Kediri - Jajaran petugas Kepolisian Sektor (Polsek) Ngancar, Kabupaten Kediri berhasil menangkap tiga pelaku sindikat pemalsu dokumen yang sering beroperasi hingga luar kota. Kepala Polsek Ngancar AKP Indono Heroe Jodoe, Selasa, mengemukakan kasus tersebut terungkap saat korban akan memperpanjang SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) di Mapolsek Ngancar. Surat itu atas nama Supriyati (30), warga Desa Panggungrejo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. Ia menikah dengan suaminya, warga Desa Bedali, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri. "Saat itu, kami lihat ada yang ganjil dari SKCK yang dibawa. Pertama nama Kapolsek, di surat itu masih tertera nama Kapolsek lama, AKP Jupri, padahal SKCK yang tertera adalah tahun 2011. Padahal, saya menjabat sebagai Kapolsek sejak 2 Juni 2010, jadi kami pastikan SKCK ini palsu," ucapnya, mengungkapkan. Selain nama Kapolsek yang diketahui palsu, beberapa perbedaan lain terlihat, di antaranya stempel yang tidak sama, kop surat, dan beberapa perbedaan lain. Pihaknya juga langsung mengusut kasus ini dengan meminta keterangan dari korban, hingga akhirnya polisi mendapatkan beberapa nama yang terlibat dalam pemalsuan dokumen-dokumen itu. Kapolsek mengatakan, telah menangkap tiga pelaku yang terlibat. Mereka antara lain Darman (50), warga Desa Tenggur, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, yang bertindak sebagai pencari korban, kedua adalah Abdul Rokim (45) warga Desa Bedali, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, yang bertindak sebagai otak kasus itu, dan terakhir adalah Suwarno (35), warga Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar. Polisi, kata dia, sempat kesulitan menangkap pelaku, karena letak rumahnya yang jauh. Tetapi, berkat kerja sama dengan salah seorang anggota keluarga dari korban, dengan menjebaknya untuk minta bantuan dibuatkan surat lagi, pelaku akhirnya bisa tertangkap. Dari tangan pelaku, kata dia, polisi berhasil menyita berbagai macam arsip dari beberapa instansi yang memang dipalsukan. Surat-surat itu mulai surat nikah dari KUA, kartu keluarga, kartu tanda penduduk, hingga sertifikat lulus ujian sekolah. Mereka juga mencantumkan beberapa kampus negeri yang cukup terkenal. Selain itu, beberapa perlengkapan pembuatan dokumen seperti stempel, juga disita. "Barang bukti itu kami sita di dua lokasi rumah pelaku, yaitu rumahnya Rokim dan Suwarno. Seluruh barang itu kami angkut ke markas, sebagai barang bukti," paparnya. Kapolsek juga mengaku, beberapa pelaku memang pernah terlibat hukum. Rokim, misalnya, ia pernah terlibat kasus pembuatan uang palsu hingga berurusan dengan polisi tahun 2004 lalu. Para pelaku mengaku sudah lama menggeluti usaha ini, sekitar dua tahun. Mereka beralasan dimintai tolong, hingga nekat membuatkan berbagai dokumen palsu itu. Rokim, yang dikonfirmasi mengaku terdesak dengan kebutuhan, hingga ia melakukan perbuatan ini. Ia juga tidak memungut tarif yang tinggi. Untuk dokumen seperti SKCK, para korban dipungut biaya Rp50 ribu, sementara untuk ijazah Rp350 ribu. "Uangnya untuk makan sehari-hari. Mereka minta tolong dibuatkan surat, jadinya saya buatkan," katanya. Suwarno, yang bertugas sebagai pencetak mengaku mendapatkan keterampilan memalsukan dokumen ini secara otodidak. Untuk memalsukan dokumen itu, honor yang ia dapatkan tidak terlalu besar. Untuk KTP, misalnya, ia diberi honor Rp25 ribu per lembar, sementara ijazah Rp75 ribu/lembar. Hingga kini, polisi masih memproses kasus tersebut, pascapenangkapan pada Senin (11/7). Polisi masih mendalami, kemungkinan adanya pelaku lain maupun oknum yang belum tertangkap.

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011