Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur menyatakan bahwa implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan dinilai mampu menurunkan kelebihan daya tampung atau kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) yang ada di wilayah tersebut.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham Jatim Imam Jauhari saat peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan ke-59 di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa, mengatakan, penurunan kelebihan daya tampung itu sudah tercermin pada 39 lapas atau rumah tahanan (rutan) di Jawa Timur.
"Jika biasanya, rata-rata kelebihan kapasitas atau overcrowded di lapas atau rutan di Jatim tidak pernah di bawah 110 persen, sekarang bisa turun hingga 103 persen," kata Imam.
UU Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan, mengamanatkan perbaikan secara mendasar dalam pelaksanaan fungsi pemasyarakatan, yang meliputi pelayanan, pembinaan, pembimbingan kemasyarakatan, perawatan, pengamanan dan pengamatan dengan menjunjung tinggi penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM.
Dalam aturan tersebut, pemerintah memberikan kepastian hukum kepada setiap orang yang sedang menjalani pidana dan menyebutkan bahwa pemberian hak bersyarat kepada narapidana diberikan tanpa terkecuali kepada setiap narapidana.
Imam menambahkan, salah satu implementasi undang-undang itu adalah dilaksanakannya proses integrasi sosial. Kanwil Kemenkumham Jawa Timur telah menerapkan program integrasi dan asimilasi rumah sejak 1 Januari hingga 20 April 2023 kepada 2.667 narapidana.
"Dari jumlah tersebut, pelanggaran yang dilakukan relatif sangat kecil, yaitu pelanggaran asimilasi sebanyak empat orang dan pelayanan integrasi sebanyak dua orang," katanya.
Ia berhadap, semangat reformasi hukum melalui perubahan sistem pemasyarakatan bisa terus diimplementasikan dengan semangat tata nilai Profesional, Akuntabel, Sinergi, Transparan dan Inovatif (PASTI) dan BerAKHLAK. Sehingga bisa mewujudkan cita-cita pemasyarakatan.
"Semoga ke depan pemasyarakatan semakin maju dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan," katanya.
Dalam puncak peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan ke-59 itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly secara virtual memberikan arahan, pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menempatkan pemasyarakatan sebagai salah satu Subsistem Peradilan Pidana Indonesia.
Ia menyatakan bahwa sistem Pemasyarakatan yang semula hanya menjadi muara dari sistem peradilan pidana kini harus bertransformasi. Hal tersebut menuntut perluasan peran petugas pemasyarakatan untuk berpartisipasi penuh dalam keadilan restoratif.
"Sistem pemasyarakatan harus bergerak mulai dari tahapan Pra Adjudikasi, Adjudikasi sampai dengan Pasca Adjudikasi," katanya.
Ia juga mengingatkan kepada seluruh jajaran di Indonesia untuk bersiap karena melalui UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, harus mampu menghadapi perubahan paradigma tersebut.
Menurutnya, pemidanaan ke depan bukan hanya mampu memberikan penyelesaian secara berkeadilan namun juga memulihkan. Pemidanaan ke depan juga harus memberikan perhatian pada korban, pelibatan masyarakat dan tanggung jawab pelaku.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023