Pamekasan - Kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok cendrung merugikan petani, sebab dengan naiknya cukai, pihak pabrikan akan terus berupaya untuk menekan bahan baku rokok dari para petani. Anggota DPRD Pamekasan dari Partai Bulan Bintang (PBB) Suli Faris, Senin mengatakan, petani akan menjadi korban dari kebijakan pemerintah menaikkan harga cukai tembakau, karena kenaikan cukai tidak diimbangi oleh harga jual rokok di pasaran. "Malah yang terjadi selama ini kan harga jual tembakau itu dibawah harga yang tertera di bandrul rokok," katanya menjelaskan. Akibatnya pihak pabrikan berupaya menekan harga beli bahan baku rokok, seperti tembakau dan cengkeh kepada petani untuk menutupi biaya cukai yang terus meningkat ini. Oleh karenanya, sambung Suli Faris, pemerintah di empat kabupaten di Madura seperti Sumenep, Sampang dan Bangkalan perlu membahas persoalan ini dengan pihak pabrikan dan meminta pemerintah pusat agar tidak selalu menaikkan cukai rokok. Sebab semakin harga cukai rokok dinaikkan maka pabrikan mesti akan menekan harga bahan baku rokok baik tembakau atau cengkeh. "Karena ini sudah menjadi rumus umum, bahkan perusahaan tidak mau rugi," kata Suli Faris menambahkan. Kebijakan Pemerintah pusat, kata dia, sangat tidak berpihak pada petani atau rakyat kecil, kendatipun yang diketahui publik kenaikan cukai rokok itu bagi pihak pabrikan. "Tapi korban yang sebenarnya itu adalah masyarakat," terang Suli Faris menegaskan. Rendahnya harga jual tembakau petani di Madura oleh pihak pabrikan akhir-akhir ini merupakan indikasi kebijakan kurang berpihak tentang kenaikan cukai yang ditetapkan pemerintah. Padahal, sambung dia, sudah menjadi fakta bahwa kualitas tembakau Madura sangat bagus dibanding tembakau ada di sejumlah wilayah di Indonesia. Suli Faris yang juga Ketua Komisi A DPRD Pamekasan ini selanjutnya memberikan ilustrasi tentang kebijakan kenaikan cukai rokok yang menurutnya justru merugikan petani. Ia mencontohkan harga rokok GudangĀ Garam Internasional di pasaran Rp7.500,00 perpack di pasaran. Dari harga jual itu, cukai rokok yang harus dibayar oleh pihak pabrikan sebanyak Rp.3.900,00 perpack. Kalau harga jual rokok gudang garam internasional Rp.7500,00. Setelah dikurangi beban cukai akan tersisa Rp.3.600,00 perpack. "Lalau darimana pihak pabrikan bisa menutupi kerugian dengan menjual harga rokok Rp3.600,00 perpack ini kalau tidak dengan cara menekan harga bahan baku serendah- rendahnya," kata Suli Faris menjelaskan. Oleh karenanya, sambung dia, wajar jika setiap tahun pihak pabrikan selalu membeli harga tembakau petani tidak lebih dari harga BEP. Pada tahun lalu misalnya, harga jual tembakau hanya dalam kisaran antara Rp19.000,00 hingga Rp20.000,00 perkilogram. Hasil perhitungan yang dilakukan petani pada musim tanam tembakau tahun ini BEP tembakau Rp23.000,00 perkilogram. Jika pihak pabrikan hanya beli dengan harga rata rata 25.000,00 perkilogram, maka petani hanya untung Rp2000,00 perkilogram. "Harga ideal tembakau pada musim tanam tahun ini antara Rp25.000,00 hingga Rp50.000,00 perkilogram," kata Suli Faris menjelaskan. Tidak hany Suli Faris, sejumlah petani tembakau di Pamekasan, Madura mengaku curiga dengan ketentuan harga yang ditetapkan pihak pabrikan pada tembakau petani dengan alasan kualitas jelek dan tidak memenuhi standar kualitas tembakau. Padahal setiap akhir musim tanam tembakau, tidak ada tembakau petani yang tidak terbeli pihak pabrikan. "Dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga cukai tembakau ini, dana bagi hasil cukai tembakau yang diterima pemerintah daerah memang semakin tinggi. Tapi persoalannya itu tadi, petani yang terus menjadi korban," kata Suli Faris menambahkan. Akibatnya, sambung dia, kondisi petani tembakau di Pamekasan dan Madura pada umumnya, ibarat "berdiri didalam kubangan" tidak pernah maju, dan selalu menjadi "sapi perahan". Seiring dengan kebijakan pemerintah pusat menaikkan cukai rokok ini, dana bagi hasil cukai tembakau yang diterima pemkab Pamekasan terus mengalami kenaikan cukup drastis dari awalnya hanya Rp8 miliar menjadi Rp32 miliar pada 2011 ini.

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011