Duplik atau jawaban terdakwa Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) atas replik jaksa penuntut umum dalam perkara pencabulan menjabarkan kejanggalan dakwaan.
Kuasa hukum MSAT Gede Pasek Suardika mengungkapkan ada 70 kejanggalan dakwaan jaksa yang dibacakannya dalam duplik setebal 153 halaman saat sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin.
Salah satu kejanggalan dalam dakwaan yang diulas dalam replik MSAT adalah tentang surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang pernah diterbitkan Kepolisian Resor (Polres) Jombang terkait perkara ini pada 31 Oktober 2019.
Perkara ini dilaporkan oleh seorang perempuan berinisial P, asal Jawa Tengah, yang mengaku sebagai korbannya. Menjadi perhatian publik karena terdakwa MSAT merupakan anak kiai ternama di Jombang.
Pasek mengungkapkan melapor ke Polres Jombang tanggal 29 Oktober 2019. Lalu 31 Oktober 2019 menerbitkan SP3 atas laporan perkara tersebut.
"Tapi perkaranya terus berlanjut sampai hari ini," katanya saat dikonfirmasi usai persidangan yang berlangsung tertutup.
Menurut Pasek, kasus yang telah di-SP3 memang bisa diproses ulang tetapi tidak mudah.
"Syaratnya harus ada novum atau peristiwa baru di luar yang sudah disidik. Atau dengan mekanisme praperadilan dari pelapornya yang dikabulkan hakim praperadilan," tuturnya.
Namun dalam perkara MSAT yang proses hukumnya setelah di-SP3 ternyata dilanjutkan oleh Polres Jombang alat buktinya sama, tidak ada alat bukti tambahan.
Atas dasar itu, Pasek menilai perkara yang kini sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya ini penuh rekayasa.
Menanggapi duplik MSAT, Jaksa Penuntut Umum Ahmad Jaya menilai tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan dalam pledoi atau pembelaannya saat persidangan yang berlangsung dua pekan sebelumnya.
"Ya, pada intinya hanya minta dibebaskan saja dari semua tuntutan," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Kuasa hukum MSAT Gede Pasek Suardika mengungkapkan ada 70 kejanggalan dakwaan jaksa yang dibacakannya dalam duplik setebal 153 halaman saat sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin.
Salah satu kejanggalan dalam dakwaan yang diulas dalam replik MSAT adalah tentang surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang pernah diterbitkan Kepolisian Resor (Polres) Jombang terkait perkara ini pada 31 Oktober 2019.
Perkara ini dilaporkan oleh seorang perempuan berinisial P, asal Jawa Tengah, yang mengaku sebagai korbannya. Menjadi perhatian publik karena terdakwa MSAT merupakan anak kiai ternama di Jombang.
Pasek mengungkapkan melapor ke Polres Jombang tanggal 29 Oktober 2019. Lalu 31 Oktober 2019 menerbitkan SP3 atas laporan perkara tersebut.
"Tapi perkaranya terus berlanjut sampai hari ini," katanya saat dikonfirmasi usai persidangan yang berlangsung tertutup.
Menurut Pasek, kasus yang telah di-SP3 memang bisa diproses ulang tetapi tidak mudah.
"Syaratnya harus ada novum atau peristiwa baru di luar yang sudah disidik. Atau dengan mekanisme praperadilan dari pelapornya yang dikabulkan hakim praperadilan," tuturnya.
Namun dalam perkara MSAT yang proses hukumnya setelah di-SP3 ternyata dilanjutkan oleh Polres Jombang alat buktinya sama, tidak ada alat bukti tambahan.
Atas dasar itu, Pasek menilai perkara yang kini sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya ini penuh rekayasa.
Menanggapi duplik MSAT, Jaksa Penuntut Umum Ahmad Jaya menilai tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan dalam pledoi atau pembelaannya saat persidangan yang berlangsung dua pekan sebelumnya.
"Ya, pada intinya hanya minta dibebaskan saja dari semua tuntutan," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022