Bekasi - Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Bekasi meminta aparat penegak hukum menindak pelaku eksploitasi anak dan bayi untuk mengemis yang saat ini marak terlihat di sejumlah tempat di Kota Bekasi. "Perbuatan mengeksploitasi anak itu merupakan pelanggaran yang harus diberikan sanksi hukum, namun hingga kini belum ada klausul dalam UU yang menjerat pelaku selain mengganggu ketertiban umum," kata Ketua KPAID Bekasi Moh Syahroni, di Bekasi, Jumat. Ia melihat banyak anak-anak dan bahkan bayi yang dijadikan alat peraga untuk menggugah warga menyisihkan uang receh sebagai sedekah marak ditemukan di berbagai jalan, mal, stasiun pengisian bahan bakar umum, terminal, dan pintu-pintu keluar parkir di pertokoan di kota itu. "Kita sayangkan sikap orang tua yang tega membiarkan anak-anak dan bayinya terkena panas terik matahari, angin, debu dan hujan untuk menarik simpati warga agar mau memberikan uang," ujar Syahroni yang baru dilantik sebagai ketua KPAID Kota Bekasi, akhir Agustus 2011. Jumlah anak-anak dan bayi dijadikan alat peraga ataupun menggemis sendiri dan mengamen yang diorganisir oleh kelompok tertentu diperkirakan banyak sekali. Sementara Satpol PP selaku penegak Perda harus bisa bertindak tegas dalam mengatasi maraknya orang tua yang datang ke Bekasi membawa anak untuk menggemis. "Saya khawatir jangan sampai Kota Bekasi jadi bertabur penggemis. Bisa bisa julukan sebagai kota patriot berubah menjadi kota penggemis. Kalau Bogor dikenal dengan kota sejuta angkot, jangan sampai Bekasi jadi kota sejuta penggemis," tegasnya. Upaya mengeksploitasi anak untuk tujuan mendapatkan belas kasihan menurut Syahroni telah melanggar konvensi tentang hak anak sesuai UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Pengurus KPAID Kota Bekasi sendiri kini tengah melakukan pemetaan tentang persoalan eksploitasi anak, sosialisasi dengan menempatkan pamplef di lokasi yang sering dijadikan tempat mangkal penggemis, menerima pengaduan, pengembangan kemitraan hingga memberikan advokasi bagi anak tertimpa persoalan hukum. Terhadap orang tua yang hidup sangat miskin dan memiliki anak, ia menyatakan siap membantu agar bisa bersekolah gratis setidaknya hingga menyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun. Bagi anak yang tidak lagi memiliki orang tua, pemerintah telah menyiapkan rumah singgah. "Rumah singgah ini harus benar-benar digunakan sesuai fungsinya dalam menampung anak jalanan dan anak yang tidak jelas keberadaan orangtua mereka. Jangan sampai keberadaan rumah singgah sekadar 'lips service' saja," ujarnya. Ia juga mengimbau kepada warga agar tidak memberi sedekah pada penggemis dan kalau memang berkeinginan menyisihkan sebagian harta, dipersilahkan menggunakan badan amil zakat atau institusi zakat yang banyak dikelola swasta. "Saya rasa perlu juga disiapkan aturan hukum untuk memberi sanksi terhadap warga yang memberikan sedekah kepada penggemis di tempat-tempat tertentu," ujarnya. Seorang penggemis yang ditemui tengah menggendong anak di sebuah SPBU di Kota Bekasi, menyatakan dengan membawa anak yang masih bawah tiga tahun ia lebih mudah menyentuh hati warga yang menerima kembalian uang sisa mengisi BBM untuk memberi uang. "Kalau di sini hasilnya lebih banyak. Orang itu kan sudah mengeluarkan uang juga dan menerima kembalian dan begitu disodorkan kotak sebagian memberi uang," ujar ibu yang mengaku bernama Sopiah sambil menggendong anaknya dengan kain panjang di SPBU Jln. Chairil Anwar itu. Dengan membawa anak kecil hasil yang didapat jauh lebih besar. "Sebenarnya kasihan juga membawa anak tapi mau gimana lagi dan kalau ditinggal juga tidak ada yang jaga," ujar ibu dua anak itu.

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011