Trenggalek - Ritual sedekah laut atau biasa disebut "Larung Sembonyo" yang digelar masyarakat nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek menghilangkan potensi ekonomi sekitar Rp8 miliar.
"Selama dua hari ini, dari kemarin (Minggu, 23/10) hingga nanti malam, seluruh nelayan Prigi dilarang melakukan aktivitas mencari ikan. Ini merupakan kesepakatan mereka sendiri (nelayan), sehingga seharusnya tidak ada yang merasa dirugikan," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Trenggalek, Suhadak, Senin.
Ia tak secara eksplisit menyebut potensi ekonomi yang hilang akibat berhentinya aktivitas ribuan nelayan di PPN Prigi. Namun, Suhadak menyebut secara detail bahwa omset hasil perikanan di salah satu pelabuhan terbesar di pesisir selatan Jawa tersebut per hari bisa mencapai Rp4 miliar.
Asumsi itu, menurut Suhadak dihitung berdasar volume rata-rata hasil tangkapan ikan sekitar 6.000 nelayan yang beroperasi di PPN Prigi yang ditaksir bisa mencapai 400 ton per hari.
"Tangkapan nelayan di sini bahkan bisa mencapai lebih dari 500 ton per hari saat musim ikan (panen), tapi kalau rata-ratanya ya sekitar 300-400 ton per hari," terangnya.
Hilangnya potensi ekonomi di Pelabuhan Prigi tidak hanya terjadi saat libur dua hari untuk kegiatan labuh/larung sesaji yang diperkirakan baru berakhir Senin malam ini.
Menurut keterangan Suhadak, hal serupa juga terjadi saat voltase listrik di pelabuhan utama nelayan Trenggalek ini mengalami penurunan drastis pada dua hari sebelumnya (Jumat, 21/10 hingga Sabtu, 22/10), yang berakibat terhentinya seluruh aktivitas pelabuhan serta pabrik ikan setempat.
"Dampaknya saat itu luar biasa, harga ikan sampai jatuh hingga hanya berkisar Rp50 ribu per kwintal, padahal normalnya adalah Rp150 ribu per kwintal atau minimal Rp100 ribu per kwintal," jelasnya.
Dampak dari anjloknya harga ikan selama dua hari menjelang prosesi labuh laut atau larung sesaji tersebut diakui oleh sejumlah nelayan Prigi. Mereka bahkan mengeluh karena biaya operasional dengan hasil penjualan ikan sangat timpang.
Untuk sekali berlayar, anggaran operasional satu perahu jenis slerek dengan 15 hingga 30 awak kapal biasanya membutuhkan biaya mencapai Rp3 juta lebih. Padahal, hasil tangkapan ikan mereka per kwintal hanya dihargai Rp50 ribu.
"Tidak ada yang mau menerima hasil tangkapan ikan kami akibat berhentinya operasional pabrik. Kami akhirnya memang bisa menjual ke sejumlah tempat pemindangan yang jumlahnya di sini ada sekitar 200 unit, tapi harganya sudah jatuh sekali (anjlok)," ujar Darminto, salah seorang keluarga nelayan.
Total nelayan yang beroperasi di sekitar PPN Prigi saat ini diperkirakan ada sekitar 6.000 orang, dengan jumlah kapal sekitar 600 unit (153 unit kapal slerek, 40 kapal pancing, dan 400-an kapal kecil).
Volume tangkapan ikan yang berhasil dikumpulkan oleh seluruh nelayan dengan jumlah kapal tersebut di atas, menurut asumsi DKP Trenggalek berkisar antara 300-400 ton per hari untuk jenis ikan rengis (tongkol kecil) dan teropong (ikan layang).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011