BPBD Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur meningkatkan kesiagaan dalam penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) seiring kian tingginya risiko kasus karhutla di daerah tersebut.
"Selama periode Juli-Agustus ini saja sudah ada 17 kasus karhutla, sehingga kewaspadaan dan kesiagaan harus ditingkatkan," kata Kepala Pelaksana BPBD Ponorogo, Sapto Jatmiko di Ponorogo, Senin.
Koordinasi terus dilakukan dengan banyak pihak terkait seperti TNI, kepolisian, perangkat desa/kelurahan, masyarakat hingga organisasi masyarakat serta relawan.
Setiap informasi kebakaran hutan dan/atau lahan sebisa mungkin dilakukan penanggulangan dini agar tidak semakin merembet hingga menjadi karhutla dalam skala besar.
"Untuk upaya pemadaman kami dibantu dengan relawan, masyarakat, TNI dan Polri. Memang kasus karhutla perlu penanganan khusus, berbeda dengan kasus kebakaran rumah," katanya.
Sapto mengatakan, penyebab karhutla bisanya terjadi karena banyak faktor. Namun yang paling dominan biasanya disebabkan karena kesalahan manusia atau "human error", seperti membakar sampah untuk membuka lahan hingga karena putung rokok yang dibuang sembarangan.
"Saya tidak tahu apakah faktor disengaja atau tidak, tapi memang di musim kemarau ini banyaknya bahan yang mudah terbakar," ujar Sapto.
Kendati belum menimbulkan korban jiwa, namun pihaknya tetap berupaya api yang membakar hutan tidak merembet ke pemukiman warga. Sebab, mayoritas kebakaran yang terjadi lokasinya tidak jauh dari pemukiman warga.
"Kita padamkan dengan cara khusus, agar tidak merembet ke arah pemukiman warga, karena lokasi kebakaran selalu berdekatan dengan pemukiman," katanya.
Sebagaimana data BPBD Ponorogo, 17 kasus karhutla tersebar di 10 kecamatan. Terbanyak berada di kecamatan Sawoo dengan tiga lokasi dan Sambit empat lokasi.
Lalu di Kecamatan Jenangan dan Bungkal dua lokasi, sedangkan lainnya yakni Balong, Sampung, Slahung, Jambon, Pulung dan Mlarak satu lokasi.
Sapto menuturkan, kebakaran hutan dan lahan ini juga merupakan potensi bencana selain kekeringan. Menurutnya, ini dipengaruhi oleh badai El Nino yang diprediksi puncaknya terjadi pada September mendatang.
"Puncak El Nino serta kemarau ini diprediksi puncaknya September, dan Oktober juga masih terdampak," katanya.
Pihaknya menyebut kerugian atas peristiwa kebakaran yang terjadi mencapai 35,5 hektare, dimana yang paling terbanyak terdampak, yakni hutan lindung dengan 21,5 hektare di 10 lokasi dan hutan rakyat sebanyak 14 hektare di tujuh lokasi
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Selama periode Juli-Agustus ini saja sudah ada 17 kasus karhutla, sehingga kewaspadaan dan kesiagaan harus ditingkatkan," kata Kepala Pelaksana BPBD Ponorogo, Sapto Jatmiko di Ponorogo, Senin.
Koordinasi terus dilakukan dengan banyak pihak terkait seperti TNI, kepolisian, perangkat desa/kelurahan, masyarakat hingga organisasi masyarakat serta relawan.
Setiap informasi kebakaran hutan dan/atau lahan sebisa mungkin dilakukan penanggulangan dini agar tidak semakin merembet hingga menjadi karhutla dalam skala besar.
"Untuk upaya pemadaman kami dibantu dengan relawan, masyarakat, TNI dan Polri. Memang kasus karhutla perlu penanganan khusus, berbeda dengan kasus kebakaran rumah," katanya.
Sapto mengatakan, penyebab karhutla bisanya terjadi karena banyak faktor. Namun yang paling dominan biasanya disebabkan karena kesalahan manusia atau "human error", seperti membakar sampah untuk membuka lahan hingga karena putung rokok yang dibuang sembarangan.
"Saya tidak tahu apakah faktor disengaja atau tidak, tapi memang di musim kemarau ini banyaknya bahan yang mudah terbakar," ujar Sapto.
Kendati belum menimbulkan korban jiwa, namun pihaknya tetap berupaya api yang membakar hutan tidak merembet ke pemukiman warga. Sebab, mayoritas kebakaran yang terjadi lokasinya tidak jauh dari pemukiman warga.
"Kita padamkan dengan cara khusus, agar tidak merembet ke arah pemukiman warga, karena lokasi kebakaran selalu berdekatan dengan pemukiman," katanya.
Sebagaimana data BPBD Ponorogo, 17 kasus karhutla tersebar di 10 kecamatan. Terbanyak berada di kecamatan Sawoo dengan tiga lokasi dan Sambit empat lokasi.
Lalu di Kecamatan Jenangan dan Bungkal dua lokasi, sedangkan lainnya yakni Balong, Sampung, Slahung, Jambon, Pulung dan Mlarak satu lokasi.
Sapto menuturkan, kebakaran hutan dan lahan ini juga merupakan potensi bencana selain kekeringan. Menurutnya, ini dipengaruhi oleh badai El Nino yang diprediksi puncaknya terjadi pada September mendatang.
"Puncak El Nino serta kemarau ini diprediksi puncaknya September, dan Oktober juga masih terdampak," katanya.
Pihaknya menyebut kerugian atas peristiwa kebakaran yang terjadi mencapai 35,5 hektare, dimana yang paling terbanyak terdampak, yakni hutan lindung dengan 21,5 hektare di 10 lokasi dan hutan rakyat sebanyak 14 hektare di tujuh lokasi
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023