Pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea meminta pihak kepolisian untuk membuka kembali penyelidikan tentang kasus kematian seorang anak di Manado, Sulawesi Utara, berinisial CI (10) yang diduga menjadi korban pemerkosaan oleh tetangganya. 

"Kami meminta kepada kepolisian agar kasus anak ibu Heidy Said untuk dibuka lagi penyelidikannya," kata Hotman saat ditemui oleh Heidy Said (34) ibu korban, di Surabaya, Sabtu. 

Hotman menyatakan akan menyurati lembaga terkait agar penyelidikan terkait kasus kematian CI dituntaskan. Sebab menurutnya kasus tersebut penuh kejanggalan. 

"Inilah yang perlu diperhatikan. Kami menyarankan kasus ibu ini dibuka lagi penyelidikannya. Jelas-jelas dari rekaman dokter, putri ibu ini pendarahan serius di otak dan tidak jadi operasi. Kita nanti akan menyurati lembaga terkait," ujarnya. 

Sementara itu, ibunda korban, Heidy Said kepada Hotman mengatakan bahwa anaknya meninggal setelah dirawat sekitar satu bulan di rumah sakit di Manado, 28 Desember 2021, dengan dugaan awal mengalami menstruasi secara berlebihan.

“Semula saya kira anak saya menstruasi karena keluar darah dari vagina waktu umur 10 tahun. Karena berlebihan darahnya, jadi saya curiga, saya bawa ke rumah sakit. Pihak rumah sakit mengatakan ada robekan di selaput darah dan ada beberapa memar di bagian tubuh,” katanya. 

Selanjutnya, begitu menerima laporan dari rumah sakit tersebut, dia pun langsung mengajukan surat laporan polisi. Hingga polisi meminta visum, hasilnya terbukti ada robekan di selaput darah.

Yang menjadi janggal, lanjut Heidy, usai sadar dari kritisnya pada 29 Desember 2021, anaknya menyebut dua nama terduga pelaku saat ditanya polisi yang datang ke rumah sakit. Tapi hingga saat tidak ada penetapan tersangka.

Bahkan kepolisian baru melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) satu bulan usai kejadian.

"Tetangga (terduga pelaku), yang satu sudah menikah, yang satu masih kuliah,” kata Heidy.

Selain itu, dari keterangan dokter juga membenarkan bahwa CI mengalami pendarahan otak dan diharuskan operasi. 

Kendati.begitu, dokter sempat memperingatkan dua kemungkinan yang terjadi pascaoperasi, yang membuat kedua orang tua CI mengurungkan niatnya untuk mengambil langkah tersebut.

"Kalau berhasil maka dia akan lupa ingatan, kalau gagal dia bisa menyebabkan kematian,” tutur Heidy.

Selama masa perawatan pun, obat yang diberikan adalah pengobatan pendarahan otak. Tapi di hari yang sama saat anaknya meninggal, polisi menggelar konferensi pers yang menyatakan CI meninggal karena leukimia stadium 4.

"Hari itu juga diumumkan meninggal karena leukimia saat saya setelah menguburkan adik (CI). Sorenya langsung dikonferensiperskan yang mana adik meninggal karena leukimia stadium 4," ujarnya. 

Heidy mengungkapkan, malam sebelum CI meninggal, dia meminta hasil ke pihak rumah sakit tapi dari pihak rumah sakit mengatakan hasilnya itu masih lama. Sebab, kata rumah sakit bahwa untuk mengecek apa dia memiliki penyakit tertentu itu prosesnya lama. 

"Paginya meninggal tiba-tiba kaget ada kabar kalau dia meninggal karena leukimia stadium 4. Sementara dokter yang malamnya bilang ke kami tidak secepat itu hasilnya, tapi kok paginya sudah ada," ucapnya.

Akhirnya, Heidy meminta kasus yang menimpa putrinya dibuka kembali, dengan cara melakukan autopsi ulang pada jenazah CI.

“Saya hanya minta kepastian hukum untuk anak saya, pak. Saya minta dibuka kembali. Diduga kekerasan seksual dan korban penganiayaan karena pendarahan di otak. Tidak setuju meninggal karena leukimia dan selama perawatan tidak pernah dikasih obat leukimia. Saya minta diautopsi saja," katanya. 

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022