Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memilih Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Jawa Timur, menjadi salah satu pesantren pelaksanaan program Halaqah Fiqih Peradaban dalam rangka menyambut satu abad Nahdhatul Ulama.

Pertemuan para kiai dan ulama membahas persoalan keagamaan di Ponpes Nurul Jadid Paiton ini, dijadwalkan pada Minggu (2/10). pertemuan itu bakal dihadiri oleh Ketua PBNU KH. Yahya Cholil Staquf, Wakil Rais 'Am PBNU KH. Afifuddin Muhajir, K. Moh. Al Fayyadl dan K. Syaeful Bahar.

"Pengasuh Pesantren Nurul Jadid, KH. Moh Zuhri Zaini menyambut kegiatan halaqah fiqih peradaban ini dengan penuh kesungguhan," ujar Sekretaris Pesantren Nurul Jadid Paiton, H. Faizin Syamwil dalam keterangan tertulisnya, Sabtu.

Menurut dia, Kiai Zuhri menginginkan adanya kegiatan pra-halaqah agar materi yang akan dibahas nantinya lebih terarah dan mendalam.

"Pra-halaqah, amanah pengasuh pesantren harus dilakukan untuk memperdalam materi yang akan dibahas nanti," kata Faizin.

Sementara itu, Ketua Panitia Halaqah Fiqih Peradaban Ponpes Nurul Jadid Paiton Syamsuri Hasan mengaku, telah mengundang pengasuh pesantren se-Tapal Kuda, aktifis lintas forum ilmiah, dan aktifis lembaga Bahtsul Masail serta dosen Universitas Nurul Jadid dan dosen Ma'had Aly.

"Ada seratus peserta terpilih untuk mengikuti kegiatan halaqah fiqih peradaban di PesantrenNurulJadid," kata dia.

Syamsuri mengatakan, tema yang di usung pada halaqah kali ini "Fikih Siyasah dan Tatanan Dunia Baru" karena penentuan tema sudah ada di ToR yang dibuat PBNU.

"Sebenarnya ada lima tema. Tapi Nurul Jadid memilih tema Fikih Siyasah dan Tatanan Dunia Baru," ujar dia.

Kepala Pesantren Nurul Jadid Paiton KH. Abdul Hamid Wahid berharap, pada pelaksanaan halaqah ada rekomendasi yang diberikan kepada PBNU. Menurut dia, sikap NU dalam menghadapi dunia saat ini dan Indonesia Emas pada tahun 2045 mendatang.

Halaqah Fiqih Peradaban merupakan salah satu gagasan mendiang KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang tak hanya ingin membahas fikih kebangsaan semata melainkan pembahasan fikih harus menjangkau terhadap kepentingan dunia.

Gagasan Gus Dur ini telah hidup kembali setelah kepemimpinan KH. Yahya Cholil Staquf dengan semboyannya "Menghidupkan Gus Dur". (*)

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Abdul Hakim


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022