London (ANTARA/AFP) - Menteri Luar Negeri Inggris William Hague Senin meminta pemimpin Libya Muamar Gaddafi mundur tetapi mengatakan pemimpin tersebut mungkin diperbolehkan untuk tetap tinggal di negara Afrika Utara itu. Berbicara menjelang pembicaraan di London dengan mitranya Menteri Luar Negeri Perancis Alain Juppe, Hague mengatakan Inggris akan lebih memilih agar Gaddafi mundur dan menekankan bahwa Prancis dan Inggris "benar-benar bersatu" dalam misi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) saat ini terhadap Gaddafi. "Apa yang benar-benar jelas, seperti Alain (Juppe) katakan, adalah bahwa apapun yang terjadi, Gaddafi harus meninggalkan kekuasaan," kata Hague. "Jelasnya, kepergian dia dari Libya akan menjadi cara terbaik yang menunjukkan kepada orang-orang Libya bahwa mereka tidak lagi harus hidup dalam ketakutan terhadap Gaddafi. "Tetapi seperti yang saya telah jelaskan semua bersama, ini pada akhirnya merupakan tantangan bagi Libya untuk menentukan," tambah Hague. Juppe mengatakan, pihak sekutu berada dalam "kerja sama sempurna" berdasarkan misi sanksi PBB yang dimulai pada Maret, meskipun Perancis berpendapat misi itu berlangsung terlalu lama. "Kami berpikir bahwa kami harus terus menekan kuat pada rezim Libya dengan metode yang sama," katanya. "Jika kita tidak melakukan intervensi empat bulan lalu, bisa terjadi pembantaian di Benghazi dan saya pikir kita mungkin bangga telah mengambil keputusan yang berani ini," kata Juppe menyimpulkan, merujuk pada kubu pemberontak yang mengusai kota pelabuhan Benghazi. Libya pada Senin menuduh NATO menewaskan sedikitnya tujuh orang penduduk sipil dalam serangan udara di sebuah klinik medis di Zliten di timur Tripoli, pada saat pejabat tinggi Amerika Laksamana Michael Mullen berbicara mengenai "kebuntuan" dalam kampanye NATO.

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011