Asosiasi Komunikolog Indonesia memohon Presiden Joko Widodo untuk memperkeras pernyataannya agar pemimpin dunia mempercepat bantuan untuk korban gempa di Suriah dan Turki.
Salah satu komunikolog senior Effendi Gazali dalam keterangan yang diterima di Surabaya, Jumat menyampaikan terima kasih bahwa Presiden Jokowi karena telah menunjukkan kepedulian pada tragedi yang memilukan itu.
"Tinggal kita memohon agar nada pernyataan beliau ditambah lagi. Ini adalah momentum dunia terpenting saat ini. Sebagai tokoh yang sukses untuk presidensi G-20 dan Asean, maka Bapak Jokowi tinggal bersuara lebih kencang dan lebih banyak, yakinlah para pemimpin dunia akan mendengarnya.Juga sebutannya mungkin lebih pas 'gempa Suriah-Turki' berdasarkan urutan abjad," kata dia.
Komunikolog dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing juga memperkuat permohonan ini. Menurut dia, kita harus melihat secara utuh dan berimbang. Bantuan harusnya merata untuk Turki dan Suriah.
"Atas nama kemanusiaan, kita harus mengesampingkan dulu embargo atas dasar pertimbangan politik. Suara Pak Jokowi pasti akan didengar," tutur Emrus.
Sementara itu komunikolog Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengutip pernyataan Gus Dur, salah satu presiden hebat Indonesia: "Gus Dur pernah menyatakan bahwa di atas politik masih ada kemanusiaan".
Ia menambahkan betapa Indonesia pernah memiliki pengalaman menghadapi tragedi lebih besar yaitu tsunami Nangroe Atjeh Darussalam tahun 2004.
"Jadi suara Indonesia pasti akan didengar oleh dunia. Ini momentum yang membutuhkan teriakan dari pemimpin Indonesia!" kata Sukowi, sapaan akrabnya.
Komunikolog Universitas Hasanuddin, Hasrullah yang selalu membawa mahasiswa Indonesia dalam kegiatan kuliah kerja nyata ke berbagai penjuru dunia, kembali menekankan pentingnya melihat kondisi di Suriah.
"Jadi kita boleh menyebutnya gempa Suriah-Turki. Saya rasa saat ini Suriah relatif kurang cepat mendapat bantuan karena kondisi politik soal embargo. Intinya doa dan bantuan perlu merata ke seluruh korban gempa tersebut," ujar Hasrullah.
Anggota asosiasi komunikolog lainnya, Iwel Sastra bahkan melihat ketidakseimbangan berita antara gempa Turki dan Suriah. Menurut Iwel, tidak banyak berita tentang Suriah tampil dalam pemberitaan media internasional.
"Bisa jadi karena kondisi politik, atau akses ke sana yang belum terbuka seperti Turki. Karena itu amat dibutuhkan suara para pemimpin dunia agar perhatian menjadi sama, dan akses juga dibuka. Presiden Jokowi bisa melakukan itu, baik melalui teriakan maupun melalui jaringan diplomatiknya," ujar Iwel.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Salah satu komunikolog senior Effendi Gazali dalam keterangan yang diterima di Surabaya, Jumat menyampaikan terima kasih bahwa Presiden Jokowi karena telah menunjukkan kepedulian pada tragedi yang memilukan itu.
"Tinggal kita memohon agar nada pernyataan beliau ditambah lagi. Ini adalah momentum dunia terpenting saat ini. Sebagai tokoh yang sukses untuk presidensi G-20 dan Asean, maka Bapak Jokowi tinggal bersuara lebih kencang dan lebih banyak, yakinlah para pemimpin dunia akan mendengarnya.Juga sebutannya mungkin lebih pas 'gempa Suriah-Turki' berdasarkan urutan abjad," kata dia.
Komunikolog dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing juga memperkuat permohonan ini. Menurut dia, kita harus melihat secara utuh dan berimbang. Bantuan harusnya merata untuk Turki dan Suriah.
"Atas nama kemanusiaan, kita harus mengesampingkan dulu embargo atas dasar pertimbangan politik. Suara Pak Jokowi pasti akan didengar," tutur Emrus.
Sementara itu komunikolog Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengutip pernyataan Gus Dur, salah satu presiden hebat Indonesia: "Gus Dur pernah menyatakan bahwa di atas politik masih ada kemanusiaan".
Ia menambahkan betapa Indonesia pernah memiliki pengalaman menghadapi tragedi lebih besar yaitu tsunami Nangroe Atjeh Darussalam tahun 2004.
"Jadi suara Indonesia pasti akan didengar oleh dunia. Ini momentum yang membutuhkan teriakan dari pemimpin Indonesia!" kata Sukowi, sapaan akrabnya.
Komunikolog Universitas Hasanuddin, Hasrullah yang selalu membawa mahasiswa Indonesia dalam kegiatan kuliah kerja nyata ke berbagai penjuru dunia, kembali menekankan pentingnya melihat kondisi di Suriah.
"Jadi kita boleh menyebutnya gempa Suriah-Turki. Saya rasa saat ini Suriah relatif kurang cepat mendapat bantuan karena kondisi politik soal embargo. Intinya doa dan bantuan perlu merata ke seluruh korban gempa tersebut," ujar Hasrullah.
Anggota asosiasi komunikolog lainnya, Iwel Sastra bahkan melihat ketidakseimbangan berita antara gempa Turki dan Suriah. Menurut Iwel, tidak banyak berita tentang Suriah tampil dalam pemberitaan media internasional.
"Bisa jadi karena kondisi politik, atau akses ke sana yang belum terbuka seperti Turki. Karena itu amat dibutuhkan suara para pemimpin dunia agar perhatian menjadi sama, dan akses juga dibuka. Presiden Jokowi bisa melakukan itu, baik melalui teriakan maupun melalui jaringan diplomatiknya," ujar Iwel.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023