DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya menyatakan Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriah merupakan momen untuk memperkuat silaturahim antarwarga.

"Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1444 Hijriah. Selamat merayakan Lebaran dengan penuh kebahagiaan," kata Ketua DPC PDIP Surabaya Adi Sutarwijono di Surabaya, Sabtu.

Menurut dia, keluarga besar PDI Perjuangan Kota Surabaya menyambut datangnya Idul Fitri dengan penuh suka cita.

Para kader banteng menikmati kebahagiaan Lebaran bersama sanak keluarga, warga masyarakat, saling bermaaf-maafan, berjabat tangan dan memperkuat tali silaturahim.

"Kami menyampaikan permohonan maaf lahir dan batin kepada seluruh warga. Minal aidin walfaidzin. Ke depan, kami semua akan bekerja lebih keras lagi untuk meningkatkan pengabdian kepada masyarakat, menyempurnakan kekurangan dalam proses pelayanan kepada warga," ujar Cak Awi, sapaan akrabnya.

Ia menambahkan, tradisi Lebaran diiringi dengan membuka pintu maaf bagi siapapun. Tak ada manusia yang sempurna, dan pasti memiliki kesalahan dalam menjalani setiap fase kehidupan. 

"Memaafkan dan dimaafkan adalah keniscayaan dalam proses kehidupan kehidupan manusia. Inilah indahnya Lebaran, indahnya Idul Fitri, dimana kita saling membuka diri untuk meminta maaf sekaligus memaafkan siapapun," ujarnya.

Melalui tradisi unjung-unjung, kata Cak Awi, Lebaran juga menjadi momentum indah untuk bergembira bersama keluarga tercinta, sanak keluarga, tetangga dan handai taulan. 

"Semuanya berkumpul, berbagi cerita apa saja dengan sanak kerabat. Mungkin bercerita soal lika-liku kehidupan selama ini, makanan favorit, hobi olahraga, dan sebagainya. Semuanya menjadi warna-warni yang menambah kesan saat berkumpul bersama keluarga," tutur ketua DPRD Kota Surabaya tersebut.

Hal itu, lanjut dia, tentunya juga tak akan luput dari cerita saat berkumpul bersama keluarga adalah perjalanan mudik ke kampung halaman. Melintasi ratusan kilometer jalanan tentu menyisakan banyak cerita.

"Mudik selalu penuh warna, dan inilah penanda kemeriahan Lebaran yang khas Indonesia. Kita bersyukur, mudik juga telah mampu menggerakkan perekonomian, sehingga ekonomi rakyat terus terjaga dengan relatif baik," ucapnya.

Pada momentum Lebaran, ia mengajak semua warga untuk meningkatkan kepedulian kepada lingkungan sekitar, terutama para tetangga.

Meski Surabaya telah menjadi kota metropolitan, suasana keguyuban antarwarganya tak boleh hilang. Tradisi unjung-unjung telah memperkuat keguyuban dan tali persaudaraan di antara warga masyarakat.

"Kepedulian kepada tetangga sangat penting. Mari tengok kondisinya. Rasa saling peduli ini yang menjaga Surabaya tetap menjadi kota metropolitan namun selalu penuh kisah-kisah humanis dalam keseharian warganya. Jangan ada sikap individualisme dalam kehidupan antarwarga," kata alumnus Universitas Airlangga tersebut.

Salah satu momentum merajut kepedulian dengan lingkungan sekitar adalah penyelenggaraan halal bihalal yang marak di kampung-kampung se-Surabaya. Biasanya di tingkat RT dan RW digelar halal bihalal. 

Adi menjelaskan, tradisi halal bihalal di masyarakat Indonesia lahir dari dialog Presiden pertama Ir Soekarno dan ulama NU KH Wahab Chasbullah.

Pada 1948, saat awal republik berdiri masih diwarnai banyak pertentangan politik, Bung Karno meminta pendapat dari KH Wahab Chasbullah, kemudian diberikan saran agar diselenggarakan silaturahim antar-anak bangsa. 

Bung Karno meminta istilah selain silaturahim sehingga tercetuslah “halal bihalal”, suatu penanda bahwa setiap pertentangan dan konflik antaranak bangsa harus saling dimintakan maaf sehingga semua menjadi “halal”.

"Semarakkan halal bihalal di kampung-kampung, untuk menjadi sarana saling peduli antarwarga. Juga melibatkan UMKM kampung untuk pemenuhan kebutuhan. Semuanya indah dan guyub, dan saling menumbuhkan," kata Cak Awi.

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023