. Meskipun ia tidak memiliki niat untuk mendirikan pondok pesantren, namun banyak kiai-kiai yang mengagumi kealimannya, sehingga Kiai Zaini mendapat dorongan agar membuat pesantren untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas sempurna. 

Berbekal ilmu yang mumpuni Kiai Zaini akhirnya tergerak mendirikan pesantren yang berdasarkan masukan para guru-gurunya agar pesantren itu kelak di beri nama Nurul Jadid. 

Kiai Zaini bukan tipologi kiai yang cukup hanya mengajar ilmu agama pada santri-santrinya, yang duduk bersila di teras surau, asrama mengajar, dan setelah itu selesai. 

Ia juga dikenal sebagai seorang mujahid yang tidak pernah lelah berfikir untuk menciptakan peradaban baik di Bumi Indonesia. Dengan itu ada prinsip-prinsip yang diiternalisasikan di Pondok Pesantren Nurul Jadid ini sebagai ruh pendidikan agar lulusannya menjadi insan yang pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam di mana pun.

Lima Kesadaran Santri atau di sebut dengan Panca Kesadaran adalah nafas juang yang senantiasa menyemangati dan menggerakkan seluruh insan Pesantren Nurul Jadid.

Lima Kesadaran tersebut adalah kesadaran beragama, kesadaran berilmu, kesadaran beorganisasi, kesadaran bermasyarakat, serta kesadaran berbangsa dan bernegara.

Dalam qonun asasi Pesantren Nurul Jadid, lima kesadaran ini di pandang sebagai prinsip dalam segala aspek, baik pendidikan, dakwah, maupun pengaderan. 

Nafas-nafas Islami diinternalisasi pada setiap aktivitas di pesantren. Realitas demikian ini tidak lepas dari kepribadian pendirinya. Sebab, keberadaan pesantren tidak lepas dari karakter dan keilmuan para penggagas dan pendiri pesantren tersebut.
 
Sebagai orang alim, para pendiri dan penggagas pondok pesantren tentu akan menjadikan nilai-nilai moralitas sebagai nafas gerak dan ruang masyarakat pesantren. Keberadaan pesantren juga untuk menciptakan kader-kader potensial dalam mengarungi kehidupan dengan semangat teologis yang mengakar.
 
Harapan bangsa ini terhadap pesantren sangatlah besar, karena itu dalam menciptakan manusia harus berlandaskan pada semangat kader yang memiliki integritas, yaitu insan pencipta dan pengabdi yang memiliki jiwa Islami.
 
Buah dari ilmu itu teraplikasi dalam segala aspek kehidupan, bahkan pada hal-hal yang secara umum dianggap remeh. Misalnya, apa yang ditampilah KH Zaini Mun'im. Suatu ketika, kiai pulang dari kegiatan di luar kota, kemudian berhenti di pinggir jalan untuk berteduh di bawah pohon. 

Sesampainya di kediaman di pesantren, Kiai Zaini minta sopir untuk pergi kembali ke arah tempat yang tadi dikunjungi, tepatnya saat berteduh di bawah pohon. Si sopir kaget begitu mendengar cerita dari kiai bahwa beliau mengembalikan seekor semut yang terbawa dalam mobilnya. 

"Semut ini mungkin sedang ditunggu oleh anak-anaknya," demikian dawuh Kiai Zaini, menjelaskan kepada si sopir. 

Salah satu tokoh visioner KH. Zaini Abd Mun’im, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo, mempunyai gagasan cemerlang untuk mencetak kader masyarakat dan bangsa yang ideal. 

Gagasan itu tertuang dalam prinsip atau filosofi Pesantren Nurul Jadid, yang menjadi acuan dan pedoman Pesantren Nurul Jadid dalam mewujudkan visi-misinya, yaitu trilogi dan panca kesadaran santri.

Tidak ada penjelasan yang tertulis dari Kiai Zaini terkait apa yang dimaksud dengan trilogi. Dalam kamus KBBI trilogi itu adalah kesatuan gagasan atau pokok pikiran yang dituangkan dalam tiga bagian yang saling terhubung.


*) Ponirin Mika adalah Ketua Lakpesdam MWCNU Paiton, anggota Community of Critical Social Research, serta Kepala Bidang Kelembagaan dan Peserta Didik Biro Pendidikan Ponpes Nurul Jadid

 

Pewarta: Ponirin Mika*)

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023