Stadion Kanjuruhan di Kabupaten Malang, masih tampak muram. Karangan bunga tanda berduka cita pun lazim ditemukan di sudut stadion. 

Di depan Patung Singa, simbol kebanggan Arema FC, puluhan warga silih berganti datang memanjatkan doa. Di antaranya puluhan orang, seorang terus menangis di pelukan temannya. 

Haura namanya. Dia tidak menyangka pengalaman pertamanya menonton sepak bola di stadion berujung duka. 

"Pertandingan Arema melawan Persebaya merupakan pengalaman pertama saya menonton langsung Arema di Stadion Kanjuruhan," ujarnya. 

Pada hari itu, Sabtu (1/10), mahasiswa Universitas Islam Raden Rahmat (Unira) Malang berangkat bersama sembilang orang temannya. 

Meski merupakan orang Malang, selama ini dia tidak pernah menonton langsung Arema di stadion. Hari itu Haura memutuskan datang ke stadion untuk mengetahui atmosfer pertandingan yang sering disebut "derby" Jawa Timur itu. 

"Selama ini kan hanya dengar-dengar saja bahwa pertandingan melawan Persebaya selalu panas," katanya.

Tragedi gas air mata

Kericuhan terjadi usai pertandingan pada Sabtu (1/10) malam yang hasil akhirnya 2-3 untuk tim tamu. Kekalahan Arema FC menyebabkan sejumlah suporter tuan rumah turun dan masuk ke area lapangan.

Kerusuhan tersebut semakin membesar, dan sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut.

Petugas kemudian melakukan upaya pencegahan dengan melakukan pengalihan agar para suporter tersebut tidak masuk ke dalam lapangan dan mengejar pemain. Dalam prosesnya, akhirnya petugas melakukan tembakan gas air mata.

Menurut Haura, penonton turun untuk mendukung pemain agar bermain sepenuh hati dan lebih serius lagi. Mereka sama sekali tidak berniat ricuh. 

"Kenapa harus ditembakkan gas air mata. Kenapa harus ditembakkan ke tribun. Padahal kan penonton yang di tribun tidak turun," ujar mahasiswa jurusan IPS itu. 

Haura yang berada di pintu 10 Stadion Kanjuruhan terkena gas air mata. Seketika dia pingsan. "Setelah itu saya tidak sadar. Saya digotong untuk ke tempat yang tidak terkena gas air mata," katanya.

Dia kembali menyesalkan tindakan aparat yang menembakkan gas air mata ke tribun. Kondisi itu diperparah dengan ditutupnya pintu keluar stadion. Penonton yang panik, berdesakan, terinjak-injak hingga banyak korban berjatuhan. 

"Saya siuman. Saya melihat banyak korban. Banyak yang tergeletak. Kondisinya sangat mengerikan," katanya sambil menangis. 

Teman-teman Haura masih selamat. Namun banyak yang luka, mulai dari tangan patah dan luka lainnya. "Saya masih nangis kalau mengingat kejadian itu," ujarnya. 

Harapkan tragedi tak terulang

Tragedi Kanjuruhan, merupakan tragedi paling kelam dalam dunia sepak bola Indonesia. Tragedi Kanjuruhan menyengat banyak pihak. Pemain dan pelatih dunia, bahkan induk sepak bola yakni FIFA menyoroti kejadian tersebut. 

"Sepak bola merupakan hiburan bagi masyarakat. Saya yang pertama kali menonton di tribun langsung jatuh cinta. Maka, tragedi ini sungguh disayangkan. Saya harap tak terjadi lagi," katanya. 

Haura pun berdoa agar korban mendapat teman di sisi Tuhan dan berharap pihak bertanggung jawab mengusut tuntas peristiwa nahas tersebut. 

"Kami hanya ingin menonton sepak bola, kami tidak mau jadi korban lagi. Cukup ini yang terakhir dan menjadi yang paling kelam," ujarnya. 

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Abdul Hakim


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022