Ketenangan pikiran dan saling dukung menjadi pegangan bagi Feny Bachtiar, Nourma Try Indriani dan Rica Nensi Perangin Angin saat membidik sasaran yang menjelma menjadi medali perunggu cabang menembak Asian Games untuk Indonesia.
Tiga srikandi Merah Putih itu saling menyemangati saat bergiliran mengincar target bergerak dari jarak 10m di Fuyang Yinhu Sports Centre, Kamis.
Menyelesaikan 30 peluru pertama mereka, tim putri Indonesia sempat menyalip Kazakhstan ke peringkat dua klasemen saat trio Korea Utara mencatatkan skor yang cukup stabil di puncak.
Mereka paham dua negara itu merupakan lawan terberat di level Asia, pasalnya Kazhakstan diperkuat oleh dua juara dunia 2023 yaitu Alexandra Saduakassova dan Zukhra Irnazarova.
"Deg-degan melihat tadi lawannya hebat-hebat, tapi kami patut bersyukur mendapat perunggu hasil dari kerja sama kami sebagai tim," kata Feny ketika ditemui Antara setelah upacara pengalungan medali.
Dengan setiap atlet melakukan gerakan yang sama dan berulang-ulang, cabang menembak menunjukkan reputasinya sebagai olahraga yang menuntut kekuatan mental.
Tak jarang para petembak kehilangan konsentrasi setelah mendapati tembakan mereka melenceng jauh dari sasaran tengah.
Nourma Indriani tak dapat menyembunyikan raut kecewanya setelah merampungkan 30 peluru pertamanya, dan setelah ia mengistirahatkan senapannya, air mata petembak berusia 33 tahun itu tak terbendung saat ia berlari meninggalkan arena.
Hal itu terjadi bukan tanpa alasan mengingat juara SEA Games 2021 itu mencetak skor paling sedikit di antara rekan-rekannya dengan total 516 poin dan 12 tepat sasaran sedangkan posisi timnya, yang turun ke peringkat tiga, terancam oleh trio Vietnam yang belum merampungkan tembakannya.
Meski pada akhirnya medali perunggu telah mereka amankan berkat skor 1604-31x, Indri masih tertunduk lesu setelah turun dari podium dan kedua rekannya serta ofisial dari PB Perbakin bergantian memeluk dan menyemangati petembak 33 tahun itu.
"Di lapangan kami juga saling memotivasi," kata Feny.
"Misalnya ketika Indri tadi menjadi penembak terakhir, ketika ia menoleh ke belakang, kami soraki 'semangat-semangat!'. Kami beri dukungan dan alhamdulillah dia bisa, kami semua bisa," kata Feny.
Hubungan Luar Negeri PB Perbakin Alia Zaerina, yang setia mendampingi ketiga atlet tersebut di lapangan, menekankan bagaimana pentingnya mengatur mental bagi seorang anak-anak asuhnya.
"Peran saya mungkin seperti 'ibu' bagi mereka. Saya atlet juga, saya menyayangi mereka," kata Alia yang sempat terlihat memeluk Indri dan menenangkan hatinya saat jeda.
"Saya hanya berbagi pengalaman karena saya pernah di sini mereka. Harus terus berprasangka baik, karena kebaikan pasti akan membantu kita," tegasnya.
Alia juga selalu berpesan kepada anak-anak asuhnya untuk terus berpikiran ke depan.
"Misalnya satu kali tembakan nilainya delapan, lupakan delapan itu, kita harus menatap ke depan (tembakan berikutnya)... Jadi ketika satu sudah ditembakkan, kita start lagi dari awal.
"Tahapan-tahapan itu harus dilakukan dengan benar sampai dia menarik pelatuknya. Jadi satu per satu peluru, bukan memikirkan total skor," kata Alia.
Di kelas Asian Games sendiri ketrampilan petembak sudah seharusnya tidak dipertanyakan lagi. Akan tetapi, setiap individu yang memegang senapan itu memiliki kekuatan mental yang berbeda-beda.
Itulah kenapa sangat penting memberi para atlet Indonesia kesempatan berkompetisi tak hanya di dalam negeri, namun juga di tingkat internasional.
Rica dan Indri sendiri telah membuktikan dirinya memenangi nomor perorangan dan beregu SEA Games Vietnam.
Dan di lingkungan pelatnas pun, Alia mengungkapkan, tidak ada budaya menyalahkan apabila salah satu atlet mencatatkan hasil yang rendah.
"Kadang-kadang Indri yang paling bagus (angkanya), sedangkan yang dua ini turun. Seperti apa yang terjadi sekarang ini hal seperti itu wajar di menembak," kata Alia.
"Kami sebagai tim harus saling dukung dan tidak menyalahkan karena mungkin di masa depan mereka akan merasakan hal yang sama.
"Ketika ada yang menyatukan hal positif, maka semuanya akan jadi positif," kata Alia.
Kans Indonesia merebut medali nomor perorangan kandas karena Rica Nensi Perangin Angin yang menyumbang poin terbanyak bagi tim Merah Putih finis di peringkat kelima dengan 550-8x.
Sedangkan Zukhra Irnazarova (560-10x) menjadi penyumbang poin terbanyak untuk Kazahkstan sekaligus merebut medali emas nomor perorangan, mengalahkan tiga wakil Korea Urara Jiye Ri (554-10x), Oksim Paek (551-8x) dan Myonghyang Park (550-10x) yang finis berurutan di empat besar.
Meskipun pada akhirnya tak mampu mengejar poin Korea Utara yang membawa pulang emas dengan skor 1655-28x dan Kazahkstan di peringkat kedua dengan 1642-25 untuk perak, tim Indonesia patut berbangga karena menjadi yang terbaik di antara negara-negara Asia tenggara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Tiga srikandi Merah Putih itu saling menyemangati saat bergiliran mengincar target bergerak dari jarak 10m di Fuyang Yinhu Sports Centre, Kamis.
Menyelesaikan 30 peluru pertama mereka, tim putri Indonesia sempat menyalip Kazakhstan ke peringkat dua klasemen saat trio Korea Utara mencatatkan skor yang cukup stabil di puncak.
Mereka paham dua negara itu merupakan lawan terberat di level Asia, pasalnya Kazhakstan diperkuat oleh dua juara dunia 2023 yaitu Alexandra Saduakassova dan Zukhra Irnazarova.
"Deg-degan melihat tadi lawannya hebat-hebat, tapi kami patut bersyukur mendapat perunggu hasil dari kerja sama kami sebagai tim," kata Feny ketika ditemui Antara setelah upacara pengalungan medali.
Dengan setiap atlet melakukan gerakan yang sama dan berulang-ulang, cabang menembak menunjukkan reputasinya sebagai olahraga yang menuntut kekuatan mental.
Tak jarang para petembak kehilangan konsentrasi setelah mendapati tembakan mereka melenceng jauh dari sasaran tengah.
Nourma Indriani tak dapat menyembunyikan raut kecewanya setelah merampungkan 30 peluru pertamanya, dan setelah ia mengistirahatkan senapannya, air mata petembak berusia 33 tahun itu tak terbendung saat ia berlari meninggalkan arena.
Hal itu terjadi bukan tanpa alasan mengingat juara SEA Games 2021 itu mencetak skor paling sedikit di antara rekan-rekannya dengan total 516 poin dan 12 tepat sasaran sedangkan posisi timnya, yang turun ke peringkat tiga, terancam oleh trio Vietnam yang belum merampungkan tembakannya.
Meski pada akhirnya medali perunggu telah mereka amankan berkat skor 1604-31x, Indri masih tertunduk lesu setelah turun dari podium dan kedua rekannya serta ofisial dari PB Perbakin bergantian memeluk dan menyemangati petembak 33 tahun itu.
"Di lapangan kami juga saling memotivasi," kata Feny.
"Misalnya ketika Indri tadi menjadi penembak terakhir, ketika ia menoleh ke belakang, kami soraki 'semangat-semangat!'. Kami beri dukungan dan alhamdulillah dia bisa, kami semua bisa," kata Feny.
Hubungan Luar Negeri PB Perbakin Alia Zaerina, yang setia mendampingi ketiga atlet tersebut di lapangan, menekankan bagaimana pentingnya mengatur mental bagi seorang anak-anak asuhnya.
"Peran saya mungkin seperti 'ibu' bagi mereka. Saya atlet juga, saya menyayangi mereka," kata Alia yang sempat terlihat memeluk Indri dan menenangkan hatinya saat jeda.
"Saya hanya berbagi pengalaman karena saya pernah di sini mereka. Harus terus berprasangka baik, karena kebaikan pasti akan membantu kita," tegasnya.
Alia juga selalu berpesan kepada anak-anak asuhnya untuk terus berpikiran ke depan.
"Misalnya satu kali tembakan nilainya delapan, lupakan delapan itu, kita harus menatap ke depan (tembakan berikutnya)... Jadi ketika satu sudah ditembakkan, kita start lagi dari awal.
"Tahapan-tahapan itu harus dilakukan dengan benar sampai dia menarik pelatuknya. Jadi satu per satu peluru, bukan memikirkan total skor," kata Alia.
Di kelas Asian Games sendiri ketrampilan petembak sudah seharusnya tidak dipertanyakan lagi. Akan tetapi, setiap individu yang memegang senapan itu memiliki kekuatan mental yang berbeda-beda.
Itulah kenapa sangat penting memberi para atlet Indonesia kesempatan berkompetisi tak hanya di dalam negeri, namun juga di tingkat internasional.
Rica dan Indri sendiri telah membuktikan dirinya memenangi nomor perorangan dan beregu SEA Games Vietnam.
Dan di lingkungan pelatnas pun, Alia mengungkapkan, tidak ada budaya menyalahkan apabila salah satu atlet mencatatkan hasil yang rendah.
"Kadang-kadang Indri yang paling bagus (angkanya), sedangkan yang dua ini turun. Seperti apa yang terjadi sekarang ini hal seperti itu wajar di menembak," kata Alia.
"Kami sebagai tim harus saling dukung dan tidak menyalahkan karena mungkin di masa depan mereka akan merasakan hal yang sama.
"Ketika ada yang menyatukan hal positif, maka semuanya akan jadi positif," kata Alia.
Kans Indonesia merebut medali nomor perorangan kandas karena Rica Nensi Perangin Angin yang menyumbang poin terbanyak bagi tim Merah Putih finis di peringkat kelima dengan 550-8x.
Sedangkan Zukhra Irnazarova (560-10x) menjadi penyumbang poin terbanyak untuk Kazahkstan sekaligus merebut medali emas nomor perorangan, mengalahkan tiga wakil Korea Urara Jiye Ri (554-10x), Oksim Paek (551-8x) dan Myonghyang Park (550-10x) yang finis berurutan di empat besar.
Meskipun pada akhirnya tak mampu mengejar poin Korea Utara yang membawa pulang emas dengan skor 1655-28x dan Kazahkstan di peringkat kedua dengan 1642-25 untuk perak, tim Indonesia patut berbangga karena menjadi yang terbaik di antara negara-negara Asia tenggara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023