Desainer asal Kota Surabaya, Tekno Wiroyudho, punya keinginan menghapus stigma atau pandangan sebelah mata masyarakat umum kepada anak-anak disabilitas melalui modeling.

Profesi modeling dimatanya bisa dilakukan oleh siapapun, tanpa melihat sisi kesempurnaan dari segi fisik. Terpenting punya talenta dan mau berkembang.

Itu yang selalu ditanamkan kepada para anak didiknya di sekolah model khusus anak disabilitas binaannya yang berdiri pada Desember 2022, di tengah situasi pandemi COVID-19.

Sekolah modeling berdiri di bawah naungan "TW Management", mirip dengan brand rancangannya "Batek TW". Muridnya ada 30 anak, usianya mulai dari 10 tahun hingga 28 tahun.

Sekolah itu, tempat membina anak-anak disabilitas, dididik menjadi model. Menumbuhkan rasa percaya diri, mengembangkan talenta, sekaligus memberikan jalan menuju industri modeling, tak hanya Nasional, tetapi juga internasional.

Seluruh anak disabilitas di sana mendapatkan kesamaan dalam hal materi. Tak ada yang dibedakan, baik penyandang autis, tuna rungu, tuna daksa, maupun lainnya.

Setiap anak memiliki kelebihan berbeda-beda. Melihat pada potensi sang anak.

Lebih jelasnya mereka dibibit menjadi seseorang model yang tanggung, sekalipun ada kekurangan dalam dirinya.

Di matanya, anak-anak disabilitas tak ada beda dengan masyarakat pada umumnya. Mereka hanya perlu diberikan ruang untuk menunjukkan talenta, berekspresi dan mendapatkan pengembangan yang pas untuk masa depannya.

Memang tak bisa sembarang dilakukan. Orang-orang berkompeten pada bidangnya digandeng, khususnya sebagai pembicara dengan bahasa isyarat.

Mimpinya selalu tertanam di dalam benaknya. Tak ada rasa lelah, meski banyak kendalanya.


Berprestasi

Mendidik anak berkebutuhan khusus harus dilakukan secara sabar. Apalagi berjalan di atas panggung atau biasa disebut "catwalk" tidak mudah dijalankan. Butuh fokus dan rasa percaya diri.

Dua hal itu sering dilatih oleh Tekno kepada anak-anaknya. Semuanya mendapatkan hal itu. Pun demikian dengan kesempatan mentas di suatu ajang modeling, mengenakan busana rancangan desainer kenamaan.

Rasa puas akan muncul saat mendengar anak didiknya mampu menyabet gelar prestisius dunia modeling, baik tingkat daerah maupun Nasional.

Itu kebanggaan tersendiri untuknya. Kepuasan batin, puji syukur mendapatkan kesempatan terjun memberdayakan penyandang disabilitas melalui dunia modeling. Dunia yang akrab dengan fesyen itu.

Anak didiknya tak hanya ada yang sudah terjun di dunia pertunjukan fesyen. Ada juga yang ikut syuting salah satu film pendek.

Dia makin bersyukur karena usaha berhasil. Anak-anak disabilitas sudah mendapatkan yang semestinya. Pandangan skeptis mulai terkikis.

Di mata Tuhan tidak ada yang berbeda, semuanya sama, mau itu disabilitas atau masyarakat bukan disabilitas. Perbedaannya adalah mau maju atau tidak.


Tak berbayar

Sekolah modeling anak disabilitas yang dinaunginya itu tak menarik biaya sepeserpun dari para peserta didik. Kepuasan batin melihat anak-anaknya sukses menjadi hal lebih besar ketimbang pundi-pundi rupiah. Komitmen itu sudah ada di hatinya.

Semuanya dianggap sebagai kerja sosial, menjadi wadah menampung hak kaum disabilitas. Tujuannya, seperti yang dia katakan memberikan ruang seluas-luasnya bagi anak-anak disabilitas.

Dia sudah merasa bahagia apabila anak didiknya berhasil. Niat mengomersilkan tak pernah muncul sedikitpun.

Anak disabilitas juga diberdayakan sebagai tenaga pengajar, membantu pola komunikasi dua arah. Membantu tenaga pengajar juga.

Tenaga anak disabilitas sebagai pengajar juga dibayar, itu disebutnya proses menghargai jasa anak didiknya. Tak patut kaum spesial itu didiamkan, mereka punya bakat dan potensi yang tidak musti dimiliki orang pada umumnya.

Salah seorang tenaga pengajar di sekolah modeling yang didirikan Tekno Wirayudho, Umiril Artiati, menerapkan pola selektif, menyaring setiap ada tawaran pertunjukan fesyen.

Tidak bisa dipaksakan, semuanya harus menyesuaikan kondisi anak-anak di sana, seperti kesiapan hingga suasana hati anak didik.

Hanya murid yang siap saja bakal tampil di suatu ajang fesyen. Durasinya pun tidak lama.

Tenaga pengajar harus terus memberikan arahan selama anak-anak spesial itu berlenggak-lenggok di atas "catwalk".

Latihan dilakukan setiap hari Selasa, dimulai tepat pukul 15.30 WIB. Setiap proses berlangsung koreografer memberikan arahan, tak mudah memang. Namun, semuanya dilakukan dengan hati dan ikhlas.

Seringnya, anak-anak juga berikan latihan konsentrasi. Tentunya ada metode khusus. Tenaga pengajar berkoordinasi dengan anak-anak disabilitas yang juga melatih di sana.

Pola koordinasi memudahkan anak-anak disabilitas menerima materi, baik koreo maupun latihan konsentrasi. Memang tak bisa dipaksakan harus mengerti dalam sekejap, semuanya butuh proses panjang.

Apalagi, melalui sekolah itu anak-anak disabilitas juga diharapkan mampu menembus panggung modeling profesional, atau industri kalau disebutnya.

Anak-anak disabilitas juga tak dituntut berjalan selayaknya model profesional. Namun, mereka diajarkan untuk tetap percaya diri tampil di hadapan masyarakat luas. Itu tujuannya.

Proses latihan dilakukan melalui pendekatan yang berbeda-beda. Tak bisa disamakan satu dengan lainnya. Cara-cara khusus dilakukan, komunikasi menjadi hal penting.

Paling terpenting juga tenaga pengajar bisa memahami apa yang sedang kebutuhan anak-anak itu. Kemudian menyesuaikannya dengan materi modeling yang diberikan.

Tak bisa begitu saja dilakukan memang. Harus secara sabar, telaten, dan penuh gairah membuat anak-anak disabilitas berkembang. Itu impiannya.

Pada acara Ulang tahun Ethnic Nusantara (Etnura) ke-3 di Shang-Ri La Hotel Surabaya, Sabtu (18/3), jadi ajang anak-anak disabilitas dari sekolah modeling milik Tekno Wiroyudho unjuk kebolehan di atas panggung.

Ada 10 orang yang mentas di sana. Mereka keluar secara bergantian. Terlihat anggun dan elegan. Percaya diri juga.

Busana yang dikenakan merupakan kebaya dengan tema penuh warna, meriah. Anak-anak itu tampak antusias menjalani peragaan busana. Ada yang memakai busana bercorak batik juga.

Beberapa kali juga Umiril terlihat memberikan kata-kata motivasi kepada anak didiknya.

Semuanya dilakukan agar mereka bisa tetap percaya diri selama mentas. Syukurlah, semuanya berjalan lancar, tak ada kendala hingga acara selesai karena anak-anak tampil sangat luar biasa.

Pewarta: Ananto Pradana

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023