Surabaya - Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Jawa Timur (Jatim) mengkhawatirkan pertumbuhan pusat belanja (mal) di Surabaya karena jumlahnya tak sebanding dengan tingkat kunjungan masyarakat. "Kalau melihat jumlah penduduk Surabaya mencapai sekitar 3 juta hingga 4 juta orang dan keberadaan 22 mal yang menyebar di Kota Pahlawan, saya akui jumlahnya masih kurang," kata Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DPD Jatim, Didi Woelyadi Simson, ditemui di kantornya, di Surabaya, Kamis. Di sisi lain, ia menilai, jumlah mal di Surabaya sudah melebihi permintaan pasar menyusul banyaknya gerai yang ada saat ini hanya pelaku yang sama. "Saya heran dengan karakter orang Surabaya. Mayoritas hanya memenuhi hasrat penasarannya ketika sejumlah mal baru buka. setelah itu, mereka bosan," ujarnya. Untuk itu, ia meminta, penanam modal dengan dana besar tidak menginvestasikan dananya guna mengembangkan bisnis di mal melainkan mulai membidik usaha lain. "Faktor penyebabnya, kini atmosfer investasi khususnya mal di Surabaya belum terlalu potensial," katanya. Apalagi, kata dia, kini dari 22 mal di Surabaya sebagian besar memiliki okupansi kurang dari 70 persen. Ada pula beberapa mal yang okupansinya di bawah 50 persen. "Namun, saya tidak etis menyebutkan nama masing - masing mal," katanya. Diakuinya, ketika okupansi gerai dan pengunjung di bawah 70 persen bisa diartikan pusat perbelanjaan tersebut masih rugi dan disubsidi pemiliknya mengingat biaya operasional mal sangat besar. "Salah satunya listrik yang mendominasi hingga 50 persen dari total biaya operasional," katanya.

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011