Wakil Wali Kota Surabaya Armuji menekankan pentingnya pembangunan jamban di kalangan masyarakat menuju Surabaya bebas buang air besar sembarangan (BABS) pada 2023.
"Saya berharap tahun depan tidak ada lagi warga buang air besar sembarangan. Jadi, semua warga harus punya jamban, sehingga kualitas hidup warga Surabaya bisa lebih baik lagi," kata Cak Ji, panggilan akrabnya, di Surabaya, Senin.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, masih ada 8.000 lebih keluarga di Kota Pahlawan yang belum memiliki jamban sehat. Sebagian besar keluarga yang belum punya jamban sehat tinggal di rumah yang berada di lahan bukan hak milik, termasuk diantaranya tinggal di tanah milik PT KAI atau Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).
Pemerintah Kota Surabaya sudah membangun 400 jamban pada 2021, sedangkan pada 2022 dialokasikan sebanyak 300 jamban. Pada tahun 2023, Pemkot Surabaya mengalokasikan pembangunan 2.000 jamban senilai Rp4,4 juta per unit.
Hal itu juga diatur di dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 32 Tahun 2020 tentang perubahan atas Perwali No 14 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Pembuatan Jamban di Kota Surabaya.
"Rencananya pada 2023 di Kecamatan Semampir, Kenjeran dan Bulak dialokasikan 463 unit jamban atau sekitar 23,15 persen dari yang diprioritaskan untuk kecamatan tersebut," kata Cak Ji.
Cak Ji mengatakan pada saat meninjau pengerjaan jamban di Kelurahan Dukuh Menanggal, Kecamatan Gayungan, warga merespons positif. Mereka bahagia karena bisa mendapatkan intervensi dari Pemkot Surabaya terkait jamban.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya Agus Hebi Djuniantoro sebelumnya mengatakan Pemkot Surabaya merevisi Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 32 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perwali Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Pembuatan Jamban di Kota Surabaya.
Menurut dia, revisi peraturan dilakukan agar persyaratan menerima bantuan jamban tidak lagi berdasarkan status tanah tempat rumah berada, tetapi berdasarkan pertimbangan kesehatan dan lingkungan.
"Makanya, langkah awal yang kami laksanakan adalah mengubah Perwali. Misal di situ diatur, sudah lebih 10 tahun tinggal di sana, bisa mendapatkan bantuan jamban. Jadi, pertimbangannya bukan status tanah, tapi kesehatan dan lingkungan," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Saya berharap tahun depan tidak ada lagi warga buang air besar sembarangan. Jadi, semua warga harus punya jamban, sehingga kualitas hidup warga Surabaya bisa lebih baik lagi," kata Cak Ji, panggilan akrabnya, di Surabaya, Senin.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, masih ada 8.000 lebih keluarga di Kota Pahlawan yang belum memiliki jamban sehat. Sebagian besar keluarga yang belum punya jamban sehat tinggal di rumah yang berada di lahan bukan hak milik, termasuk diantaranya tinggal di tanah milik PT KAI atau Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).
Pemerintah Kota Surabaya sudah membangun 400 jamban pada 2021, sedangkan pada 2022 dialokasikan sebanyak 300 jamban. Pada tahun 2023, Pemkot Surabaya mengalokasikan pembangunan 2.000 jamban senilai Rp4,4 juta per unit.
Hal itu juga diatur di dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 32 Tahun 2020 tentang perubahan atas Perwali No 14 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Pembuatan Jamban di Kota Surabaya.
"Rencananya pada 2023 di Kecamatan Semampir, Kenjeran dan Bulak dialokasikan 463 unit jamban atau sekitar 23,15 persen dari yang diprioritaskan untuk kecamatan tersebut," kata Cak Ji.
Cak Ji mengatakan pada saat meninjau pengerjaan jamban di Kelurahan Dukuh Menanggal, Kecamatan Gayungan, warga merespons positif. Mereka bahagia karena bisa mendapatkan intervensi dari Pemkot Surabaya terkait jamban.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya Agus Hebi Djuniantoro sebelumnya mengatakan Pemkot Surabaya merevisi Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 32 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perwali Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Pembuatan Jamban di Kota Surabaya.
Menurut dia, revisi peraturan dilakukan agar persyaratan menerima bantuan jamban tidak lagi berdasarkan status tanah tempat rumah berada, tetapi berdasarkan pertimbangan kesehatan dan lingkungan.
"Makanya, langkah awal yang kami laksanakan adalah mengubah Perwali. Misal di situ diatur, sudah lebih 10 tahun tinggal di sana, bisa mendapatkan bantuan jamban. Jadi, pertimbangannya bukan status tanah, tapi kesehatan dan lingkungan," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022